Negara Surga Pajak Jadi Andalan Bank-bank Eropa Tuai Laba
Negara surga pajak merupakan daerah yang menawarkan pajak jauh lebih rendah. Sejumlah bank di Eropa menjadikan negara surga pajak sebagai salah satu andalan mencari keuntungan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
PARIS, SELASA — Negara surga pajak merupakan daerah yang kontroversial karena menawarkan pajak jauh lebih rendah kepada perusahaan-perusahaan asing sehingga mereka bisa mengeruk laba banyak. Praktik ini telah dikritik dunia internasional sejak tahun 2014, terutama setelah terbongkarnya kasus Panama Papers dan Lux Leak. Ternyata, bagi bank-bank dari Eropa, negara surga pajak tetap menjadi andalan mereka mencari keuntungan.
Fakta itu terkuak dalam laporan Lembaga Pengawas Pajak Uni Eropa (EU Tax Observatory) yang merupakan bagian dari Sekolah Ekonomi Paris. Laporan diterbitkan di Perancis pada Selasa (7/9/2021). Penelitian ini menyasar 36 bank Uni Eropa yang beroperasi di 17 negara surga pajak.
Bank-bank itu, antara lain, HSBC (Inggris), Standard Chartered (Inggris), Deutsche Bank (Jerman), Societe Generale (Perancis), dan Monte de Paschi (Italia). Adapun negara-negara surga pajak, di antaranya Bahama, Kepulauan Cayman, Panama, Hong Kong, Makau, Gibraltar, dan Luksemburg.
Secara keseluruhan, bank-bank itu setiap tahun menuai 20 miliar euro atau setara 14 persen laba tahunan mereka. Angka ini stabil sejak tahun 2014. Laporan tersebut menghitung, apabila laba bank dibagi dengan jumlah pegawai mereka di negara-negara asal dan negara dengan standar pajak reguler, jumlahnya hanya 65.000 euro per pegawai. Akan tetapi, jika dibagi dengan jumlah pegawai di negara-negara surga pajak, jumlahnya 238.000 euro per pegawai.
”Jelas sekali laba besar ini akibat dari rendahnya pajak perusahaan yang dibayar oleh bank-bank itu,” kata Ketua Lembaga Pengawas Pajak UE Gabriel Zucman.
HSBC merupakan bank yang menuai laba terbesar. Sebanyak 62 persen laba mereka pada periode 2018-2020 berasal dari Hong Kong. Di peringkat kedua, Monte de Paschi, dalam periode yang sama memperoleh 49,8 persen laba mereka dari negara-negara surga pajak.
Eropa menerapkan pajak perusahaan berkisar 19-20,79 persen. Jumlah ini di luar pajak pendapatan, pajak aset, dan lain sebagainya. Sebaliknya, negara-negara surga pajak umumnya menerapkan pajak di bawah standar itu.
Hong Kong, misalnya, memiliki aturan bahwa pajak perusahaan mereka hanya 16,5 persen. Di Panama, perusahaan asing tidak dikenai pajak korporasi dan pajak pendapatan. Mereka hanya membayar pajak lokal 25 persen.
HSBC dalam keterangan resmi mereka kepada kantor berita AFP menyatakan menolak tuduhan bahwa mereka sengaja mencari keuntungan di negara-negara surga pajak. ”Di Hong Kong saja karyawan HSBC ada 30.000 orang, belum dihitung dengan negara-negara Asia Pasifik. Kami bank terbesar di sini, otomatis nasabah kami terbanyak. Kami selalu mengikuti aturan pajak di setiap negara tempat kami beroperasi,” demikian kutipan pernyataan mereka.
Tanggapan serupa juga dilontarkan oleh Standard Chartered. Menurut mereka, bank tersebut memiliki jumlah cabang relatif setara di negara-negara surga pajak dengan di negara lain, termasuk di Inggris tempat mereka berasal.
Guna memastikan tidak ada perusahaan yang kabur dari kewajiban membayar pajak, tengah digarap sebuah aturan pajak untuk perusahaan multinasional. Upaya ini didukung oleh kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar dunia atau G-20 dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Aturan itu menawarkan pemberlakuan batas bawah pajak sebesar 15 persen dari laba tahunan setiap perusahaan.
Sementara itu, Lembaga Pengawas Pajak UE justru menawarkan jalan keluar yang lebih ekstrem dalam laporan mereka. Usulannya ialah memukul rata pajak perusahaan multinasional sebesar 25 persen secara global. (AFP/Reuters)