Setelah 3 Bulan, Efikasi Vaksin Pfizer dan AstraZeneca Menurun dalam Melawan Covid-19
Tingkat kemanjuran vaksin Covid-19 hanya sampai tiga bulan setelah dosis kedua meski masih tetap cara terbaik mencegah infeksi. Ini alasan banyak negara untuk memberikan vaksin dosis ketiga atau vaksin penguat.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
LONDON, KAMIS —Kemampuan vaksin Covid-19 menghadang Covid-19 varian delta ternyata terbatas. Tingkat efikasi atau kemanjuran dua vaksin Covid-19, misalnya Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca, akan menurun atau melemah dalam waktu 90 hari atau tiga bulan setelah suntikan kedua diberikan. Tingkat efikasi vaksin Pfizer-BioNTech akan turun menjadi sekitar 75 persen dan AstraZeneca sekitar 61 persen.
Ini merupakan hasil studi dari Universitas Oxford berdasarkan data hasil usap hidung dan tenggorokan di Inggris yang dipublikasikan pada Kamis (19/8/2021). Tim peneliti Oxford menganalisis sekitar 2,58 juta hasil usap dari 380.000 orang dewasa pada 1 Desember 2020 dan 16 Mei 2021 serta 810.000 hasil tes dari 360.000 partisipan antara 17 Mei 2021 dan 1 Agustus 2021. Studi ini dilakukan bekerja sama dengan Badan Statistik Nasional Inggris serta Departemen Kesehatan dan Layanan Sosial.
Hasil studi itu juga menunjukkan, mereka yang terinfeksi setelah menerima dua dosis suntikan vaksin Pfizer-BioNTech atau AstraZeneca kemungkinan berisiko lebih besar menulari orang lain. Penurunan tingkat kemanjuran ini terlihat lebih jelas pada mereka yang berusia 35 tahun ke atas.
”Meski ada penurunan kemanjuran, dua dosis vaksin-vaksin ini masih ampuh melawan varian Delta,” kata Guru Besar Statistik Kedokteran di Universitas Oxford Sarah Walker, yang juga kepala tim survei ini.
Para peneliti belum memproyeksikan sampai kapan tingkat kemanjuran vaksin-vaksin itu akan betul-betul habis, tetapi kemungkinan dalam waktu 4-5 bulan setelah suntikan dosis kedua. Dengan alasan ini, sejumlah negara memutuskan memberikan suntikan vaksin ketiga atau vaksin penguat dengan memprioritaskan tenaga kesehatan dan warga yang berisiko. Pasalnya, Covid-19 varian delta dianggap lebih mudah menular dan lebih berbahaya ketimbang varian-varian sebelumnya.
Menyoroti peningkatan risiko penularan dari varian delta, hasil studi ini juga menunjukkan, mereka yang terinfeksi varian Delta meskipun sudah divaksinasi lengkap cenderung memiliki jumlah virus yang sama dengan mereka yang tidak divaksinasi.
Temuan Universitas Oxford ini serupa dengan hasil analisis Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) yang juga menemukan bukti penurunan tingkat kemanjuran vaksin Covid-19. Berbekal alasan ini, Pemerintah AS berencana memberikan vaksin ketiga mulai September karena kasus penularan varian Delta yang meningkat. Sejumlah negara di Eropa juga akan memberikan vaksin dosis ketiga kepada orang berusia lanjut dan mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah.
Hasil studi Universitas Oxford dan CDC ini sebenarnya sudah diperkirakan para pembuat vaksin. Pfizer sejak awal juga sudah menjelaskan tingkat kemanjuran vaksinnya lama-kelamaan akan melemah. AstraZeneca pun sama dan sekarang masih meneliti sampai kapan vaksin itu akan bisa bertahan. Ini penting supaya bisa diketahui apakah vaksin ketiga dibutuhkan untuk menjaga kekebalan tubuh terhadap Covid-19.
Koen Pouwels, peneliti di Universitas Oxford yang ikut dalam studi kemanjuran vaksin, mengatakan, jika tingkat kemanjuran vaksin melemah, kekebalan kelompok menjadi semakin sulit tercapai. Kekebalan kelompok akan tercapai jika mayoritas penduduk sudah imun terhadap patogen, baik setelah mendapat vaksin maupun pernah terinfeksi Covid-19. Kekebalan kelompok bisa dilihat jika jumlah kasus Covid-19 mulai turun.
”Vaksin tetap masih cara terbaik untuk mencegah agar tidak sakit parah dan mencegah penularan,” ujarnya.
Hasil studi Universitas Oxford itu juga menekankan kekhawatiran kalangan ilmuwan mengenai risiko varian Delta yang bisa menulari orang yang sudah divaksin lengkap. Jika sudah tertular varian delta, mereka yang terinfeksi akan jauh lebih gampang menulari orang lain meski sudah divaksin sekalipun.
Organisasi Kesehatan Dunia tidak menyetujui pemberian vaksin dosis ketiga ini karena masih banyak orang yang belum mendapatkan vaksin dosis pertama, khususnya mereka yang tinggal di negara-negara miskin.
”Kita malah berencana memberikan jaket penyelamat kepada orang-orang yang sudah punya, sementara kita membiarkan mereka yang belum punya (perlindungan) tenggelam. Ini kenyataannya,” kata pakar kedaruratan di WHO, Mike Ryan. (REUTERS)
---------
Catatan Editor:
Judul tulisan ini mengalami perubahan dari versi awal pada hari Jumat, 20 Agustus 2021, pukul 19.15 WIB setelah pihak Pfizer memberikan penjelasan terkait hasil studi atas vaksinnya. Terima kasih atas perhatiannya.