Pilihan Hidup Putri Mako dan Masa Depan Kekaisaran Jepang
Pertama kalinya dalam sejarah Jepang sejak Perang Dunia II, pernikahan Putri Mako adalah pernikahan kerabat kaisar yang didaftarkan tanpa ritual tradisional. Mako juga menolak mahar kekaisaran senilai 1,8 juta dollar AS.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Putri Mako (30) secara resmi menikahi teman kuliahnya, Kei Komuro (30), Selasa (26/10/2021). Mako yang merupakan keponakan Kaisar Jepang, Kaisar Naruhito, bakal kehilangan gelar kekaisaran karena Komuro berasal dari kalangan orang biasa. Ini merupakan pilihan hidup yang diambil Putri Mako setelah menjalani kehidupan bersama Komuro dalam masa pertunangan selama empat tahun terakhir.
Badan Rumah Tangga Kekaisaran telah menyatakan bahwa upacara pernikahan, jamuan resepsi, dan ritual lainnya tidak akan digelar dalam pernikahan Putri Mako. Tayangan televisi menunjukkan Putri Mako meninggalkan Kediaman Kekaisaran Akasaka dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya. Ia membungkuk kepada orangtuanya serta wartawan dan memeluk saudara perempuannya.
Proses pernikahan Putri Mako yang sederhana sangat kontras dengan proses pernikahan Putri Ayako, putri bungsu dari sepupu mendiang mantan Kaisar Akihito. Pada pernikahan di 2018, Ayako mengenakan jubah kimono merah sebagai lambang bangsawan perempuan Jepang. Rambutnya di pesta itu disanggul ke belakang dengan gaya tradisional.
Pernikahan Mako adalah pernikahan kerabat kaisar tanpa ritual tradisional yang pertama dalam sejarah Jepang sejak Perang Dunia II. Mako juga menolak mahar senilai 152,5 juta yen (1,8 juta dollar AS) yang secara tradisional diberikan kepada perempuan dalam kekaisaran yang telah menikah. Mako menjadi orang pertama dari kerabat kekaisaran yang melakukannya pasca-Perang Dunia II.
Sejak mengumumkan pertunangan mereka pada 2017, pasangan Mako-Komuro menjadi pemberitaan tabloid di Jepang. Diberitakan bahwa keluarga Komuro mengalami kesulitan keuangan. Ibu Komuro disebut tidak mampu mengembalikan pinjaman senilai 4 juta yen (35.000 dollar AS) dari mantan tunangannya.
Kabar itu mengganggu nuansa romantisisme yang menyelimuti kisah asmara Mako-Komuro. Keduanya tersenyum malu-malu dalam wawancara pertunangan mereka. Komuro membandingkan senyum Mako dengan matahari.
Pasangan itu lalu memutuskan menunda pernikahan mereka. Komuro lalu pindah ke New York untuk sekolah hukum pada 2018 yang diikuti Mako. Hal itu dilihat publik sebagai upaya untuk meredakan pemberitaan negatif. Bangsawan Jepang memegang standar ketat terkait ekspose atas kehidupan para anggota kerabat kekaisaran.
Badan Rumah Tangga Kekaisaran baru-baru ini mengatakan, Putri Mako mengalami stres pascatrauma yang kompleks karena pemberitaan media tersebut. Gaya rambut ekor kuda Mako saat tiba di Jepang bulan lalu adalah salah satu yang menarik perhatian media Jepang.
Setelah menikah, pasangan Mako-Komuro disebut-sebut akan menetap di Amerika Serikat (AS) sepenuhnya. Komuro bekerja di salah satu firma hukum di AS. Pilihan itu pun memunculkan perbandingan sosok keduanya dengan pasangan Kerajaan Inggris yang juga telah menghadapi serangan media, yakni Pangeran Harry dan Meghan Markle.
Belum ada kejelasan apakah Putri Mako akan bekerja di AS. Namun, ia memenuhi syarat untuk bekerja di negara itu. Ia belajar seni dan warisan budaya di Universitas Kristen Internasional Tokyo, tempat ia bertemu Komuro, dan melanjutkan studi satu tahun di Universitas Edinburgh. Dia juga memegang gelar master dalam Studi Museum dari Universitas Leicester, Inggris.
Generasi penerus
Pilihan Putri Mako untuk menanggalkan gelar kebangsawanan dan tinggal di luar Jepang memantik perbincangan lebih luas soal masa depan kekaisaran Jepang. Bloomberg mencatat, setelah Putri Mako keluar dari keluarga kekaisaran, kini hanya tersisa 12 perempuan dan 5 pria dalam keluarga kekaisaran Jepang.
Saudara laki-laki Mako, Pangeran Hisahito (15), saat ini adalah satu-satunya ahli waris takhta dari garis laki-laki selain ayah mereka, Putra Mahkota Akishino. Jika Hisahito tidak memiliki anak laki-laki, garis suksesi keluarga kekaisaran Akishino akan terputus.
Saat Perang Dunia II berakhir, kekaisaran Jepang memiliki 67 anggota keluarga kerajaan. Dari 17 yang tersisa saat ini, hanya akan ada tiga ahli waris takhta di antara mereka, yakni Pangeran Masahito (85) yang adalah paman Kaisar Naruhito, Putra Mahkota Fumihito (55) yang adalah saudara laki-laki kaisar, dan Hisahito. Jepang adalah salah satu dari segelintir monarki modern yang membatasi suksesi hanya untuk laki-laki, selain Kerajaan Arab Saudi, Oman, dan Maroko.
Pernikahan Putri Mako menjadi sorotan di tengah seruan wacana agar perempuan bisa menjadi bagian dari garis suksesi di kekaisaran Jepang. Hal itu adalah bagian dari cara untuk menopang monarki tertua di dunia tersebut secara turun-temurun. Hal ini sekaligus sejalan dengan ide-ide yang lebih modern tentang kesetaraan jender.
Sebanyak 85 persen responden menyatakan mendukung kaisar dari kalangan perempuan.
Respons di masyarakat Jepang sebenarnya menarik. Berdasarkan jajak pendapat Kyodo News pada Maret dan April lalu, sebagaimana dikutip Bloomberg, 85 persen responden menyatakan mendukung kaisar dari kalangan perempuan. Sebanyak 79 persen responden juga menyatakan mendukung sekiranya seorang permaisuri Jepang mewariskan takhta kepada anak-anaknya sendiri.
Ironisnya, keluarga kekaisaran Jepang tak bisa berbuat apa-apa. Peran monarki, termasuk garis suksesi, telah diatur oleh hukum Jepang. Dalam dua dekade terakhir, beberapa pejabat tinggi politik telah mempertimbangkan untuk mengubah aturan itu, tetapi tidak berhasil. (AP/AFP/BEN)