Tanpa peran global, krisis multidimensi di Afghanistan akan membuat ekonomi ambruk. Angka kemiskinan di negara itu akan menggelembung, dari 72 persen pada tahun ini menjadi 97-98 persen pada tahun depan.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
NEW YORK, JUMAT — Bencana kemanusiaan yang sudah memburuk di Afghanistan saat ini bisa menyeret hampir seluruh populasinya ke ambang kemiskinan universal pada pertengahan 2022. Kondisi kemiskinan yang lebih buruk itu dapat dicegah jika ada upaya global untuk meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dan ekonomi mereka.
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menyatakan hal itu di New York, Amerika Serikat, Kamis (9/9/2021) waktu setempat. Menurut organisasi multilateral yang memberi dukungan teknis dan pembangunan di dunia itu, angka kemiskinan Afghanistan kini 72 persen. Angka kemiskinan itu bisa menjadi 97-98 persen pada pertengahan 2022 jika tidak ada langkah darurat.
Catatan yang semakin mengkhawatirkan adalah kemiskinan di Afghanistan yang sudah mayoritas dalam jumlah itu mengarah ke kemiskinan universal. Menurut Bank Dunia, kemiskinan universal adalah kondisi yang menunjukkan orang-orang bertahan hidup dengan hanya 1 dollar AS atau setara dengan Rp 14.500 per hari atau bahkan kurang.
Tingkat pendapatan seperti itu benar-benar hanya untuk bisa bertahan hidup untuk makan sekali sehari.
Afghanistan sekarang tengah menghadapi bencana kemanusiaan. Ini antara lain akibat ketidakstabilan politik, pembekuan cadangan devisa, dan ambruknya sistem keuangan publik.
Ada pula persoalan gejolak akibat transisi politik di tangan Taliban, kemarau atau kekeringan berkepanjangan, dampak Covid-19, dan musim dingin yang segera tiba.
”Masing-masing akan menimbulkan tantangan besar. Secara bersama-sama, mereka membentuk krisis yang menuntut tindakan segera,” kata Kanni Wignaraja, Direktur UNDP Asia Pasifik, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Wignaraja mengatakan, jatuhnya pemerintahan Afghanistan ke tangan Taliban membuat kemajuan ekonomi yang stabil selama 20 tahun terakhir dalam bahaya. ”Banyak sekali warga Afghanistan akan menghadapi kemiskinan universal pada pertengahan tahun depan,” katanya pada konferensi pers.
UNDP memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Afghanistan akan merosot tajam menjadi -3,6 persen hingga -13,2 persen pada 2022. Ini tergantung pada intensitas krisis dan cara dunia terlibat dengan Taliban. Sebelum Taliban berkuasa, pertumbuhan ekonomi Afghanistan diproyeksikan 4 persen.
Wignaraja menunjukkan adanya banyak kemajuan pembangunan setelah Taliban digulingkan dari kekuasaan pada periode 1996-2001. Pendapatan per kapita naik lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Harapan hidup bertambah sekitar sembilan tahun. Jumlah tahun sekolah meningkat dari enam menjadi 10 tahun.
Kemajuan lain adalah kesetaraan jender. Ratusan ribu anak perempuan bisa mendapatkan pendidikan setelah mereka dilarang sekolah di era 1996-2001. Bahkan ada banyak perempuan bisa menikmati pendidikan hingga universitas.
Abdallah al-Dardari, wakil UNDP di Afghanistan, mengatakan, pada saat kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan, penduduk Afghanistan sudah berada di ambang kehancuran secara ekonomi dan sosial. Menghadapi kemiskinan universal yang meningkat, hal terpenting adalah menyelamatkan mata pencarian, yang juga bisa menyelamatkan nyawa.
Dardari mengatakan, UNDP telah menyusun paket bagi masyarakat lokal untuk mendukung mata pencarian, pekerjaan bagi pria dan wanita muda, dan menjangkau rumah tangga penyandang disabilitas, serta warga usia lanjut di atas 65 tahun.
UNDP juga ingin memberdayakan 65.000 usaha milik perempuan serta membantu agar satu juta pria dan wanita muda mendapatkan pekerjaan.
”Semua upaya itu akan dapat menjangkau sekitar 9 juta warga Afghanistan,” kata Dardari dalam pertemuan daring dari Istanbul.
PBB juga memperingatkan bahwa pembekuan miliaran dollar AS aset Afghanistan menjadi masalah besar. Langkah yang awalnya ditujukan agar aset tidak jatuh ke tangan Taliban itu akan memicu kemerosotan ekonomi yang parah dan dapat mendorong jutaan warga Afghanistan ke dalam kemiskinan dan kelaparan.
Utusan Khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, mengatakan, perlu dicari cara yang cepat agar uang mengalir ke negara itu. Hal itu perlu untuk mencegah kehancuran total ekonomi dan tatanan sosial. Namun, perlu ada pengamanan ketat untuk memastikan uang tidak disalahgunakan Taliban.
Perlu ada pengamanan ketat untuk memastikan uang tidak disalahgunakan Taliban.
Sebagian besar aset bank sentral Afghanistan senilai 10 miliar dollar AS disimpan di luar negeri, terutama di AS. Departemen Keuangan AS mengatakan tidak akan mengurangi sanksi terhadap Taliban atau melonggarkan pembatasan akses kelompok itu ke sistem keuangan global.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memblokir Taliban untuk mengakses sekitar 450 juta dollar AS untuk cadangan darurat baru. ”Taliban mencari legitimasi dan dukungan internasional. Pesan kami sederhana: legitimasi dan dukungan apa pun harus diusahakan,” kata diplomat senior AS, Jeffrey DeLaurentis, kepada Dewan Keamanan PBB.
UNDP menyatakan, cadangan devisa Afghanistan sekarang hanya mencakup satu minggu impor. ”Anggaran Anda terguncang. Cadangan Anda terguncang. Jika cadangan Anda sebesar 9 miliar dollar AS benar-benar dibekukan, perdagangan Anda terguncang. Anda mengalami gangguan dalam perdagangan domestik dan internasional,” kata Dardari, dikutip Al Jazeera.
”Biasanya di sebuah negara dengan situasi ini, lembaga keuangan internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan semua lembaga keuangan bilateral dan multilateral, akan bersama-sama PBB mengajukan program reformasi ekonomi. Kita tahu ini tidak akan terjadi,” katanya.
Rusia dan China sama-sama menuntut pencairan aset Afghanistan yang diblokir atau dibekukan tersebut. ”Aset-aset ini milik Afghanistan dan harus digunakan untuk Afghanistan. Bukan sebagai alat untuk menekan atau mengancam,” kata Wakil Duta Besar China untuk PBB Geng Shuang.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa bantuan kemanusiaan sangat penting dan aset Afghanistan yang dibekukan harus segera dibuka. ”Afghanistan berada di ambang kehancuran ekonomi,” katanya.
Hal itu akan menciptakan krisis kemanusiaan yang lebih besar dan memperburuk migrasi di kawasan dan dunia. (AFP/REUTERS/AFP/CAL)