Taliban Berpotensi Jual Senjata AS untuk Dana Operasional
Perbankan Afghanistan tidak bisa beroperasi karena tidak ada uang dan pegawai. Sebagian pegawai lari ke luar negeri dan sebagian lagi takut ke luar rumah karena ancaman Taliban.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
KABUL, KAMIS — Anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Afghanistan, Shah Mehrabi, memperingatkan potensi Taliban menjual senjata sitaan buatan Amerika Serikat dan sekutunya. Penjualan itu salah satu cara Taliban mendanai operasional di tengah blokade internasional.
Dalam pernyataan pada Rabu (1/9/2021), Mehrabi menyebut Afghanistan sangat kesulitan dengan pembekuan aset, penutupan akses, dan penundaan pencairan bantuan asing. ”Tanpa akses (pada aset Afghanistan di luar negeri), akan mencekik perekonomian Afghanistan dan menyakiti warga Afghanistan yang sudah miskin,” kata ekonom Montgomery College di Maryland, AS, yang menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Afghanitan (DAB) sejak 2002 itu.
Taliban masih bisa memenuhi kebutuhan operasi internal dari hasil pemungutan cukai di sejumlah pintu perlintasan. Kelompok milisi itu juga bisa saja mengandalkan sumber pendapatan lama yang bentuknya antara lain dari penjualan narkotika. Taliban mempunyai potensi pendapatan baru, yakni menjual aneka persenjataan dan peralatan perang yang disita dari aparat Afghanistan dalam tiga bulan terakhir. Peralatan itu disumbangkan AS dan sekutunya kepada aparat Afghanistan sejak 2001.
Pada hari terakhir pendudukan AS di Afghanistan, Senin (30/8/2021), masih ada 73 pesawat dan helikopter serta sistem pertahanan udara C-RAM di Bandara Kabul. Semuanya dinyatakan sudah dirusak agar tidak bisa dioperasikan lagi.
Inspektorat Jenderal Khusus untuk Pembangunan Ulang Afghanistan (SIGAR) mencatat lebih banyak lagi senjata yang ditinggalkan AS di Afghanistan.
Lembaga AS yang khusus memantau proyek rekonstruksi oleh AS di Afghanistan itu mencatat, ada 53.132 kendaraan tempur, mulai dari mobil patroli lapis baja, MRAP, hingga panser ringan. AS juga meninggalkan lebih dari 500 pucuk senapan, pistol, dan senapan mesin. Selain itu, ada 169 pucuk meriam.
AS juga menghibahkan 106 helikopter dan 66 pesawat untuk militer Afghanistan. Informasi terakhir, hampir 50 unit pesawat dan helikopter dilarikan sisa-sisa tentara Afghanistan ke Uzbekistan. Sisanya disita Taliban. Bahkan, Taliban memamerkan sejumlah helikopter serbu UH-60 BlackHawk. Salah satunya terlihat terbang beberapa hari lalu.
Akses terbatas
Mehrabi mengatakan, AS dan sekutunya perlu mempertimbangkan akses terbatas atas aset Afghanistan yang dibekukan Washington. Nilainya bisa jadi sekitar 100 juta dollar AS per bulan dan penggunaannya harus dipantau ketat oleh auditor independen. ”Pemerintahan Biden harus berunding dengan Taliban soal uang itu, seperti halnya ada perundingan soal evakuasi,” katanya seraya menegaskan tidak mewakili Taliban dan sepenuhnya berbicara untuk kepentingan Afghanistan.
Tanpa akses pada aset, inflasi akan terus melonjak dan warga Afghanistan tidak akan bisa membeli aneka kebutuhan sehari-hari. Kini, per dollar AS setara 100 afghani atau melonjak 100 persen dibandingkan pada April 2021 kala Presiden AS Joe Biden mengumumkan proses pemulangan tentara AS dimulai.
Mantan Gubernur Bank Sentral Afghanistan Abdul Qadeer Fitrat mengatakan, hingga 75 persen aset perbankan dalam bentuk valuta asing dan berada di luar negeri. Bank sentral diperkirakan hanya mempunyai dana 55 miliar afghani, mata uang Afghanistan. Pada nilai tukar sekarang, yakni rata-rata 100 afghani per dollar AS, cadangan itu setara 550 juta dollar AS. Dana itu setara dengan jumlah pasokan ke sejumlah bank untuk paling lama tiga pekan. Sementara di 13 bank, ada dana paling banyak 255 miliar afghani.
Sejumlah bankir Afghanistan mengaku telah bertemu Mohammed Idris yang ditunjuk Taliban menjadi Gubernur DAB. Idris meminta perbankan kembali beroperasi. Walakin, ia tidak menjelaskan soal bagaimana uang akan dipasok ke bank.
Masalah lain, sebagian pekerja sudah mengungsi ke luar negeri. Sebagian lagi tidak berani ke kantor. Hingga 20 persen pegawai bank adalah perempuan. Pekan lalu, Taliban meminta semua perempuan tidak bekerja karena khawatir diserang oleh milisi Taliban. Para pemimpin Taliban mengakui, milisi mereka belum dilatih memahami perempuan boleh bekerja.
Salah satu perwakilan bank yang ikut bertemu Idris mengungkapkan, Idris tidak menjelaskan cara mengatasi hambatan pasokan dollar AS. Padahal, 80 persen transaksi perbankan dalam dollar AS. Hal itu berarti perbankan Afghanistan perlu mendapat pasokan dollar AS dan akses pada sistem keuangan AS serta pada cadangan devisa Bank Sentral Afghanistan yang disimpan di AS. Tanpa akses itu, transaksi dan pasokan dollar AS tidak ada.
Washington telah membekukan aset Afghanistan senilai paling tidak 9 miliar dollar AS. Bank Dunia, Uni Eropa, dan sejumlah negara Eropa juga mengindikasikan akan membekukan aset Pemerintah Afghanistan. UE pun menunda pencairan bantuan kemanusiaan senilai 1,4 miliar dollar AS untuk periode 2021-2025.
Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) menutup akses pinjaman senilai hingga 370 juta dollar AS sampai ada kejelasan pemerintahan Afghanistan yang diakui komunitas internasional. Sampai sekarang, belum ada negara mengakui Taliban sebagai Pemerintah Afghanistan.
Bank Pembangunan Asia (ADB) berjanji akan terus mendukung Afghanistan. Masalahnya, AS, Australia, dan Jepang termasuk pemegang saham terbesar ADB dan keputusan ABD harus didasarkan pada kesepakatan pemegang saham.
Kondisi itu masih ditambah penghentian operasi Western Union, perusahaan pengiriman uang lintas negara, di Afghanistan. Padahal, para perantau Afghanistan memanfaatkan perusahaan itu sebagai saluran utama mengirim uang ke kampung halaman.
”Sekarang, semua mahal dan tidak ada uang untuk membelinya,” kata Zelgai, penduduk Kabul.
Idris memerintahkan bank membatasi penarikan uang paling banyak 200 dollar AS per nasabah. Sementara banyak warga Kabul hanya berpenghasilan di bawah 100 dollar AS per bulan. (AFP/REUTERS)