Setelah Diancam Xi, Taiwan Butuh Senjata Jarak Jauh untuk Hadang China
Saat ini, Taiwan membutuhkan senjata jarak jauh dan berpresisi tinggi untuk mencegah ancaman besar dari China daratan.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
TAIPEI, SENIN — Pemerintah Taiwan menyatakan siap menghadapi tekanan dan bahkan kekuatan militer yang mungkin dilakukan China terhadap kedaulatan mereka. Saat ini, Taiwan membutuhkan senjata jarak jauh dan berpresisi tinggi untuk mencegah ”ancaman besar” dari China daratan.
Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng, Senin (27/9/2021), di Taipei, mengatakan hal itu sehari setelah Presiden China Xi Jinping mengeluarkan ancaman untuk penyatuan kembali Taiwan. Xi mengatakan bahwa perebutan Taiwan adalah upaya yang ”tak terelakkan”.
Saat berbicara kepada parlemen di Taipei, Chiu mengatakan bahwa Taiwan membutuhkan senjata jarak jauh dan akurat untuk mencegah ancaman China. Taiwan, katanya, sangat memerlukan persenjataan yang canggih untuk menunjukkan bahwa rakyat Taiwan sanggup membela diri.
Taiwan pada bulan ini telah mengusulkan anggaran pertahanan ekstra hampir 9 miliar dollar AS untuk lima tahun ke depan, termasuk pengadaan rudal canggih. Tidak disebutkan bagaimana Taipei mendapatkannya, tetapi beberapa waktu lalu Taiwan meminta AS menyediakannya.
Taipei memperingatkan soal kebutuhan mendesak untuk meningkatkan persenjataan dalam menghadapi ancaman besar dari China. Beijing mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, yang disebut ”provinsi pembangkang”.
”Pengembangan persenjataan harus meliputi senjata jarak jauh, tepat sasaran, dan bergerak (mobile) sehingga musuh bisa merasakan kita siap segera setelah mereka mengirim pasukannya,” kata Chiu.
Penyatuan negara
Sehari sebelumnya, Minggu (26/9/2021), Presiden China Xi Jinping memperingatkan bahwa hubungan antara Beijing dan Taipei kian suram. Dia mendesak partai oposisi utama Taiwan untuk membantu upaya ”penyatuan negara”.
China memandang Taiwan yang demokratis dengan pemerintahan sendiri sebagai bagian dari wilayahnya. Beijing bersumpah untuk merebutnya kembali suatu hari nanti, jika perlu dengan kekuatan senjata. Xi menggambarkan perebutan pulau itu sebagai ”tak terelakkan”.
Dalam surat ucapan selamat kepada Eric Chu, Ketua Partai Kuomintang (KMT) yang bersahabat dengan Beijing, Xi mengatakan, Partai Komunis China (PKC) dan KMT harus berkolaborasi di bawah ”dasar politik bersama”.
”Di masa lalu, kedua pihak berpegang teguh pada ’konsensus 1992’ dan menentang ’kemerdekaan Taiwan’ untuk mempromosikan perdamaian dalam hubungan lintas selat,” kata Xi dalam surat yang dirilis KMT.
”Saat ini, situasi di Selat Taiwan rumit dan suram,” katanya. Xi mendesak kedua pihak untuk bersama-sama mencari perdamaian dan ”penyatuan negara”.
Hubungan antara Taiwan dan China meningkat tajam di bawah mantan Ketua KMT Ma Ying-jeou antara 2008 dan 2016, yang berpuncak pada pertemuan penting antara Xi dan Ma di Singapura pada 2015. Pertemuan itu dikecam Taipei.
Fasilitas kunci
Dalam satu laporan tertulis kepada parlemen, Kementerian Pertahanan Taiwan juga menyebutkan bahwa rudal jarak menengah dan jarak jauh telah digunakan dalam latihan pencegatan di fasilitas kunci di lepas pantai Taiwan tenggara.
Chiu menolak memberikan keterangan lebih detail kepada wartawan tentang seberapa jauh jangkauan rudal Taiwan itu. Informasi ini selalu dirahasiakan oleh Taipei.
Seperti terlihat dalam laporan tahunannya tentang militer China, Taiwan juga semakin menyadari adanya ancaman besar yang mungkin muncul dari China. Taiwan merasa bahwa China juga bisa melumpuhkan pertahanan Taiwan secara luas.
Chiu mengatakan, penting bahwa orang Taiwan menyadari bahaya yang mereka hadapi. Ditanya apa yang akan diserang China pertama kali jika terjadi perang, Chiu menjawab bahwa itu adalah kemampuan komando dan komunikasi Taiwan.
”Dalam hal ini, kemampuan Komunis China meningkat pesat. Mereka dapat mengganggu sistem komando, kontrol, komunikasi, dan intelijen kami, misalnya dengan stasiun radar tetap pasti diserang terlebih dahulu,” katanya. ”Jadi, kita harus selalu bergerak, sembunyi-sembunyi dan bisa berganti posisi.”
Presiden Tsai Ing-wen telah menempatkan faktor penguatan dan modernisasi pertahanan sebagai prioritas untuk menjadikan Taiwan seperti ”landak” yang sulit diserang. Taiwan mengeluh selama berbulan-bulan akibat peningkatan aktivitas militer China yang selalu berulang di dekat wiilayahnya, termasuk jet tempur yang memasuki zona pertahanan udara Taiwan.
China telah meningkatkan upaya memaksa Taiwan untuk menerima kedaulatan China. Namun, kebanyakan warga Taiwan, yang telah diperintah secara demokratis, tidak menunjukkan keinginan untuk diperintah Beijing yang otokratis.
Beberapa waktu lalu, Taiwan mengatakan bahwa mereka berupaya mendapatkan rudal jelajah jarak jauh yang diluncurkan dari udara dari Amerika Serikat. Taiwan terus memperkuat pasukan dan sistem persenjataan karena meningkatnya tekanan dari China. Taipei meminta Washington menyediakan senjata yang lebih canggih untuk penguatan pertahanannya. (REUTERS/AFP)