Vaksin Covid-19 Buatan Moderna Rentan Disalahgunakan
Sistem distribusi dan pelaksanaan vaksinasi Covid-18 buatan Moderna yang digunakan sebagai penguat bagi tenaga kesehatan perlu dibenahi. Sebab, ada sejumlah kasus penyaluran vaksin itu yang tidak tepat sasaran.
Oleh
Ahmad Arif
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Distribusi vaksin Covid-19 yang diproduksi Moderna, Amerika Serikat, di sejumlah daerah rentan mengalami penyimpangan. Vaksin berbasis mRNA ini untuk suntikan penguat atau booster bagi nontenaga kesehatan, padahal sebagian tenaga kesehatan ternyata sulit mendapatkannya.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Kamis (12/8/2021), di Jakarta, memperingatkan, vaksin Covid-19 buatan Moderna hanya dipakai booster untuk tenaga kesehatan, yang diperkirakan jumlahnya 1,5 juta dosis. Vaksin Moderna yang tersisa, yang mencapai sekitar 6,5 juta, akan didistribusikan ke masyarakat umum di sejumlah daerah.
Terkait penggunaan vaksin Moderna ini sebagai penguat atau booster bagi pejabat dan aparat keamanan di Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan, sebagaimana diberitakan sejumlah media, Nadia mengatakan hal ini merupakan penyimpangan. ”Ini tidak sesuai karena mengurangi hak masyarakatnya yang masih memerlukan vaksinasi dosis satu dan dua,” tuturnya.
Menurut Nadia, vaksin Moderna ini didistribusikan langsung ke berbagai fasilitas kesehatan sehingga seharusnya tidak ada penyimpangan. ”Namun, ini kembali ke daerah masing-masing. Untuk teguran harusnya dari Mendagri,” katanya.
Tiket elektronik ganda
Distribusi vaksin Moderna untuk tenaga kesehatan ini ternyata juga rentan bermasalah. Eva Sapulete, dokter spesialis anak yang bertugas di salah satu rumah sakit di Waikabubak, Ibukota Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, Rabu (11/8/2021), seharusnya dia mendapatkan booster vaksin Moderna.
Namun, dia gagal mendapatkannya karena nomor tiket elektronik yang diperolehnya melalui Peduli Lindungi ternyata sudah dipakai orang lain. ”Ternyata e-ticket vaksin saya sudah dipakai orang lain,” ujarnya.
Ini tidak sesuai karena mengurangi hak masyarakatnya yang masih memerlukan vaksinasi dosis satu dan dua.
Dari penelusuran yang dilakukan, e-ticket tersebut dipakai oleh orang lain di Sumatera Selatan. ”Ternyata ini juga dialami oleh dua dokter lain di Waikabubak, satu sejawat dokter umum dan satu dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Kami akhirnya gagal mendapatkan vaksin booster,” katanya.
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan dokter Tri Maharani, yang bekerja di Litbang Kementerian Kesehatan, orang yang menggunakan tiket elektronik dokter Eva Sapulete mengaku sebagai tenaga administrasi di salah satu rumah sakit di Palembang. ”Saya sudah menyampaikan persoalan ini ke jajaran Kementerian Kesehatan,” kata Maharani.
Atas bantuan Maharani, dokter Eva dan dua rekannya akhirnya mendapatkan e-ticket baru sehingga bisa mendapatkan suntikan susulan pada Kamis. ”Namun, ini perlu ditelusuri lebih jauh karena kami khawatir bisa terjadi terhadap tenaga kesehatan lain yang seharusnya mendapatkan booster, tetapi gagal karena dipakai orang lain,” ujarnya.