Di Bawah UU Keamanan Nasional, Guru di Hong Kong Memilih Hengkang
Banyak guru di Hong Kong memilih berhenti mengajar dan hengkang dari kampung halaman mereka. Penerapan UU Keamanan Nasional membuat mereka tak bisa mengajarkan pemikiran kritis.
Saat mengajar untuk terakhir kalinya di hadapan murid-muridnya di sebuah sekolah di Hong Kong, Fong (45) memperlihatkan kaligrafi yang dibuat mendiang aktivis demokrasi Szeto Wah. Kaligrafi itu bertuliskan: ”Pilih jalan yang benar dan patuhi”.
Beberapa hari kemudian, Fong terbang ke Inggris. Beremigrasi.
Fong adalah satu dari banyak guru yang telah meninggalkan Hong Kong sebelum tahun ajaran baru dimulai pada September. Beberapa orang mengatakan, mereka kecewa dan terancam oleh sikap otoriter yang diambil Pemerintah Hong Kong sejak Beijing memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional yang keras pada Juni 2020.
Di hadapan manajemen sekolah, Fong mengaku tidak bisa mengkhianati jalan hidup dan ideologi yang sudah tertanam dalam dirinya. ”Pada hari saya mengundurkan diri, saya memberi tahu sekolah: Jika suatu hari beberapa siswa di lantai bawah meneriakkan slogan-slogan, saya harus memanggil polisi untuk menangkap siswa saya sendiri (karena tekanan penguasa dan aparat keamanan). Saya tidak bisa melakukan itu,” kata Fong.
Memilih hengkang
Beberapa kepala sekolah mengakui kalau banyak guru yang hengkang. Jumlahnya dua kali lipat dari tingkat normal. Dampaknya, sekolah berebut guru baru untuk mengisi posisi yang ditinggalkan.
Ketua Dewan Sekolah Skema Subsidi Langsung Hong Kong Dion Chen mengatakan, banyak sekolah melaporkan lima hingga enam gurunya hengkang dalam satu waktu tertentu. Bahkan, ada juga yang melaporkan 15-20 guru sekaligus memilih mundur dari pekerjaannya. Angka ini jelas lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Namun, menurut Chen, tidak semua guru yang mengundurkan diri hengkang dari Hong Kong. Hanya saja, kepergian guru-guru itu telah memicu efek ”kursi musik” dari guru yang berganti pekerjaan.
Baca juga: Hong Kong Bungkam Suara Aktivis Prodemokrasi
Tai Tak Ching, yang baru pensiun sebagai Ketua Konferensi Kepala Sekolah Distrik Wan Chai, pada Agustus lalu memperkirakan lima hingga tujuh guru mundur dari posisinya di setiap sekolah. Sebelum UU Keamanan Nasional berlaku, pengunduran diri guru hanya berkisar 2-3 orang saja selama beberapa tahun terakhir.
Wakil Ketua Dewan Kepala SD Hong Kong Aided Polly Chan mengatakan, empat guru di SD Katolik Yaumati yang terletak di Jalan Hoi Wang beremigrasi. Kondisi itu membuat dia harus mengganti total sekitar 10 guru selama musim panas ini.
Chan mengatakan, selain karena pandemi, pergantian itu terjadi karena gangguan sosial dan ditambah alasan politik. Dalam pandangannya, emigrasi adalah faktor penting banyaknya guru yang hengkang dari sekolah-sekolah di Hong Kong.
Cerita Samuel Cheng dari United Christian College di Kowloon East juga serupa. Dia harus mencari pengganti bagi 14 pengajar yang mundur: sembilan beremigrasi, empat pindah sekolah dan satu pensiun. Sebagian dari mereka, menurut Cheng, telah mengajar setidaknya 15 tahun.
Baca juga: Beijing Kaji Loyalitas Wakil Rakyat Hong Kong Lewat Tes Kebangsaan
Yang membuatnya sulit saat ini adalah beberapa pengganti mereka tidak memiliki ijazah pascasarjana yang diperlukan untuk memenuhi syarat administrasi sebagai guru. Untuk sementara waktu, Cheng meminta seorang guru yang pensiun untuk aktif kembali di sekolah, membimbing salah satu guru baru. Selain itu, manajemen sekolah juga menyewa perusahaan eksternal asal Jepang untuk membantu guru baru.
Hal ini diakuinya sebagai beban ekstra dan kemungkinan bisa berlangsung selama beberapa tahun ke depan.
”Sektor pendidikan terpukul karena orang-orang yang berpengalaman pergi berbondong-bondong,” kata mantan Presiden Persatuan Guru Profesional (PTU) Fung Wai-wah, sebelum serikat pekerja dibubarkan.
Pada Juli lalu, Asosiasi Kepala Sekolah Menengah Hong Kong (HKAHSS) telah memperingatkan pemerintah bahwa kondisi itu akan menyebabkan ”brain-drain” dan berujung pada menurunnya kualitas pendidikan. Sekitar 700.000 murid bersekolah di 1.000 atau lebih sekolah dasar dan menengah di Hong Kong.
Cheng mengatakan, lingungan pendidikan dan suasana sekelilingnya berubah dalam dua tahun terakhir. Warga, termasuk murid sekolah, terguncang karena teman dan kolega mereka pergi. ”Saya harus membantu mereka menenangkan diri secara emosional. Saya harus menstabilkan situasi sekolah,” kata Cheng.
Persatuan Guru Profesional (PTU), yang merupakan serikat terbesar di Hong Kong sebelum dibubarkan bulan ini, mengatakan pada Mei lalu bahwa 40 persen guru yang disurvei ingin meninggalkan sektor pendidikan. Di bawah tekanan dari pihak berwenang, PTU resmi dibubarkan awal bulan ini. Pemerintah Hong Kong telah memutuskan hubungan dengan 95.000 serikat pekerja, yang oleh media pemerintah China digambarkan sebagai ”tumor beracun”.
Baca juga: Solidaritas Diaspora untuk Pencari Suaka dari Hong Kong
Biro Pendidikan (Education Bureau atau EDB) Hong Kong membantah bahwa kepergian para guru disebabkan penerapan UU Keamanan Nasional dan penerapannya tidak memengaruhi kualitas pengajaran. EDB, dalam pernyataannya, mengatakan, guru mungkin berhenti untuk mengejar pekerjaan lain atau studi lain atau alasan pribadi. EDB menolak membahas mengenai brain drain.
Kepergian guru adalah sebuah hal yang biasa. EDB mengatakan, sekitar 4-5 persen guru sekolah dasar dan sekolah menengah mundur dari pekerjaannya selama empat tahun terakhir.
”Tuduhan yang dilontarkan guru-guru yang disebut pindah itu benar-benar bias dan tidak berdasar pada bukti. Secara inheren, hal ini menyesatkan dan bias secara statistik untuk menganggap pandangan dari masing-masing guru ini sebagai perwakilan dari profesional pendidikan pada umumnya,” kata EDB dalam pernyataannya.
Mengubah kurikulum
Sistem pendidikan menjadi target utama Pemerintah China untuk ”mereformasi” generasi muda Hong Kong pascademonstrasi prodemokrasi 2019. Beijing merasa hal itu diperlukan karena 20 persen dari 10.000 demonstran yang ditangkap selama demonstrasi adalah pelajar. Sebanyak 100 guru dan staf sekolah juga ditangkap dalam aksi yang berlangsung hampir sepanjang tahun itu.
Untuk mengegolkan rencana itu, Februari lalu Pemerintah Hong Kong memperkenalkan pedoman kurikulum baru yang memastikan anak usia enam tahun mengenal dan belajar lebih dalam tentang China, termasuk di dalamnya isi UU Keamanan Nasional. Tujuannya adalah mengenalkan lebih dini bahwa tindakan apa pun yang dianggap Beijing atau Partai Komunis China sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme, bahkan kolusi dengan pemerintah dan kelompok asing, bisa dijatuhi hukuman berat.
Baca juga: Ingatan Demokrasi di Hong Kong Perlahan Mulai Dihapus
Tak hanya itu, EDB juga menghilangkan subyek studi pemikiran liberal yang diperkenalkan tahun 2009 untuk meningkatkan keterlibatan sosial dan mengembangkan pemikiran kritis. Studi itu diganti dengan modul kecil tentang kewarganegaraan dan pembangunan sosial yang berfokus pada patriotisme.
Peristiwa-peristiwa prodemokrasi, termasuk peristiwa Lapangan Tiananmen Beijing 1989 serta protes Gerakan Payung 2014, dihapus dari buku teks pengajaran. Beberapa peristiwa lain yang memperlihatkan gerakan prodemokrasi di Hong Kong juga telah dihapus.
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam tahun lalu menyebut, guru yang diibaratkan sebagai apel buruk perlu dikeluarkan dari sistem pendidikan.
EDB kepada Reuters mencoba menunjukkan bahwa mereka tidak serta-merta mengeluarkan guru-guru yang dinilai bermasalah, tetapi lebih karena ada aduan dari masyarakat. EDB mengatakan sepanjang tahun 2019-2020, mereka menerima 269 pengaduan pelanggaran guru. Namun, tidak ada rincian pelanggaran yang dimaksud para pelapor. EDB juga tidak memberikan penjelasan.
Grace Kwok (33), guru musik, memilih hijrah ke Inggris pada Januari lalu. Kepada Reuters, dia mengatakan, beberapa orangtua mengeluh kepada kepala sekolah setelah dirinya memberikan informasi bahwa Tian Han, penulis lirik lagu kebangsaan China ”March of The Volunteers”, mati dipenjara selama masa Revolusi Kebudayaan 1960-an, saat China diperintah Mao Zedong.
”Saya tidak ingin mengajarkan nilai-nilai yang tidak saya yakini kepada murid-murid saya. Saya tidak ingin berada dalam bahaya,” kata Kwok. (Reuters)