Ada perencanaan dan pelaksanaan atas rencana itu yang buruk di pemerintahan Biden. Hal ini antara lain karena pemerintahan Biden kekurangan banyak pejabat.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
Ketika dilantik menggantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dinilai oleh banyak kalangan lebih berkompeten. Namun, Afghanistan dan AUKUS menunjukkan hal berbeda dari anggapan beberapa bulan lalu itu.
Dalam laporan CNN pada Sabtu (25/9/2021) disebutkan, sejumlah pejabat pemerintahan Biden sebelum AUKUS diumumkan sudah menduga Perancis akan marah pada aliansi tersebut. Sebab, aliansi militer yang dibentuk AS bersama Australia dan Inggris itu membuat Perancis kehilangan kontrak miliaran dollar AS. Ternyata, kemarahan Paris di luar dugaan.
Untuk pertama kalinya setelah Paris-Washington bersekutu selama lebih dari dua abad, Perancis menarik duta besarnya dari AS. Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian sampai menyamakan Biden dengan Trump. Menurut Le Drian, hanya Trump yang mungkin melakukan apa yang dilakukan AS terhadap Perancis. Di Perancis, disamakan dengan Trump merupakan salah satu penghinaan.
Bagi Paris, AUKUS bukan hanya soal kehilangan kontrak pengadaan kapal selam bernilai puluhan miliar dollar AS. AUKUS tidak menganggap keberadaan Paris. Padahal, Perancis adalah satu-satunya negara Uni Eropa yang punya wilayah di Pasifik.
Sementara anggota UE lainnya khawatir AS akan dengan mudah menelikung kontrak-kontrak yang dibuat UE dengan pihak lain. Kekhawatiran itu, antara lain, diungkap Ketua Komisi Perdagangan Parlemen Eropa dari Jerman Bernd Lange. Ia menyebut, tidak ada jaminan perusahaan Eropa tidak akan kehilangan kontrak seperti dialami Naval Group dari Perancis dalam kontrak kapal selam dengan Australia.
Sebelum AUKUS, Eropa dan sekutu serta mitra AS lainnya sudah marah gara-gara vaksin Covid-19 dan Afghanistan. Saat banyak negara kesulitan mendapat vaksin Covid-19, AS melarang ekspor vaksin dan bahan baku vaksin. Selanjutnya di Afghanistan, para sekutu AS kalang kabut karena Washington menarik tentaranya dengan cepat.
Direktur Kajian Keamanan Internasional pada Lowy Institute Australia Sam Roggeveen menyebutkan bahwa keputusan Washington di Afghanistan membuat sekutu dan mitra AS bertanya: kapan AS akan meninggalkan mereka? Kondisi itu bisa saja terjadi sewaktu-waktu jika para sekutu dan mitra dianggap sudah tidak sesuai dengan kepentingan AS.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel sampai bertanya maksud ”Amerika kembali” seperti digaungkan Biden. Setelah Afghanistan dan AUKUS, Eropa tidak tahu Amerika kembali ke mana. Sebab, Brussels tidak merasa jika AS telah kembali kepada sekutunya.
Kekurangan pejabat
Kepada CNN, sejumlah diplomat menyebut ada perencanaan dan pelaksanaan yang buruk di pemerintahan Biden. Hal itu, antara lain, karena pemerintahan Biden kekurangan banyak pejabat. Sampai sekarang, masih ada puluhan calon pejabat menanti persetujuan parlemen. Akibatnya, pemerintahan Biden kekurangan orang yang bisa menimbang risiko dengan layak.
Kekurangan tersebut, antara lain, terlihat dari ketiadaan duta besar AS di sejumlah negara, termasuk di mitra aliansinya. Di Indo-Pasifik, AS membentuk Quad bersama Australia, India, dan Jepang. Calon duta besar untuk tiga negara itu sampai sekarang masih menunggu persetujuan parlemen. Calon duta besar AS untuk Jerman dan Perancis, dua negara terpenting Uni Eropa, juga masih menunggu persetujuan parlemen. Demikian pula duta besar untuk ASEAN, Singapura, dan Thailand.
Bukan hanya duta besar, AS juga kekurangan orang di lembaga-lembaga yang menentukan kebijakan luar negerinya. Selain di Departemen Luar Negeri, kekurangan juga terasa di Dewan Keamanan Nasional (NSC), salah satu lembaga yang menentukan arah politik luar negeri AS. NSC kekurangan orang yang punya insting politik terkait hubungan antarbangsa. Padahal, di lembaga itu banyak pejabat karier dengan kemampuan bagus.
Selain kekurangan orang, pemerintahan Biden kekurangan koordinasi. Bahkan, sejumlah diplomat tidak yakin, bagian NSC yang mengurusi Asia berkoordinasi dengan bagian NSC yang mengurusi Eropa. Bagian Asia di NSC banyak terlibat dalam AUKUS.
Sejumlah diplomat menduga kondisi itu ikut berkontribusi pada sejumlah kecerobohan diplomatik yang ditunjukkan pemerintahan Biden beberapa waktu terakhir. Biden perlu membenahi kekurangan tersebut agar tidak ada kecerobohan-kecerobohan lain yang membuat para mitra dan sekutu AS semakin meragukan negara itu. Pembenahan ini akan menentukan apakah pemerintahan Biden memang lebih berkompeten atau tidak daripada pendahulunya. (AFP/REUTERS)