Duterte Siap Bela Kebijakan Perang Melawan Narkoba di Den Haag
Presiden Rodrigo Duterte akan membela kebijakan perang melawan narkobanya yang kini tengah diselidiki jaksa Pengadilan Pidana Internasional. Langkah ini ia sampaikan tak lama setelah dia menyatakan mundur dari politik.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
MANILA, SELASA — Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan bahwa dirinya akan mempersiapkan pembelaan diri di Pengadilan Pidana Internasional. Ini berkaitan dengan dugaan kejahataan kemanusiaan dalam kebijakan perang terhadap narkoba yang dicanangkannya. Sebelumnya, ia sempat menolak rencana penyelidikan oleh jaksa Pengadilan Pidana Internasional.
”Saya akan mempersiapkan pembelaan saya di ICC (international criminal court),” kata Duterte dalam rekaman video pidato yang dirilis pada Senin (4/10). Hal ini sekaligus merupakan komentar publik pertamanya tentang penyelidikan tersebut.
Dia mengingatkan agar jaksa dan tim penyidik berpegang pada data fakta lapangan dan tidak mengada-ada dalam proses penyelidikannya. ”Tetap berpegang pada fakta karena ada catatannya. Saya tidak mengancam Anda. Jangan menipu saya dengan bukti,” kata Duterte dalam pidatonya.
Pembelaan Duterte atas kebijakannya pernah disampaikan pada saat berpidato di depan Sidang Majelis Umum PBB, September 2021. Saat itu, dia mengatakan, pemerintahannya telah meminta aparat hukum untuk melakukan penyelidikan atas dugaan kemungkinan pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing) saat perang melawan narkoba itu berlangsung.
Warga Filipina membawa sejumlah poster kala memprotes kebijakan perang antinarkoba yang dilakukan Pemerintah Filipina di bawah kendali Presiden Rodrigo Duterte di Quezon City, Senin (23/7/2018). Pemerintah dilaporkan menangkapi ribuan warga miskin dari jalanan negeri itu untuk program antitindak kejahatan. Duterte menjanjikan bahwa para pihak yang sewenang-wenang membunuh akan dimintai pertanggungjawaban. Tahun 2018, tiga perwira kepolisian Filipina dijatuhi hukuman hingga 40 tahun penjara atas pembunuhan Kian Delos Santos, remaja berusia 17 tahun (Kompas.id, 22 September 2021).
Duterte berulang kali menolak tudingan ICC soal kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan pemerintah dan kepolisian Filipinia. Dia juga bersikeras bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi di Filipina. Bahkan, dia menarik Manila keluar dari ICC setelah lembaga itu meluncurkan penyelidikan awal. Namun, lembaga internasional yang berbasis di Den Haag, Belanda, itu menyatakan, ICC memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan saat Filipina masih menjadi anggota.
Duterte berulang kali mengatakan tidak ada kebijakan resmi untuk membunuh pencandu dan pengedar narkoba secara ilegal. Dia membela tindakan polisi dengan alasan nyawa para petugas itu dalam bahaya jika tidak melakukan pembelaan diri. Dia juga menyatakan akan melindungi setiap petugas yang ikut serta dalam perang melawan narkoba, selama yang bersangkutan mematuhi protokol dan hukum yang berlaku.
”Tanggung jawab pada saya, bukan pada Anda (polisi). Saya akan menjawabnya dan jika seseorang harus masuk penjara, sayalah yang akan masuk penjara,” kata Duterte.
Mengutip laman Philstar yang diunggah pada 6 Maret 2019, kepolisian Filipina menyebut total kematian yang terkait kebijakan perang melawan narkoba di bawah pemerintahan Duterte mencapai 29.000 jiwa. Angka ini lebih besar daripada perkiraan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Filipina, yakni sekitar 27.000 jiwa.
Menteri Kehakiman Filipina Menardo Guevarra, Minggu (3/10), mengatakan, mereka tengah meninjau 52 operasi antinarkoba yang dilakukan oleh kepolisian. Identifikasi sejauh ini, sekitar 154 polisi kemungkinan mempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang dilakukannya.
”Kasus-kasus itu akan diselidiki lebih lanjut dan tuntutan pidana diajukan jika dijamin oleh bukti,” kata Guevarra. (AFP)