Turki Ancang-ancang Usir 10 Dubes, Termasuk Dubes AS
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan pengusiran 10 dubes negara Barat dari Ankara. Perintah itu membuka keretakan terdalam dengan negara-negara Barat dalam 19 tahun masa kekuasaannya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
ANKARA, SABTU — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan 10 duta besar, termasuk dubes Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman, dinyatakan persona non-grata. Persona non-grata dapat menghapus status diplomatik dan bahkan mengakibatkan pengusiran para dubes itu. Erdogan mengambil sikap itu setelah para duta besar tersebut membuat pernyataan bersama untuk mendesak pembebasan Osman Kavala, seorang dermawan Turki.
Erdogan mengatakan, Sabtu (23/10/2021), dirinya memerintahkan Kementerian Luar Negeri Turki untuk mengusir 10 dubes Barat—tujuh di antaranya adalah negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)—yang bertugas di Ankara. Jika pengusiran benar-benar dilakukan Erdogan, tindakan itu akan membuat keretakan terdalam antara Turki dan Barat.
”Saya memberikan perintah kepada menteri luar negeri dan mengatakan apa yang harus dilakukan: 10 duta besar ini harus dinyatakan persona non-grata sekaligus. Anda akan segera menyelesaikannya,” kata Erdogan dalam pidatonya di Eskisehir, sebuah kota di bagian barat laut Turki. ”Mereka akan tahu dan mengerti Turki. Pada hari mereka tidak tahu dan mengerti Turki, mereka akan pergi,” katanya yang disambut sorak-sorai penonton.
Erdogan sangat berang karena para dubes itu menuntut pembebasan dermawan Osman Kavala. Kavala, seorang kontributor untuk banyak kelompok masyarakat sipil, telah dipenjara selama empat tahun. Dia didakwa membiayai protes nasional di Turki pada tahun 2013 dan dituduh terlibat dalam kudeta yang gagal di negara itu pada tahun 2016. Kavala kini mendekam di dalam tahanan, sementara persidangan untuk dirinya berlanjut. Ia menyangkal tuduhan-tuduhan tersebut.
Dalam pernyataan bersama pada 18 Oktober lalu, 10 duta besar, yakni dubes Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia, Selandia Baru, dan AS, menyerukan penyelesaian yang adil dan cepat untuk kasus Kavala.
Dalam pernyataan bersama pada 18 Oktober lalu, 10 duta besar, yakni dubes Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia, Selandia Baru, dan AS, menyerukan penyelesaian yang adil dan cepat untuk kasus Kavala. Para dubes itu juga mendesak Kavala segera dibebaskan. Langkah itu langsung menuai respons keras Ankara. Para dubes itu dipanggil oleh Kementerian Luar Negeri Turki yang menyebut pernyataan tersebut tidak bertanggung jawab.
Kedutaan AS dan Perancis, Gedung Putih, dan Departemen Luar Negeri AS sejauh ini tidak menanggapi permintaan media untuk memberi komentar atas sikap Turki. Sebelumnya Erdogan telah mengatakan dirinya berencana bertemu dengan Presiden AS Joe Biden pada pertemuan puncak ekonomi utama Kelompok 20 atau G-20 di Roma, akhir pekan depan. Satu sumber diplomatik menyebut dampak diplomatik atas reaksi keras Ankara akan terlihat menjelang konferensi tingkat tinggi G-20 dan konferensi tingkat tinggi iklim PBB di Glasgow yang dimulai pada akhir bulan ini.
Sumber itu memperkirakan kemungkinan keputusan Ankara terhadap para dubes akan diambil secara resmi dalam rapat kabinet Turki, Senin esok. Pemerintah Norwegia mengatakan kedutaannya belum menerima pemberitahuan dari otoritas Turki hingga akhir pekan ini.
”Dubes kami belum melakukan apa pun yang menjamin pengusiran,” kata kepala juru bicara Kementerian Luar Negeri Norwegia, Trude Maaseide, seraya menambahkan bahwa Turki sangat sadar dengan pandangan Norwegia. ”Kami akan terus meminta Turki untuk mematuhi standar demokrasi dan aturan hukum yang negara itu berkomitmen di bawah Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa,” kata Maaseide.
Kavala dibebaskan tahun lalu dari tuduhan terkait dengan protes 2013. Namun, keputusan itu dibatalkan tahun ini dan digabungkan dengan tuduhan terkait dengan upaya kudeta tahun 2016. Kelompok-kelompok pembela hak asasi mengatakan kasus yang menjerat Kavala adalah simbol dari tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di era pemerintahan Erdogan.
Reaksi atas sikap Erdogan juga ditunjukkan Parlemen Eropa. Dari 10 duta besar yang menuntut pembebasan Kavala, enam dubes berasal dari negara anggota Uni Eropa. Presiden Parlemen Eropa David Sassoli membuat pernyataan melalui media sosial Twitter. ”Pengusiran sepuluh dubes adalah tanda pergeseran otoriter Pemerintah Turki. Kami tidak akan terintimidasi. Kebebasan untuk Osman Kavala.”
Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod mengatakan kementeriannya belum menerima pemberitahuan resmi dari Ankara. Namun, ia mengaku telah menjalin kontak dengan para koleganya dan juga sekutu Denmark. ”Kami akan terus menjaga nilai dan prinsip bersama kami, seperti yang juga diungkapkan dalam deklarasi bersama,” katanya dalam sebuah pernyataan. Sebuah sumber di Kemenlu Jerman juga mengatakan 10 negara itu sedang berkonsultasi satu sama lain.
Pada Jumat (22/10/2021), Kavala mengatakan dirinya tidak akan lagi menghadiri persidangan. Ia merasa diperlakukan tidak adil, khususnya setelah muncul pernyataan Erdogan belakangan. Sebaliknya, sehari sebelumnya, Erdogan mengatakan bahwa para dubes tersebut tidak akan melepaskan ”bandit, pembunuh, dan teroris” di negara mereka sendiri. (AP/REUTERS)