Pertarungan elite politik Malaysia yang berlarut-larut mencapai puncak dengan mundurnya Muhyiddin Yassin dari jabatan perdana menteri (PM). Hari-hari ini, Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah akan memilih pejabat baru.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
KUALA LUMPUR, RABU — Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah akan menunjuk perdana menteri baru yang dinilai bisa memimpin pemerintahan dengan dukungan koalisi yang kuat di parlemen. Untuk itu, Raja memberikan waktu kepada parlemen untuk mengajukan satu kandidat. Tenggat waktunya sampai dengan Rabu (18/8/2021) pukul 16.00 waktu setempat.
Salah satu nama kandidat yang santer disebut-sebut potensial menjadi calon perdana menteri (PM) pengganti adalah Ismail Sabri Yaakob (61), yang saat ini menjadi wakil dari mantan PM Muhyiddin Yassin sekaligus anggota dari Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Ia dikabarkan berhasil mendapatkan dukungan suara mayoritas dari partai-partai politik yang berada di dalam koalisi Barisan Nasional, di antaranya Partai Bersatu dan Partai PAS.
Pernyataan tertulis dari Istana Kerajaan Malaysia, Rabu (18/8/2021), menyebutkan, PM yang ditunjuk oleh Raja harus mengajukan mosi percaya kepada parlemen sesegera mungkin untuk membuktikan dirinya mendapat dukungan mayoritas. Sultan Abdullah tidak menyetujui usulan penyelenggaraan pemilu baru karena alasan pandemi Covid-19.
”Yang Mulia menyatakan, gejolak politik yang tidak berkesudahan ini mengganggu jalannya pemerintahan di saat kita masih menghadapi ancaman pandemi Covid-19,” sebut pernyataan tertulis itu.
Ihwal penunjukan PM baru ini ditempuh menyusul pengunduran diri Muhyiddin Yassin dari posisinya sebagai PM, Senin lalu. Meski tidak sampai menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen, langkah itu diambil karena ia kehilangan dukungan mayoritas di parlemen. Sampai PM baru ditunjuk, Muhyiddin menjadi pelaksana PM.
Sebagian rakyat Malaysia menganggap pemerintahan Muhyiddin gagal menangani pandemi Covid-19. Pengunduran diri Muhyiddin memperparah krisis politik selama berbulan-bulan pada saat Malaysia tengah bergulat dengan lonjakan Covid-19 dan tekanan ekonomi.
Ismail yang memelopori kebijakan keamanan selama krisis Covid-19 itu ditunjuk oleh Muhyiddin untuk menjadi wakil PM pada Juli lalu. Harapannya, Ismail bisa mengurangi ketegangan antara Muhyiddin dan UMNO. Ismail kemudian memimpin faksi di UMNO yang menentang perintah partai untuk menarik dukungan bagi pemerintah. Pada akhirnya, 15 anggota parlemen UMNO mengundurkan diri dan menyebabkan pemerintahan kolaps.
Ismail sudah mulai melobi ke sejumlah pihak untuk mendapatkan dukungan. Ini bahkan sudah dilakukan sebelum Muhyiddin mengundurkan diri. Ismail digadang-gadang menjadi calon kuat setelah 38 anggota parlemen UMNO sepakat mengesampingkan perbedaan dan mendukung dia menjadi kandidat UMNO, Selasa lalu.
Sekretaris Jenderal UMNO Ahmad Maslan menulis di media sosial Twitter, ”hanya nama Ismail yang akan diajukan sebagai kandidat PM”. Anggota parlemen, Azalina Othman, juga mengatakan, Ismail berhasil mendapatkan dukungan dari sedikitnya 111 dari 222 total jumlah anggota parlemen.
Berat
Selain Ismail, pemimpin kelompok oposisi, Anwar Ibrahim (74), juga berusaha kembali berkuasa dengan menggalang koalisi untuk membentuk pemerintahan. Namun, Anwar tidak akan mudah mendapatkan 111 suara yang dibutuhkan untuk menang. Meski mendapatkan dukungan dari aliansi tiga partainya dengan 88 anggota di parlemen dan partai-partai oposisi lain yang lebih kecil, Anwar hanya akan bisa mengantongi 105 suara.
”Raja meminta semua partai menghentikan pertikaian dan bekerja sama menangani pandemi dan memulihkan perekonomian. Raja juga menekankan perlunya lanskap politik baru yang lebih damai bagi rakyat,” katanya.
Anwar sedianya menggantikan PM Mahathir Mohamad sebelum aliansi reformis mereka runtuh pada Februari 2018 akibat penarikan partai Muhyiddin. Muhyiddin kemudian berkuasa pada Maret 2020 dengan dukungan mayoritas tipis di parlemen dan koalisi yang labil.
Pada saat PM mundur dari jabatannya, Raja Malaysia secara konstitusional berkewajiban memilih kandidat yang mendapatkan dukungan mayoritas. Namun, para pengamat menilai, Ismail bukan pilihan yang terbaik.
”Ismail dianggap sebagai bagian dari pemerintahan yang sudah gagal. Rakyat Malaysia menginginkan kandidat yang betul-betul bersih dari pemerintahan yang kemarin. Kalau Ismail yang dipilih, akan sama saja, tidak ada perubahan,” kata Guru Besar Ilmu Politik di University of Science, Malaysia, Ahmad Fauzi Abdul Hamid.
Selain Ismail dan Anwar, nama mantan Menteri Keuangan Razaleigh Hamzah (84) juga muncul sebagai kandidat PM. Razaleigh yang merupakan anggota parlemen dari UMNO itu dianggap sebagai kandidat netral yang bisa menyatukan faksi-faksi politik yang terpecah-belah.
Mahathir mengusulkan langkah konkret, yakni pembentukan dewan pemulihan nasional yang dipimpin kalangan profesional untuk menangani persoalan ekonomi dan krisis kesehatan.
Kelompok reformasi pemilu, Bersih, mendesak partai-partai politik dan para kandidat PM untuk mengupayakan stabilitas politik melalui pemerintahan multipartai dan reformasi kelembagaan. Tidak hanya praktik dagang sapi dan bagi-bagi kekuasaan. Pemerintahan yang hanya memikirkan kepentingan partainya sendiri tidak akan dipilih lagi oleh rakyat dalam pemilu mendatang.
Sebagian rakyat Malaysia, sebut situs Channel News Asia, 18 Agustus 2021, juga sudah lelah dengan ingar-bingar politik yang tak jelas. Simon Chong (30), warga Sabah, mengaku sudah tak mau tahu dengan urusan politik karena baginya dunia politik itu bagaikan drama dan hanya mengganggu upaya penanganan pandemi Covid-19.
Annitha Tamilvanan (40) juga kecewa dengan pemerintah yang gagal menangani pandemi. Ia berharap PM yang baru akan lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan politik atau uang. ”Andai saja pemerintah fokus menangani pandemi dan bukan hanya memikirkan politik saja, situasinya tidak akan separah ini,” ujarnya.
Direktur Pusat untuk Konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia Malaysia Fahri Azzat berharap agar semua pihak mau bekerja sama dan mengesampingkan perbedaan di antara mereka demi kepentingan seluruh rakyat. ”Mereka boleh saja tidak suka satu sama lain, tetapi mereka harus sadar kita ini ada di kapal yang sama yang tujuannya tidak jelas ke mana," kata Azzat kepada media The Star, 17 Agustus 2021.
Ia juga berharap pemimpin baru yang terpilih akan mempunyai ide-ide dan metode-metode baru dalam menjalankan pemerintahan. Tak perlu banyak pejabat, cukup sedikit pejabat, tetapi yang betul-betul cakap dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya. ”Sebaiknya pejabat-pejabat lama tidak dipakai lagi karena ide-idenya akan sama saja dengan 20-30 tahun lalu. Kita butuh ide-ide segar,” ujarnya. (REUTERS/AP)