Perang Saudara Memperburuk Masa Depan Myanmar
Hanya kurang dari sepekan kondisi Myanmar telah bergolak dalam suasana perang saudara yang memanas. Duwa Lashi La mengumumkan ajakan perang melawan militer Myanmar lewat video yang disiarkan melalui akun media sosial.
”Hari ini, 7 September 2021, kami mendeklarasikan perang warga melawan junta militer,” ujar Duwa Lashi La, pejabat presiden pada Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) Myanmar.
Kesepakatan gencatan senjata yang disetujui militer Myanmar, Tatmadaw, beberapa hari sebelumnya pun langsung kandas. Persetujuan itu disampaikan Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof.
Menjelang akhir pekan kemarin, sedikitnya 20 orang tewas dalam serangan Tatmadaw di Myanmar bagian tengah. Pertempuran pecah pada Kamis (9/9/2021) di dekat kota Gangaw di Magway, yang terletak di pinggir Sungai Irrawady. Sebanyak 100 tentara Tatmadaw tiba dengan empat kendaraan militer dalam operasi yang disebut sebagai pengamanan daerah di Myin Thar dan lima desa terdekat lainnya. Anggota milisi bela diri desa setempat yang bersenjata ringan sempat melepaskan tembakan peringatan. Namun, tentara-tentara dengan cepat merangsek ke daerah itu dan bentrokan pun terjadi.
Media Myanmar dan sejumlah saksi menyebutkan, korban berjatuhan di kalangan milisi lokal dan penduduk desa. ”Mereka menembakkan artileri, mereka membakar rumah-rumah di desa kami,” kata seorang warga berusia 42 tahun. Tiga anak, termasuk putranya yang berusia 17 tahun dan merupakan salah satu anggota milisi setempat, menjadi korban tewas.
Baca Juga: Perang Saudara Myanmar Masuki Babak Baru
”Saya kehilangan semua yang saya miliki. Saya tidak akan memaafkan mereka sampai akhir dunia,” lanjut warga itu, sebagaimana dikutip Reuters. Pertempuran itu juga dikonfirmasi BBC dan media Irrawaddy. Irrawaddy, antara lain, mengutip keterangan juru bicara militer Myanmar, Zaw Min Tun, soal kebenaran pertempuran itu.
Hanya kurang dari sepekan, kondisi Myanmar bergolak dalam suasana perang saudara yang memanas. Lashi La mengumumkan ajakan perang lewat video yang disiarkan melalui akun media sosialnya. Tidak diketahui kapan dan di mana video itu direkam. Lashi La, seperti banyak anggota NUG, yakni pemerintahan yang dibentuk oposisi untuk menandingi pemerintahan bentukan militer, juga bersembunyi.
”Dunia tahu Tatmadaw melakukan kejahatan perang dengan menduduki rumah, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah. (Mereka) mengancam dan membunuh warga, menjarah dan membakar desa,” katanya dalam rekaman video.
Buntu
Dalam kondisi saat ini, masa depan Myanmar terasa mentok dan buntu. Myanmar sedang menunggu keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dapat berperan dalam menentukan siapa yang memimpin negara itu di masa depan. Myanmar masih bergulat dengan dampak kudeta militer yang menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari 2021.
Dalam kondisi saat ini, masa depan Myanmar terasa buntu. Myanmar sedang menunggu keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dapat berperan dalam siapa yang memimpin negara itu di masa depan.
Pada sesi ke-76 Majelis Umum PBB pekan ini, Myanmar akan menjadi topik hangat. Komite Kredensial, yang terdiri dari sembilan negara, harus merekomendasikan sebuah entitas untuk menduduki kursi PBB di negara itu. Pilihan ada di tangan junta militer atau perwakilan dari pemerintahan sebelumnya.
Perkembangan di Myanmar sendiri tidak kunjung membaik. Sejak kudeta militer, warga telah berusaha menahan diri. Adapun Tatmadaw terus memburu warga dan para penentang kudeta. Asosiasi Pendampingan Tahanan Politik (AAPP) menyebutkan, sebanyak 1.046 orang dibunuh dan 7.866 orang ditangkap Tatmadaw sejak kudeta hingga 4 September 2021. AAPP juga mencatat, Tatmadaw masih memburu 1.984 orang. ”Saya yakin negara tetangga, ASEAN, dan komunitas internasional paham kami terpaksa melakukan ini dalam kondisi sekarang,” kata Lashi La.
Negara-negara anggota ASEAN, Asia, dan Barat telah mendesak semua pihak di Myanmar untuk menahan diri dari kekerasan. Negara-negara itu juga mendesak agar bantuan kemanusiaan diizinkan dan dapat masuk ke Myanmar. ”Semua pihak harus mementingkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas pertama,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, ketika dihubungi Sabtu (11/9).
Faizasyah menegaskan, pernyataan Kemlu RI yang telah dikeluarkan beberapa saat setelah muncul seruan oposisi Myanmar untuk melawan Tatmadaw lewat jalur perang. Dalam pernyataan itu, Kemlu menyatakan bantuan kemanusiaan sangat penting untuk segera disampaikan ke rakyat Myanmar. ASEAN sedang melakukan persiapan terakhir pemberian bantuan kemanusiaan itu. ”Bantuan kemanusiaan ini tidak akan dapat dijalankan jika tidak ada situasi yang mendukung, yaitu tidak adanya konflik terbuka di antara para pihak,” kata Faizasyah.
Baca Juga: Harapan Damai di Myanmar
Richard Horsey, pakar Myanmar di International Crisis Group, mengatakan, deklarasi NUG mendapat dukungan kuat di media sosial Myanmar. Namun, dia mengatakan tidak jelas apakah pasukan oposisi memiliki kapasitas untuk meningkatkan perang melawan militer Myanmar yang dipersenjatai dengan baik. Bahkan terbuka kemungkinan deklarasi perang NUG menjadi bumerang karena mempersulit beberapa negara untuk mendukungnya.
Duta Besar Inggris untuk Myanmar Pete Vowles, melalui akun Facebook, mengecam keras kudeta dan apa yang disebutnya sebagai kebrutalan oleh junta dan mendesak ”semua pihak untuk terlibat dalam dialog”.
Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mencatat deklarasi perang NUG sebagai bagian dari pertahanan rakyat, tetapi menyerukan perdamaian agar memungkinkan untuk pengiriman bantuan dan obat-obatan. ”AS tidak memaafkan kekerasan sebagai solusi untuk krisis saat ini,” kata juru bicara itu. Adapun China, yang memiliki kepentingan ekonomi yang cukup besar di Myanmar, memilih mengambil garis yang lebih lunak dalam mendorong stabilitas dan non-intervensi urusan dalam negeri Myanmar.
Chris Sidoti dari Dewan Penasihat Khusus untuk Myanmar, sebuah panel ahli internasional, mengatakan, NUG frustrasi oleh kebrutalan junta dan kelambanan masyarakat internasional. ”Kekerasan adalah penyebab penderitaan rakyat Myanmar dan itu bukan solusi. Kami berempati dengan NUG, tapi kami takut dengan apa yang akan terjadi akibat keputusan ini,” kata Sidoti.