Moderna Kembangkan Penguat Vaksin Covid-19 Sekaligus Influenza
Perusahaan pembuat vaksin tengah mengembangkan vaksin penguat kombinasi Covid-19 dengan penyakit akibat virus pernapasan dalam satu suntikan. Warga diminta tidak euforia dengan vaksin penguat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
CAMBRIDGE, JUMAT — Perusahaan pembuat vaksin Covid-19 asal Amerika Serikat, Moderna, mengumumkan pada Kamis (9/9/2021) siang waktu setempat bahwa mereka tengah mengembangkan vaksin kombinasi. Target dari vaksin baru ini ialah bisa menjadi penguat suntikan vaksin Covid-19 sekaligus untuk mencegah penularan virus pernapasan sinktis atau RSV yang akan disuntikkan satu kali setiap tahun.
”Kami menargetkan, jika vaksinasi Covid-19 menjadi imunisasi reguler seperti penyakit-penyakit lain, vaksin yang sedang kami kembangkan ini bisa dipakai. Harapannya, selain RSV, vaksin ini juga bisa mencegah infeksi saluran pernapasan akibat virus lain,” kata Direktur Utama Moderna Stephane Bancel. Vaksin yang sedang dikembangkan ini diberi kode mRNA-1073.
RSV merupakan penyakit saluran pernapasan yang gejalanya mirip dengan pilek, antara lain bersin, hidung mengalir, dan sakit kepala. Akan tetapi, bagi anak-anak, orang lansia, dan orang dengan komorbid, RSV bisa mengakibatkan infeksi serius, termasuk risiko pada paru-paru. Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) mencatat, setiap tahun rata-rata ada 57.000 anak balita dirawat di rumah sakit akibat infeksi RSV.
Bancel mengungkapkan, mRNA-1073 tengah diuji klinis pada orang dewasa. Pada saat yang sama, Moderna juga sedang menguji coba vaksin Covid-19 untuk anak-anak berusia 6 bulan hingga 11 tahun. Ada 4.000 anak yang mengkuti uji coba ini. Mereka disuntikkan 50 mikrogram dosis vaksin Covid-19 Moderna. Adapun dosis vaksin Covid-19 Moderna untuk dewasa yang telah mendapat izin penuh dari Pemerintah AS adalah 100 mikrogram.
Perusahaan bioteknologi AS, Novavax, juga mengabarkan sedang pada tahap awal mengembangkan vaksin Covid-19 yang bisa juga untuk mencegah influenza. Adapun vaksin Covid-19 buatan Novavax yang beredar dengan merek dagang Covovax masih dalam tahap uji coba dan belum memperoleh izin pemakaian darurat di negara mana pun.
Jangan euforia
Penasihat Kesehatan Presiden AS, Anthony Fauci, dalam wawancara dengan media CBS News mengatakan agar warga AS jangan ikut euforia mencari suntikan penguat vaksin Covid-19. Ia meluruskan bahwa pemerintah baru memberi izin penuh kepada vaksin Covid-19 Moderna, Pfizer-BioNTech, dan Johnson and Johnson. Akan tetapi, vaksin ini berbeda dengan dosis penguat.
”Khusus untuk suntikan dosis penguat, baru Pfizer yang uji cobanya telah selesai dan tengah kami telaah. Moderna dan yang lain-lain masih di tengah proses. Mohon masyarakat jangan sembarangan meminta suntikan penguat macam-macam ke posko vaksinasi,” ujar Fauci.
Bulan Agustus, CDC memperkirakan setidaknya jutaan warga AS diam-diam sudah mendapat suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19. Ini karena euforia bahwa dosis ketiga yang dikatakan sebagai dosis penguat bisa meningkatkan kekebalan tubuh secara drastis terhadap Covid-19.
Cara yang dilakukan warga ialah mendatangi posko vaksin dan berpura-pura belum pernah divaksin Covid-19 sama sekali. Sertifikat vaksinasi Covid-19 di AS masih manual, berupa selembar kertas, belum terpusat secara daring, sehingga mudah dipalsukan ataupun ditutupi.
Permasalahannya, suntikan dosis ketiga ini bukan atas petunjuk dokter dan terdapat kasus vaksin gado-gado. Misalnya, orang yang dosis pertama dan kedua memakai vaksin Pfizer, untuk dosis ketiga memakai Moderna. Begitu pula sebaliknya.
”Kajian mengenai campur-campur merek vaksin mRNA ini belum tuntas. Konsultasi dulu kepada dokter apabila Anda memang butuh dosis penguat dan pastikan dosis itu berasal dari merek vaksin yang sama dengan dosis pertama dan kedua,” kata Fauci.
Dalam kesempatan yang berbeda, Arnaud Bernaert, mantan Kepala Kesehatan Global untuk Forum Ekonomi Dunia, menjelaskan kepada Yahoo Finance bahwa masa depan vaksinasi ada di perkembangan teknologi mRNA. Teknologi ini sangat cepat dikembangkan. Vaksin baku yang dibuat berbasis mRNA mudah dipadupadankan sesuai dengan kebutuhan penanganan penyakit yang spesifik. Teknologi vaksin memakai vektor viral yang dipakai oleh para pembuat vaksin lain akan semakin ditinggalkan karena memakan waktu lama.
Kelemahan vaksin berbasis mRNA adalah pada penyimpanan. Butuh suhu ultradingin untuk menyimpannya, yakni suhu minus 70 derajat celsius ke bawah. Ini yang membuat vaksin mRNA sukar diakses oleh negara-negara berkembang yang tidak memiliki sarana penyimpanan dan pengangkutan yang dilengkapi pembeku suhu ultradingin.
”Akan tetapi, Moderna sudah mengembangkan vaksin yang katanya bisa disimpan di pembeku biasa, bukan ultrabeku. Ke depan, ini menjadi daya tarik global untuk mengembangkan vaksin mRNA. Apalagi, sekarang Moderna juga bekerja sama dengan Jepang, Arab Saudi, Spanyol, dan Uni Arab Emirat untuk desentralisasi produksi vaksin,” ujar Bernaert yang kini Kepala Solusi Keamanan untuk firma keamanan global Swiss, SICPA. (Reuters)