Kelompok pelobi Yahudi menggelar konferensi mendukung Israel di Kurdistan, daerah otonom di Irak. Kini, para peserta konferensi menjadi buron aparat dan milisi Irak.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
BAGHDAD, KAMIS — Pemerintah Irak memburu 312 orang yang menghadiri Konferensi di Arbil, Kurdistan pada Jumat (24/9/2021). Mereka dituding menggelar kegiatan ilegal dan menghasut pemberontakan.
Media Amerika Serikat, The New York Times, dalam laporan pada Kamis (30/9/2021) menyebut konferensi itu menganjurkan pemulihan hubungan Irak dengan Israel. Anjuran itu memicu kemarahan di Irak. Sejumlah pejabat keamanan Irak menyebut, konferensi itu dihadiri 312 orang. Mereka tengah diidentifikasi dan akan segera ditangkap.
Sejauh ini, pengadilan di Baghdad telah memerintahkan penangkapan kepada Wissam al-Hardan, Sahar Al-Ta’I, dan Mithal al-Alousi. Al Hardan merupakan salah satu pemimpin Gerakan Anak Kebangkitan Irak atau Sahwa. Sementara Al-Ta’i bekerja di Kementerian Kebudayaan Irak dan Al-Alousi menjadi anggota parlemen Irak. Al-Alousi dikenal kerap menganjurkan pemulihan hubungan Irak-Israel. Meski demikian, ia tidak hadir di konferensi Arbil.
Otoritas Daerah Otonom Kurdistan mengaku tidak tahu soal konferensi itu. Meski demikian, sejumlah pihak menyebut bahwa para pembicara dan peserta konferensi Arbil kini bersembunyi di Kurdistan.
Sejak konferensi itu, Al-Hardan masih berada di Kurdistan. Ia menegaskan tidak bisa berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris. Ia juga menyebut pendapatnya disalahpahami.
Dalam konferensi itu, ia mengaku menganjurkan agar Baghdad memulihkan hubungan dengan orang-orang Yahudi yang terusir dari negara itu. Kala Israel didirikan pada 1948, ribuan Yahudi Irak diusir dan diminta ke Israel jika mendukung negara baru itu. Al-Hardan menyangkal telah menganjurkan pemulihan hubungan Irak-Israel.
Salah satu yang diusir adalah keluarga Joseph Braude. Pada 2019, Braude mendirikan Center for Peace Communications. Di New York. Tujuan CPC adalah menghapus anti-Semit dan menumbuhkan kondisi yang mendukung hubungan dengan Israel. CPC, menurut The New York Times, menjadi penyelenggara konferensi Arbil.
Pada hari konferensi, Wall Street Journal menerbitkan artikel ”Iraq Should Join the Abraham Accords” atas nama Al-Hardan. Lewat pengakuan tidak bisa berbahasa Inggris apalagi menulis dalam bahasa itu, Al-Hardan menyangkal telah menulis artikel tersebut.
Braude mengakui menulis artikel itu dan Al-Hardan dinyatakan tahu soal itu. Sementara Direktur Komunikasi WSJ, Steve Severinghaus, menyebut bahwa lembaganya kadang menggunakan perantara jika penulis tidak berbahasa Inggris. ”Kami diberi tahu bahwa Pak Hardan menandatangani naskahnya,” katanya kepada NYT.
Terkecoh
Al-Hardan mengaku terkecoh oleh penyelenggara konferensi. Panitia memberi tahunya bahwa konferensi itu mengajak menganjurkan toleransi dan persahabatan di antara warga Irak demi pemulihan selepas perang serta menjelang pemilu.
”Saya membaca komunike tanpa mengetahui isinya. Saya terkejut lembaga zionis dan normalisasi dengan mereka disebutkan (dalam komunike). Dengan ini, saya menyangkal isi komunike dan memohon maaf kepada warga negara saya, suku saya. Saya memohon maaf kepada seluruh warga Palestina, Arab, dan dunia Islam,” ujarnya.
Presiden Irak Barham Salih mengecam konferensi yang disebutnya ilegal itu. Ia menyebut para pembicara dan peserta konferensi berusaha memicu kerusuhan. ”Pertemuan itu tidak mewakili Irak. Hanya kepentingan orang yang menghadiri,” ujarnya.
Sementara Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi mengatakan, wacana pemulihan hubungan dengan Israel tertolak secara konstitusional dan politik di Irak. Seperti Salih, ia menegaskan konferensi itu tidak mewakili aspirasi bangsa Irak. Bangsa Irak tetap mendukung kemerdekaan penuh Palestina dengan ibu kota Jerusalem Timur.
Tokoh Irak Muqtada al-Sadr mendesak pemerintah daerah otonom Kurdistan menangkap seluruh orang di konferensi Arbil. Jika tidak, ia akan mengerahkan milisinya menangkap para hadirin di konferensi itu.
Para milisi telah menyebar di sekitar Kurdistan untuk memburu pada peserta dan pembicara konferensi. Perburuan tidak hanya dilakukan milisi Syiah, melainkan juga oleh milisi Sunni. Bahkan, Sahwa telah mencopot Al-Hardan dari kursi kepemimpinan.
Padahal, Al-Hardan mendirikan Sahwa beberapa tahun lalu untuk melawan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). ”Dulu, kami diancam dan diburu NIIS. Kini, semua orang memburu kami,” kata Ali al-Hardan, anak Wissam al-Hardan.
Sampai sekarang, Pemerintah Daerah Otonom Kurdistan belum mengeluarkan sikap resmi. Kurdistan mendapat dukungan Israel kala daerah itu dibentuk pada 2017. Israel menjadi salah satu pembeli utama minyak Kurdistan. (AFP)