Masalah NUG bukan hanya komunikasi dengan ASEAN. Kini, sebagian pendukung NUG mulai kehilangan kesabaran dan kepercayaan pada kubu oposisi itu. Sebab, NUG dinilai tidak kunjung bertindak.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
BANDAR SERI BEGAWAN, SENIN — Setelah sebulan ditunjuk, Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar Erywan Yusof akhirnya menyelesaikan dua dari empat tugasnya. Junta mengizinkan bantuan kemanusiaan ASEAN masuk Myanmar dan setuju dengan gencatan senjata.
Analis pada International Institute for Strategic Studies (IISS), Aaron Connelly, mengaku bingung dengan gencatan senjata yang dimaksud Erywan. ”Apakah Tatmadaw (militer Myanmar) berhenti menangkapi tenaga kesehatan yang menentang kudeta? Berhenti menembaki pengunjuk rasa? Apakah (Tatmadaw) akan menghormati komitmen baru dengan ASEAN sementara Lima Poin Konsensus tidak dihormati,” tulisnya di media sosial, Minggu (5/9/2021).
Connelly mengungkap itu setelah Erywan mengumumkan telah berbicara melalui telekonferensi video dengan Wunna Maung Lwing, Menteri Luar Negeri Myanmar versi Dewan Pemerintahan Negara (SAC). Dalam pembicaraan Selasa pekan lalu itu, Tatmadaw setuju dengan usulan Erywan. ”Bukan gencatan senjata (karena alasan) politis. Gencatan senjata ini untuk memastikan keamanan dan keselamatan pekerja kemanusiaan,” katanya.
Pekerja kemanusiaan yang akan mengirim bantuan ke Myanmar membutuhkan jaminan keamanan. Tatmadaw, menurut Wunna kepad Erywan, setuju dengan usulan itu. ”Kami berkomunikasi dan mengirimkan tanda kepada semua pihak di Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan berupaya keras menahan diri,” ujarnya.
Kecewa
Erywan mengungkap isi pembicaraannya dengan Wunna setelah Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi kembali mengeluhkan kelambanan penanganan Myanmar. Hingga kini, Tatmadaw belum kunjung memberi akses kepada Erywan untuk melawat ke Myanmar dan bertemu dengan seluruh pihak di sana.
Erywan menyebut, sampai sekarang pihaknya masih berunding dengan Tatmadaw soal rencana lawatan ke Myanmar. Ia berharap bisa melawat September dan bisa bertemu dengan semua pihak. Perundingan terutama untuk mendapatkan gambaran soal rencana lawatan. ”Apa yang boleh dan tidak boleh saya lakukan. Dengan demikian, saya bisa memutuskan kunjungan akan dilakukan atau tidak,” ujarnya.
Padahal, lawatan Utusan Khusus ASEAN adalah salah bagian dari lima kesepakatan yang dicapai para pemimpin ASEAN dengan Panglima Tatmadaw Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Mereka bersepakat pada April 2021 di Jakarta. Kesepakatan itu terdiri dari penunjukkan utusan khusus, lawatan utusan ke Myanmar, dialog antara semua pihak di Myanmar dan fasilitasi utusan khusus, pengiriman bantuan kemanusiaan, serta penghentian kekerasan.
Sejak Tatmadaw mengudeta pemerintah pada 1 Februari 2021, Retno bolak-balik mengungkapkan kekecewaan atas kelambanan ASEAN menangani Myanmar. Bahkan, Retno sampai mengancam mengembalikan mandat perwujudan konsensus kepada para pemimpin ASEAN. Setelah ancaman Retno, para Menlu ASEAN menunjuk Erywan sebagai utusan khusus pada awal Agustus 2021. Mereka meminta Erywan melapor pada pertengahan September.
Menjelang tenggat pelaporan, Erywan mengumumkan dua capaian. Dengan demikian, ia tinggal melawat dan memfasilitasi dialog para pihak di Myanmar. Adapun proses pengiriman bantuan kemanusiaan tengah dimatangkan.
Gelombang pertama bantuan akan terdiri atas alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. Secara resmi, ada 10.000 warga Myanmar tewas akibat Covid-19. Bantuan akan dikelola oleh Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN (AHA Centre). Tahap selanjutnya adalah pengiriman vaksin.
Erywan mengindikasikan ASEAN akan menggandeng semua pihak dalam penyaluran bantuan tersebut. Ia menyebut, sebagian bantuan akan dikirimkan lewat darat melalui Thailand. Bantuan dari lewat Thailand akan dikirimkan ke daerah-daerah yang dikendalikan kelompok bersenjata di luar Tatmadaw.
Dengan persetujuan gencatan senjata dan rencana pengiriman bantuan kemanusian, sudah tiga dari lima konsensus ASEAN soal Myanmar terwujud.
Ia juga sudah menjajaki peluang bertemu Aung San Suu Kyi. Masyarakat internasional dan sebagian anggota ASEAN menekankan pentingnya pertemuan itu. Sayangnya, sampai sekarang Tatmadaw belum mengizinkan Erywan bertemu Suu Kyi. ”Kata mereka akan dibahas nanti,” ujarnya.
Ia juga tidak menyinggung soal komunikasi dengan pihak oposisi yang telah membentuk Pemerintah Persatuan Myanmar (NUG). Berbagai pihak terus mendesak ASEAN berkomunikasi dengan NUG. Walakin, sampai sekarang belum ada komunikasi resmi terjalin.
Masalah NUG bukan hanya komunikasi dengan ASEAN. Kini, sebagian pendukung NUG mulai kehilangan kesabaran dan kepercayaan pada kubu oposisi itu. Sebab, NUG dinilai tidak kunjung bertindak meski sudah dibentuk sejak April 2021.
Meski sudah mengumumkan pembentukan satuan tugas penanganan Covid-19, sampai sekarang NUG belum menjelaskan rencana kerja. Salah satu dampaknya, lembaga kemanusiaan internasional kesulitan melibatkan NUG dalam penyaluran bantuan kemanusiaan.
NUG juga terpecah pada banyak isu. Soal bantuan kemanusiaan, NUG mau melibatkan junta pada daerah-daerah yang dikendalikan Tatmadaw. Syaratnya, Tatmadaw mengikuti standar transparansi internasional. Sementara sebagian lain berkeras tidak melibatkan Tatmadaw sama sekali.
Perpecahan juga terlihat antara kubu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan non-NLD. Kubu non-NLD menilai Faksi NLD dipenuhi orang-orang lama dan menjadi bagian dari masalah. Faksi non-NLD masih mengingat Suu Kyi menjadi pembela Tatmadaw di Mahkamah Kriminal Internasional (ICJ) pada 2020. Kala itu, Tatmadaw digugat dengan tudingan melakukan pemusnahan orang Rohingya.
Tidak hanya jadi pembela Tatmadaw, Suu Kyi juga dinilai tidak menggunakan kekuasaannya untuk melindungi Rohigya dan kelompok minoritas lain di Myanmar. ”Orang-orang lama dinilai terlalu sibuk membuat pernyatan. NUG sudah melewatkan banyak momentum,” kata peneliti isu Myanmar, Kim Joliffe. (AFP/REUTERS)