Krisis Myanmar memasuki babak baru. Setelah perang sporadis, berbagai kelompok antijunta militer Myanmar berusaha untuk mengonsolidasikan diri dan menyerukan perang terhadap junta militer.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
NAYPYDAW, SELASA — Kubu oposisi Myanmar mengajak seluruh warga negara itu terlibat dalam perang melawan militer. Meski ajakan itu berpeluang memperluas perang saudara, Myanmar tidak dalam jalur menjadi Suriah atau Afghanistan di Asia Tenggara.
Pejabat presiden pada Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, Duwa Lashi La, mengumumkan ajakan perang lewat video yang disiarkan pada Selasa (7/9/2021) pagi melalui akun media sosialnya. Tidak diketahui kapan dan di mana video itu direkam. Seperti banyak anggota NUG, pemerintahan yang dibentuk oposisi untuk menandingi pemerintahan bentukan militer, Lashi La, juga bersembunyi.
”Hari ini, 7 September 2021, kami mendeklarasikan perang warga melawan junta militer,” ujarnya.
Pengumuman itu dikeluarkan beberapa hari setelah Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, mengungkap persetujuan militer untuk gencatan senjata. Militer Myanmar, Tatmadaw, setuju ada gencatan senjata sampai akhir 2021 agar pekerja kemanusiaan bisa masuk dan mengirimkan bantuan ke Myanmar.
”Dunia tahu Tatmadaw melakukan kejahatan perang dengan menduduki rumah, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah. Mengancam dan membunuh warga, menjarah dan membakar desa,” kata Lashi La dalam rekaman videonya.
Selama berbulan-bulan sejak kudeta 1 Februari 2021, warga dinyatakan telah berusaha menahan diri. Sementara Tatmadaw terus memburu warga dan para penentang kudeta. Asosiasi Pendampingan Tahanan Politik (AAPP) menyebut 1.046 orang dibunuh dan 7.866 lainnya ditangkap Tatmadaw sejak kudeta hingga 4 September 2021.
AAPP juga mencatat, Tatmadaw mencari 1.984 orang. ”Saya yakin negara tetangga, ASEAN, dan komunitas internasional paham kami terpaksa melakukan ini dalam kondisi sekarang,” kata Lashi La.
Ia mengajak pendukung Tatmadaw membelot. Sementara para pegawai yang masih bekerja di bawah Dewan Pemerintahan Negara (SAC), pemerintahan Myanmar versi Tatmadaw, diajak berhenti bekerja dan bergabung dengan NUG.
Perdana Menteri Myanmar versi NUG, Mahn Win Khaing Than, dan Menteri Pertahanan Myanmar versi NUG, Yee Mon, juga mengajak seluruh warga terlibat dalam perang itu. Mereka menyebutnya perang pertahanan diri. ”Revolusi dimulai hari ini. Saya mendesak semua orang terlibat demi membasmi kediktatoran militer yang menguasai negara kita bertahun-tahun,” kata Yee Mon.
Seorang pejabat Kementerian Pertahanan versi NUG menyebut, perang akan berubah dari gerilya ke perang terbuka. Keterlibatan warga akan ditingkatkan lewat perang terbuka itu. Kementerian Pertahanan tidak pernah menyebut berapa banyak milisi pada Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), sebutan pasukan NUG disebut. Tidak jelas pula bagaimana cara PDF bisa menghadapi Tatmadaw.
Dengan 400.000 tentara, Tatmadaw disebut-sebut sebagai salah satu dari 15 militer dengan tentara terbanyak. Tatmadaw juga rutin membeli aneka persenjataan dari Rusia, China, hingga Turki.
Analis keamanan pada Dragoman, Henry Storey, menyebut bahwa total jumlah milisi yang berseberangan dengan Tatmadaw tidak sampai 100.000 orang. Mereka terpecah dalam berbagai kelompok, seperti Kachin Independence Army (KIA), Karen National Union (KNU), United Wa State Army (UWSA), Ta’ang National Liberation Army (TNLA), Rakhine Arakan Army (AA), dan Kokang Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA). ”Sikap mereka berbeda soal Tatmadaw,” ujar analis pada lembaga penilai risiko di Australia itu.
Beberapa pekan sejak kudeta, sebenarnya telah hadir kelompok milisi baru untuk menentang junta. Sebagian disokong pemuda kota yang marah pada kekerasan junta. Dari kota, mereka melarikan diri ke pedalaman lalu ikut latihan perang bersama berbagai kelompok bersenjata suku-suku di Myanmar. KIA, KNU, dan Karenni Nationalities Defence Force (KNDF) adalah sebagian dari kelompok bersenjata berbasis suku yang melatih para pemuda tersebut.
Sebagian dari pemuda itu segera kembali ke kota dan terlibat dalam gerilya kota melawan Tatmadaw. Sebagian lagi lanjut latihan dan belakangan bergabung dengan PDF. ”Militer Myanmar perlu menyadari bahwa kini mereka menghadapi perang saudara jenis baru,” kata dosen kajian Myanmar pada Griffith University, Andrew Selth.
Sebelum kudeta, menurut Selth, Tatmadaw sudah puluhan tahun menghadapi milisi suku. Para kelompok milisi itu bergerak terpisah. Setelah kudeta Februari, mereka semakin terkoordinasi dan serangannya tidak lagi terjadi di pedesaan.
”Mungkin sulit menggulingkan Tatmadaw. Namun, perang-perang itu akan sangat merepotkan Tatmadaw. Para jenderal tahu itu sehingga berusaha memecah belah milisi suku lewat kesepakatan damai terpisah,” ujarnya.
Storey mengakui, perang saudara bisa meluas di Myanmar. Meski demikian, Myanmar tidak mempunyai faktor untuk menjadi seperti Suriah atau negara lain di Timur Tengah dan Afrika yang dilanda perang saudara tanpa henti.
Hingga 8 bulan sejak kudeta, perlawanan warga masih sporadis. Berbeda dengan Suriah yang dilanda protes nasional tanpa henti selama berbulan-bulan. Selanjutnya, Suriah dibanjiri milisi asing serta ada terlibatnya campur tangan negara lain. ”Elemen-elemen itu tidak ada Myanmar,” ujarnya.
Sementara itu, junta memasifkan perburuan terhadap orang-orang yang diduga menjadi anggota PDF. Para kader Liga Nasional Demokrasi (NLD), partai terbesar yang menjadi pesaing Tatmadaw, juga masuk daftar buruan Tatmadaw.
”Banyak yang ditangkap semata-mata karena masih muda, tanpa sama sekali terkait dengan NLD atau PDF,” kata kader NLD di Hlaing Tharyar, salah satu kota di Myanmar.
Perburuan orang-orang muda digencarkan sebagai cara Tatmadaw menghentikan minat para pemuda bergabung dengan NUG dan PDF. Meski demikian, minat para pemuda melawan Tatmadaw terus tumbuh. (AFP/REUTERS/RAZ)