Ekonomi Myanmar Sempoyongan, Junta Salahkan Pengaruh Asing
Tekanan dari negara-negara menguat terhadap posisi junta militer di tengah berlanjutnya aksi kekerasan di Myanmar. Junta pun menuding ”sabotase” asing yang turut memperburuk kondisi di Myanmar.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
YANGON, SELASA — Nilai tukar mata uang Myanmar, kyat, anjlok lebih dari 60 persen dan inflasi naik 6,51 persen sejak kudeta militer pada Februari 2021. Menteri Ekonomi dan Investasi Myanmar Aung Naing Oo menyatakan, pengaruh kekuatan asing ikut mengakibatkan tekanan ekonomi di negara itu.
Pernyataan Naing Oo itu dikeluarkan dalam sebuah wawancara langka junta dengan media, Selasa (19/10/2021). Tekanan dari negara-negara menguat terhadap posisi junta di tengah laporan kekerasan yang terjadi di Myanmar. Terbaru, Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) memilih tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada 26-28 Oktober mendatang.
Myanmar diguncang aksi protes yang direspons dengan kekerasan oleh junta sejak kudeta. Pemogokan dan kelumpuhan ekonomi pun mendera negara itu. Naing Oo mengatakan, seperti kebanyakan negara lain, Myanmar menderita akibat dampak pandemi Covid-19. Namun, dia mengaitkan masalah ekonomi Myanmar dengan aksi sabotase oleh para penentang junta yang disebutnya didukung beberapa elemen asing.
”Pandemi telah menimbulkan ancaman serius di Myanmar,” kata Naing Oo. Dia adalah mantan pembuat kebijakan utama pada pemerintahan reformis Myanmar setelah berakhirnya setengah abad kekuasaan militer tahun 2011. Pemerintahan reformis itu turut didukung militer sebelum kemudian dikudeta oleh militer sendiri.
”(Pandemi) itu telah menyebabkan perlambatan ekonomi yang diperburuk oleh sabotase dan pembangkangan sipil yang telah memengaruhi stabilitas nasional,” imbuh Naing Oo.
Nilai tukar kyat anjlok 60 persen pada September dibandingkan pada posisi sebelum kudeta. Inflasi juga melonjak menjadi 6,51 persen dari sebelum kudeta di level 1,51 persen. Cadangan devisa Myanmar dilaporkan Naing Oo sebesar 11 triliun kyat (6,04 miliar dollar AS). Ini pertama kalinya Myanmar mengungkapkan cadangan devisa sejak kudeta. Dibandingkan dengan data Bank Dunia, cadangan devisa Myanmar menurun dari 7,67 miliar dollar AS pada akhir tahun 2020.
Nilai tukar kyat anjlok 60 persen pada September dibandingkan pada posisi sebelum kudeta. Inflasi juga melonjak menjadi 6,51 persen dari sebelum kudeta di level 1,51 persen.
Penurunan nilai mata uang kyat telah mendorong kenaikan harga makanan dan bahan bakar di Myanmar. Bank Dunia memproyeksikan ekonomi negara itu akan terkontraksi hingga 18 persen tahun ini. Naing Oo menyatakan, sejumlah langkah telah diambil untuk membangun kepercayaan pelaku pasar terhadap mata uang kyat. Pihak berwenang akan mendorong penggunaan pembayaran daring, pinjaman untuk kaum petani, dan moratorium utang, di antara upaya lain untuk membantu perekonomian.
Ditanya negara mana yang mendukung ”sabotase ekonomi” dan bukti apa yang ada, Naing Oo menolak untuk merinci. Dia hanya mengatakan, ”Kami telah menerima sejumlah bukti tentang bagaimana mereka mengganggu.” Naing Oo juga menyebut media internasional telah membesar-besarkan krisis di Myanmar. Namun, ia tetap optimistis dengan pemulihan negaranya. ”Mudah-mudahan dalam beberapa bulan kami akan dapat kembali ke situasi normal,” katanya.
Naing Oo mengungkapkan, enam perusahaan asing telah mengajukan izin untuk keluar dari Myanmar sejak kudeta. Di luar enam perusahaan itu, banyak perusahaan lain memilih untuk menangguhkan bisnis mereka. Rasio pajak terhadap produk domestik bruto turun menjadi 6 persen dari 8,4 persen pada 2020.
Info terbaru menyebutkan, junta militer Myanmar telah meminta eksekutif perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor, untuk tidak meninggalkan negara itu sambil menunggu persetujuan peraturan untuk menjual perusahaan itu di Myanmar. Naing Oo mengatakan, pihak berwenang ingin ”berdiskusi secara fisik dengan beberapa manajemen Telenor”. ”Ini semacam permintaan untuk tidak meninggalkan negara ini,” katanya.
Amnesti untuk pemrotes
Tekanan teraktual terhadap junta, antara lain, direspons dengan pemberian amnesti atau pengampunan hukuman bagi para pemrotes dan kelompok anti-junta yang dipenjara. Pada Selasa, sehari setelah junta berjanji memberikan amnesti, para pemrotes itu dilepaskan dari penjara Yangon. Para pemrotes diliputi rasa haru karena dapat bertemu dengan sanak saudara mereka.
Pada awal pekan ini, junta militer mengatakan akan membebaskan lebih dari 5.000 orang untuk menandai tiga hari festival Buddha, Thadingyut. Keluarga para pemrotes yang dipenjara pun bergegas ke penjara dengan rasa gembira menyambut sanak saudara mereka. Langkah itu diharapkan menjadi oase atas tindakan keras junta. Lebih dari 1.100 warga sipil Myanmar tewas dan lebih dari 8.000 ditangkap dalam penumpasan berdarah terhadap aksi protes melawan junta sejak kudeta.
”Aku sangat merindukanmu,” kata seorang ibu menangisi putranya yang baru dibebaskan sambil menggendong anaknya yang masih kecil. ”Aku sangat bangga padamu.” Ibu itu termasuk di antara ratusan orang yang berkumpul di luar penjara Insein di Yangon pada Selasa pagi. Beberapa di antaranya membawa bunga dan plakat bertuliskan nama kerabat mereka. (AFP/REUTERS)