Taliban Segera Umumkan Pemerintahan, Akhundzada Disebut Jadi Pemimpin Tertinggi
Pemimpin Tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, disebut-sebut akan memegang kekuasaan tertinggi dalam struktur pemerintahan Taliban di Afghanistan. Struktur itu menyerupai pemerintahan mereka saat berkuasa 1996-2001.
KABUL, JUMAT — Kelompok Taliban diperkirakan akan mengumumkan struktur dan kabinet pemerintahannya di Afghanistan, Jumat (3/9/2021). Wajah pemerintahan bentukan Taliban itu bakal menentukan masa depan Afghanistan karena akan memengaruhi pengakuan masyarakat dunia, para donor, dan investor internasional terhadap pemerintahan di negara tersebut.
Pejabat Taliban, Ahmadullah Muttaqi, mengatakan, melalui media sosial, Kamis (2/9/2021), upacara pelantikan sedang dipersiapkan di Istana Presiden di Kabul. Radio setempat, Tolo, melaporkan bahwa pengumuman pemerintahan baru Taliban sudah dekat.
Menurut Anas Haqqani, pejabat senior Taliban, kepada Al Jazeera, Senin lalu, pembahasan pembentukan pemerintahan Taliban telah mencapai 90-95 persen. Dua sumber di Taliban yang dikutip kantor berita AFP mengatakan, pengumuman pemerintahan Taliban bisa saja dilakukan pada hari ini seusai shalat Jumat.
Baca juga : Taliban Siapkan Pemerintahan dengan Terapkan Hukum Syariah
Dari gambaran struktur pemerintahan Taliban, sebagaimana disampaikan oleh seorang komandan senior Taliban, Waheedullah Hashimi, dalam wawancara dengan Reuters di perbatasan Afghanistan dan Pakistan pada 18 Agustus lalu, rezim Taliban akan menerapkan hukum syariah sebagai dasar pemerintahan Afghanistan dengan pemimpin tertinggi Taliban sebagai pucuk pimpinan nasional.
Di bawahnya terdapat dewan nasional yang akan menunjuk menteri-menteri guna menjalankan operasionalisasi pemerintahan.
Pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, kemungkinan akan jadi pemimpin tertinggi Afghanistan. Akhundzada memiliki tiga wakil. Pertama, Mawlavi Yaqoob, putra mendiang Mullah Omar, salah satu pendiri Taliban. Kedua, Sirajuddin Haqqani, pemimpin jaringan Haqqani. Ketiga, Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri Taliban.
Struktur pemerintahan Taliban, yang disampaikan Hashimi, menyerupai pemerintahan mereka saat berkuasa pada 1996-2001. ”Tidak akan ada sistem demokrasi sama sekali karena tak ada dasarnya di negara kami. Kami tidak akan membahas sistem politik seperti apa yang harus kami terapkan di Afghanistan karena sudah jelas. Ini hukum syariah. Itu saja,” kata Hashimi.
Prinsip syura
Dalam wawancara dengan The New York Times di kantornya di Kabul, pekan lalu, jubir Taliban Zabihullah Mujahid menyebutkan, pemerintahan baru akan dibangun atas dasar legitimasi keagamaan. ”Rakyat Afghanistan telah berjuang keras selama 20 tahun untuk membangun sistem Islam,” kata Muhajid.
”Kami telah menjalani lima kali pemilu dan semuanya korup. Setiap pemilu menteri Amerika datang dan menentukan hasilnya. Dalam Islam, kami memiliki prinsip syura yang mewakili rakyat.”
Baca juga : Taliban Berpotensi Jual Senjata AS untuk Dana Operasional
Namun, belum jelas detail peran kepemimpinan syura atau dewan nasional. Belum jelas juga, apakah Taliban akan memenuhi janjinya membentuk pemerintahan inklusif. Sejumlah pertanyaan juga muncul, misalnya, apakah para tokoh pada pemerintahan sebelumnya, seperti Hamid Karzai dan Abdullah Abdullah, akan masuk dalam struktur pemerintahan Taliban. Kedua tokoh itu tetap berada di Kabul untuk mengikuti perundingan-perundingan.
Senada dengan pemaparan Hashimi, Mujahid menekankan bahwa pemerintahan baru yang dibangun Taliban bukanlah demokrasi. Mujahid dan timnya berupaya memaparkan wajah pemerintahan yang akan kooperatif dengan dunia, meski banyak pihak meragukannya.
”Kita mempunyai banyak kepentingan bersama,” ujar Mujahid, sambil menyebut terorisme, produksi opium, dan masalah pengungsi sebagai area potensial untuk kerja sama dengan Barat.
Legitimasi atau pengakuan terhadap pemerintahan baru Taliban di mata para donor, investor internasional, dan negara-negara kuat akan sangat penting bagi pemulihan ekonomi Afghanistan. Ketika kelompok Taliban kini kembali berkuasa, kondisi perekonomian Afghanistan telah berada di ambang kehancuran akibat perang selama 20 tahun terakhir.
Perekonomian negara itu hanya akan dapat dipulihkan dengan cepat jika Taliban memiliki wajah baru yang lebih moderat, yang bisa diterima secara luas, berbeda dari pemerintahan keras mereka pada 1996-2001. Taliban beberapa waktu lalu berjanji akan tampil ”berbeda secara positif” dari pemerintahan mereka selama berkuasa pada periode pertama tersebut.
Pemerintahan Taliban periode itu terguling oleh serangan pasukan pimpinan AS pada tahun 2001 setelah mereka melindungi Al Qaeda yang dituding Washington sebagai pelaku serangan ke New York dan Washington DC, 11 September 2001.
Baca juga : Taliban Maju dengan Senjata Amerika
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, para petinggi Taliban telah menegaskan bahwa mereka akan menampilkan wajah yang lebih moderat kepada dunia. Taliban, sejak menumbangkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat pada 15 Agustus, berjanji akan menghormati HAM, melindungi perempuan dan anak-anak, dan tidak membalas dendam terhadap musuh.
Komitmen diragukan
Namun, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan banyak negara lainnya meragukan komitmen Taliban. Negara-negara itu mengatakan bahwa pengakuan formal terhadap pemerintah baru Taliban—dan bantuan ekonomi yang akan mengalir ke Afghanistan—bergantung pada tindakan Taliban.
”Kami tidak akan menuruti perkataan mereka (Taliban). Kami akan mengakui mereka hanya berdasarkan tindakan mereka,” kata Wakil Menteri Luar Negeri AS Victoria Nuland, Rabu, dalam sebuah jumpa pers di Washington DC, AS.
”Jadi, mereka harus mempunyai banyak hal untuk dibuktikan berdasarkan rekam jejak mereka sendiri. Sekarang mereka juga memiliki banyak keuntungan, jika mereka bisa menjalankan Afghanistan, jauh, jauh berbeda dari yang mereka lakukan saat terakhir kali mereka berkuasa,” kata Nuland, merujuk pemerintahan pertama Taliban pada 1996-2001.
Gunnar Wiegand, Direktur Pelaksana Komisi Eropa untuk Asia dan Pasifik, mengatakan, Uni Eropa tidak akan secara resmi mengakui pemerintahan Taliban sampai Taliban telah sungguh-sungguh memenuhi semua persyaratan, termasuk pembentukan pemerintah yang inklusif, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan akses tak terbatas bagi pekerja bantuan.
”Tidak ada keraguan di antara negara-negara anggota (UE) dan dalam konteks G-7. Kita perlu terlibat dengan Taliban, berkomunikasi dengan Taliban, memengaruhi Taliban, dan perlu memanfaatkan pengaruh yang kita miliki,” kata Wiegand di depan anggota Parlemen Eropa di Brussels, Belgia. ”Tetapi, kita tidak akan terburu-buru mengakui formasi baru ini, atau membangun hubungan resmi.”
Organisasi kemanusiaan memperingatkan telah terjadi bencana, seperti kekeringan parah dan kelaparan. Perang telah memaksa ribuan keluarga meninggalkan rumah mereka atau mengungsi.
Afghanistan juga sangat membutuhkan uang. Taliban mustahil mendapatkan akses cepat ke aset sekitar 10 miliar dollar AS yang sebagian besar disimpan di luar negeri oleh bank sentral Afghanistan.
Baca juga : Taliban Berpotensi Jual Senjata AS untuk Dana Operasional
Taliban telah memerintahkan bank-bank untuk kembali dibuka. Namun, Taliban membatasi pengambilan maskinal 200 dollar AS per minggu di bank atau mesin ajungan tunai mandiri. ”Semua harga barang sangat mahal sekarang. Harga naik setiap hari,” kata penduduk Kabul, Zelgai.
Ekonomi Afghanistan diperkirakan menyusut 9,7 persen pada tahun ini. Penurunan itu diperkirakan akan berlanjut sebesar 5,2 persen tahun depan. Hal itu disampaikan oleh analis dalam laporan dari Fitch Solutions, badan penelitian lembaga pemeringkat Fitch Group.
Pertempuran di Panjshir
Sementara Taliban memperkuat kendali atas Kabul dan ibu kota provinsi. Mereka masih berperang dengan kelompok oposisi dan sisa-sisa tentara Afghanistan yang bertahan di beberapa wilayah, terutama di Lembah Panjshir, Provinsi Panjshir, yang berada 80 kilometer utara Kabul. Dalam pertempuran awal pekan ini, puluhan anggota Taliban dilaporkan tewas melawan milisi di Panjshir.
Pemimpin senior Taliban Amir Khan Motaqi meminta pemberontak di Panjshir untuk menyerah. Dia mengatakan, ”Emirat Islam Afghanistan adalah rumah bagi semua warga Afghanistan.”
Emirat Islam Afghanistan adalah nama baru yang diberikan Taliban sebagai penguasa baru di negara itu. Pada saat pemerintahan Islam moderat Ghani berkuasa disebut ”Negara Islam Afghanistan”.
Pemimpin oposisi Ahmad Massoud, putra mendiang komandan Ahmad Shah Massoud yang berperang melawan Taliban pada akhir 1990-an, mengatakan kepada CNN bahwa pasukannya berjuang untuk ”negara terdesentralisasi di mana kekuasaan didistribusikan secara merata antara berbagai kelompok etnis dan sekte”.
”Sayangnya, Taliban tidak berubah dan mereka masih menginginkan dominasi di seluruh negeri,” katanya. (REUTERS/AFP/SAM)