Hanya butuh tiga tahun, setelah terlempar dari pucuk kekuasaan, partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) untuk kembali memerintah "Negeri Jiran" Malaysia.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
KUALA LUMPUR, KAMIS — Politisi Organisasi Nasional Melayu Bersatu atau UMNO, Ismail Sabri Yakoob, hampir dipastikan bakal menjadi perdana menteri kesembilan Malaysia. Kepastian penunjukan Ismail akan diputuskan dalam sidang Raja-raja Melayu, Jumat (20/8/ 2021). Seperti pada dua pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Ismail dikhawatirkan dibentuk koalisi yang rapuh.
Istana telah mengumumkan rencana sidang khusus itu sejak PM kedelapan Malaysia, Muhyiddin Yassin, mengundurkan dari pada Senin lalu. Setelah itu, Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI meminta parlemen segera mencari pengganti. Raja menolak membubarkan parlemen dan mempercepat pemilu di tengah pandemi Covid-19 yang belum terkendali.
Pada Rabu sore, Raja telah menerima bukti dukungan untuk calon PM. Keesokan, Kamis (19/8/2021), Raja telah memanggil 114 anggota parlemen Malaysia yang mendukung Ismail. “Tuanku (Raja) ingin memastikan dukungan dari setiap orang. Istana ingin tahu benarkah dukungan diberikan,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) Ahmad Mazlan.
Dalam pernyataan Istana disebutkan, dukungan tak hanya harus ditunjukkan di Istana. Raja meminta parlemen segera bersidang untuk membuktikan 114 anggotanya mendukung Ismail menjadi PM Malaysia.
Pakar hukum pada International Islamic University Malaysia, Ahmad Kamal Mahmod, berpendapat dukungan harus dibuktikan di parlemen sebelum PM dilantik. Hal ini untuk memastikan PM terpilih tidak berusaha menghindari mosi percaya atau tidak percaya di parlemen.
Ahmad Kamal menyebut, hal itu terbukti selama pemerintahan Muhyiddin. Berulang kali Muhyiddin berusaha menghindari mosi tidak percaya dibahas di parlemen. Raja secara terbuka mengungkapkan kekecewaan atas sikap Muhyidin menolak membahas kebijakan di parlemen.
Sementara pengamat politik University Malaysia, Awang Azman Awang Pawi, mengatakan bahwa pembuktian dukungan kepada Ismail dapat dilakukan lewat sidang kilat di parlemen. “Tidak perlu memakai pemungutan suara tertutup karena daftar nama pendukung sudah diketahui,” kata dia.
Jika terkonfirmasi, penunjukan Ismail bakal menandai kembalinya UMNO ke pucuk kekuasaan di Malaysia. UMNO, partai penguasa lebih dari enam dekade, tumbang pada pemilu tahun 2018 saat mereka kalah dari oposisi. Kekalahan itu terjadi saat elite partai tersebut diguncang skandal korupsi dana perusahaan investasi 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Pada Pemilu 2018 Mahathir Mohamad, mantan Presiden UMNO, berada di barisan oposisi dan terpilih menjadi PM. Pemerintahan Mahathir bubar pada Februari 2020, digantikan pemerintahan Muhyiddin. Kurang dari 1,5 tahun memimpin, Muhyiddin mundur.
Ahmad Mazlan mengklaim, seluruh 38 anggota parlemen dari UMNO menyokong Ismail. Mereka batal menyokong Ketua Umum UMNO Ahmad Zahid Hamidi. Sebab, ia mendadak mengundurkan diri di tengah perundingan tentang siapa yang akan disokong UMNO untuk menjadi PM.
Sejumlah pihak menduga, pengunduran diri Ahmad Zahid demi menarik dukungan koalisi Perikatan Nasional (PN) pimpinan Muhyiddin. Dalam pernyataan pada Kamis siang, Muhyiddin menegaskan, seluruh 51 anggota parlemen dari PN siap mendukung Ismail menjadi PM. Syaratnya, tak ada anggota kabinet yang bermasalah dengan hukum di kabinet Ismail.
Meski tidak menyebut nama, syarat PN jelas menyasar Ahmad Zahid dan mantan PM Malaysia Najib Razak. Dua tokoh ini sama-sama berstatus terdakwa korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kini, kasus mereka masih berlanjut. Bahkan, Najib seharusnya dijadwalkan disidang kala ia bersama 37 politisi UMNO menghadap Raja, Kamis siang.
Dengan sokongan 114 dari 220 anggota parlemen Malaysia saat ini, Ismail dapat ditunjuk menjadi PM. Jumlah sokongannya hanya sedikit di atas kebutuhan minimal, yaitu 111 kursi di parlemen. “Untuk pemerintahan yang stabil, ia membutuhkan paling tidak 125 atau lebih banyak,” kata Direktur Asia Institute pada University of Tasmania, James Chin.
Koalisi rapuh
Peneliti pada Singapore Institute of International Affairs, Oh Ei Sun, juga sepakat bahwa koalisi penyokong pemerintahan Ismail berpeluang rapuh. Potensi kerapuhan berasal dari UMNO maupun PN. “Sebagian tidak terlalu suka,” ujarnya kepada The Straits Times dan MalayMail.
Dalam beberapa bulan terakhir, UMNO terpecah menjadi faksi Ahmad Zahid dan Ismail. Faksi Ismail terus mendukung Muhyiddin, sementara faksi Ahmad Zahid sebaliknya. Keputusan 15 orang anggota parlemen dari faksi Ahmad Zahid menjadi penyebab koalisi pendukung Muhyiddin kehilangan status mayoritas.
Muhyiddin berusaha bermanuver untuk menjaga koalisinya tetap mayoritas. Walakin, upaya itu gagal. Bahkan, sejumlah partai menuding Muhyiddin secara terbuka berusaha menyuap politisi lain demi mendapat dukungan. Setelah gagal menggalang dukungan, Muhyiddin terpaksa mengundurkan diri.
Pengamat politik dari University Utara Malaysia, Shukri Shuib, mengatakan bahwa penarikan dukungan oleh penyokong koalisi tetap berpeluang dihadapi Ismail. Bahkan, Ismail bisa terguling seperti Muhyiddin jika penarikan dukungan benar-benar terjadi. “Dia perlu memastikan kebutuhan setiap pendukung dipenuhi,” ujarnya kepada media Astro Awani.
Ia menyebut, perilaku politisi sekarang mencerminkan bahwa partai bukan lagi penentu keputusan politik. Perpecahan UMNO adalah bukti nyata. Setiap politisi mempunyai agenda masing-masing. Ismail perlu memahami, lalu membantu agenda itu, jika ingin dukungan pada pemerintahannya terus bertahan.
Hal itu memang bisa membuat pemerintahan Ismail terkesan sibuk menjaga koalisi dibandingkan mengurusi kebutuhan warga. Padahal, kini Malaysia dalam situasi sulit dan perlu pemerintahan yang mampu bekerja untuk memenuhi aneka kebutuhan rakyat.
Tuntutan antara lain disampaikan politisi Gabungan Partai Serawak (GPS) James Masing. Ia meminta Ismail memilih politisi GPS sebagai wakil PM. Posisi itu dinilai pantas untuk menunjukkan keseriusan Ismail pada Sarawak dan Sabah. Selain itu, posisi tersebut pantas diterima GPS yang telah mendukung pemerintahan Muhyiddin dan kini Ismail.
Raja pun telah berulang kali menegaskan, pemerintah harus memprioritaskan kebutuhan rakyat. Para politisi diminta mengatasi perbedaan dan membentuk pemerintahan yang bisa melayani warga. Permintaan itu telah disampaikan Raja berulang kali sejak Muhyiddin dilantik, Maret 2020.
Meski berstatus sebagai pemimpin tertinggi, Raja praktis tidak bisa ikut campur dalam pembuatan keputusan politik harian. Semua tergantung pada para politisi di parlemen, termasuk soal penunjukan PM.
Seperti di semua negara penerap sistem parlementer Westminsterian, politisi dengan sokongan mayoritas anggota parlemen dapat menjadi PM. Dalam konstitusi Malaysia memang disebutkan, Raja berwenang menunjuk PM. Dalam praktiknya, Raja hanya menyetujui siapa pun yang dapat membuktikan memperoleh sokongan mayoritas.
Hal itu terjadi sejak Malaysia berdiri sampai saat Ismail yang akan segera dilantik menjadi PM. Sebelum akhirnya diumumkan koalisinya, Ismail bersaing dengan Anwar Ibrahim yang sudah menanti menjadi PM selama hampir 25 tahun.
Para pendukung Anwar telah menyerahkan bukti dukungan kepada Raja. Akan tetapi, tidak seperti terhadap pendukung Ismail, para pendukung Anwar tidak diundang ke Istana. (AFP/REUTERS)