Afghanistan terancam kehilangan orang-orang terampil yang dibutuhkan untuk mengelola pemerintahan dan layanan masyarakat sehari-hari. Ada banyak tantangan lain Afghanistan di masa mendatang.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
KABUL, SELASA — Kelompok Taliban, yang kini menguasai sepenuhnya Kabul dan Afghanistan, merayakan kepergian Amerika Serikat dari negara itu. ”Selamat untuk Afghanistan, kemenangan ini milik kita semua,” kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, Selasa (31/8/2021), beberapa jam setelah pesawat angkut militer AS terakhir lepas landas dari Bandara Kabul. Menurut Mujahid, peristiwa itu momentum bersejarah. ”Kami bangga dengan momentum ini bahwa kami membebaskan negara kami dari kekuatan besar,” ujarnya.
Mewarisi negara terkoyak perang dan konflik lebih dari 20 tahun, Afghanistan di bawah Taliban menghadapi banyak tantangan besar. Tantangan itu antara lain keterbatasan pasokan obat dan peralatan kesehatan. Pada Senin, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirim 12,5 ton obat dan peralatan kesehatan ke Afghanistan.
Pasokan ini hanya cukup untuk 200.000 pasien umum dan 3.500 pasien bedah. Pasokan dikirim ke 40 klinik atau rumah sakit.
Bukan hanya kekurangan obat, jumlah tenaga kesehatan pun menurun drastis. Sebagian mengungsi ke luar Afghanistan. Sebagian lagi ketakutan keluar rumah.
Para birokrat dan teknokrat, guru, hingga pelajar juga berbondong-bondong meninggalkan negara itu. Afghanistan terancam kehilangan orang-orang terampil untuk mengelola pemerintahan dan layanan publik sehari-hari.
Mereka yang tidak bisa mengungsi terpaksa mengurung diri di rumah. Penyebabnya, mereka khawatir menjadi sasaran kekerasan milisi Taliban. Dalam pernyataan pekan lalu, Taliban meminta seluruh perempuan tidak keluar rumah. Mereka dikhawatirkan menjadi sasaran kekerasan milisi Taliban yang belum dilatih memahami bahwa perempuan boleh bekerja.
Di sela-sela perayaan kemenangan Taliban, Mujahid kembali mengatakan akan membentuk pemerintahan yang lebih toleran. Ia kembali menegaskan pula bahwa pasukan Taliban akan bersikap lembut dan baik.
Trauma
Namun, warga yang masih dibayangi trauma ketika Taliban berkuasa pada 1996-2001 belum sepenuhnya bisa menerima janji itu. ”Ketika pergi ke bank dengan ibu saya, saya melihat Taliban memukuli perempuan dengan tongkat,” kata seorang gadis Afghanistan.
Dia mengatakan, pemukulan terjadi saat warga mengantre di luar Bank Azizi, tak jauh dari Kabul Star Hotel. ”Pertama kalinya saya melihat tindakan seperti itu. Benar-benar membuat saya takut,” kata gadis berusia 22 tahun itu.
Pada Selasa banyak orang mengantre di luar bank. Mereka hendak mengambil simpanan untuk membeli makanan yang kini kian mahal. Taliban hanya mengizinkan setiap orang menarik dana dari bank paling banyak 200 dollar AS per pekan.
Larangan itu merupakan perintah pertama Gubernur Bank Sentral Afghanistan versi Taliban, Mohammed Idris. Sejumlah pejabat Taliban menyebut Idris tidak pernah mengenyam pendidikan formal bidang agama, apalagi ekonomi. Meski demikian, ia mengurus keuangan Taliban selama bertahun-tahun.
Taliban kini hanya memiliki akses ke dana pemerintah paling banyak 18 juta dollar AS. Taliban juga mendapat uang rutin dari pungutan cukai di perbatasan.
Kelompok itu belum bisa mengakses dana pemerintah yang tersimpan di luar negeri. Sejumlah negara membekukan aset Pemerintah Afghanistan sejak Taliban menduduki Kabul pada 15 Agustus 2021.
Taliban juga tak dapat mengakses bantuan internasional yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Afghanistan. Lebih dari separuh APBN Afghanistan mengandalkan bantuan internasional. Kini, seluruh bantuan dibekukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, AS bisa saja kembali menyalurkan bantuan ke Afghanistan. Namun, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi siapa pun yang berkuasa di Afghanistan.
Washington antara lain meminta kebebasan bergerak bagi warga Afghanistan dan warga negara lain. Hingga AS dan sekutunya menghentikan evakuasi, ada ribuan warga asing tertinggal di Afghanistan. Masih ada pula ribuan warga Afghanistan yang ingin meninggalkan negara itu.
AS dan banyak negara belum mau mengakui Taliban sebagai Pemerintah Afghanistan, apalagi sampai sekarang kelompok itu belum mengumumkan struktur pemerintahan. Mereka masih berunding dengan sejumlah pihak.
Mereka juga masih terlibat baku tembak. Pada Senin malam di Lembah Panjshir, sedikitnya delapan milisi Taliban dilaporkan tewas dan beberapa orang lainnya terluka dalam tembak-menembak dengan milisi Barisan Perlawanan Nasional (NRF). ”Mereka mencoba pertahanan kami. Mereka harus membayarnya,” kata juru bicara NRF, Fahmi Dashti.
Pemimpin NRF Ahmad Massoud pernah menyatakan, NRF siap berunding dengan Taliban untuk mencari solusi politik. Di sisi lain, NRF siap pula baku tembak dengan Taliban. Sejumlah kelompok milisi lain berpendapat senada.
Adapun Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) cabang Khurasan menolak berunding. Mereka menganggap perang dengan Taliban sebagai tugas suci.
Peninggalan AS
Di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi Taliban, kelompok tersebut mendapat tinggalan beragam senjata. Pada hari pertama Afghanistan tanpa pendudukan AS, Taliban menyita beraneka senjata bernilai miliaran dollar AS. Namun senjata-senjata itu sebagian besar tidak dapat digunakan.
Panglima Komando Tengah AS Jenderal Kenneth McKenzie mengakui pasukannya meninggalkan 73 pesawat dan helikopter di Bandara Kabul dan sejumlah pangkalan lain. ”Pesawat-pesawat itu tidak akan pernah bisa terbang lagi. Tidak akan bisa dioperasikan siapa pun,” ujarnya, Senin (30/8/2021) malam waktu Washington atau Selasa pagi WIB.
Selain pesawat, pasukan AS juga meninggalkan 70 mobil patroli antiranjau darat (MRAP). Ada pula sistem pertahanan udara C-RAM. Sistem itu menangkap lima roket yang ditembakkan ke Bandara Kabul pada Senin pagi. McKenzie mengatakan, sistem itu harus tetap dapat beroperasi sampai seluruh prajurit AS meninggalkan Bandara Kabul.
Pada Senin tengah malam waktu Kabul atau Selasa dini hari WIB, Panglima Pasukan Lintas Udara Divisi 82 AS Mayor Jenderal Chris Donahue menjadi tentara terakhir AS yang masuk pesawat untuk meninggalkan Kabul.
Inspektorat Jenderal Khusus untuk Pembangunan Ulang Afghanistan (SIGAR) mencatat lebih banyak lagi senjata yang ditinggalkan AS di Afghanistan. Lembaga AS yang khusus memantau proyek rekonstruksi oleh AS di Afghanistan itu mencatat ada 53.132 kendaraan tempur mulai dari mobil patroli lapis baja, MRAP, hingga panser ringan. AS juga meninggalkan lebih dari 500 pucuk senapan, pistol, dan senapan mesin. Selain itu, ada 169 pucuk meriam.
Sebelumnya, AS juga menghibahkan 106 helikopter dan 66 pesawat untuk militer Afghanistan. Informasi terakhir, hampir 50 unit pesawat dan helikopter dilarikan sisa-sisa tentara Afghanistan ke Uzbekistan. Sisanya disita Taliban. Bahkan, Taliban memamerkan sejumlah helikopter serbu UH-60 BlackHawk.