Oposisi menyebut tawaran Muhyiddin kepada mereka sebagai upaya penyuapan secara terbuka. Tawaran itu dinilai tidak pantas karena Muhyiddin sudah kehilangan hak untuk terus menjadi PM.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, MINGGU — Setelah 1,5 tahun bergelut, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dilaporkan menyerah. Dalam rapat khusus partai pimpinannya, Bersatu, Muhyiddin disebut menyatakan akan menyerahkan surat pengunduran diri pada Senin (16/8/2021) kepada Yang Dipertuan Agung XVI.
Anggota Majelis Tinggi Bersatu, Redzuan Yusof, membenarkan Muhyiddin menyampaikan informasi itu dalam rapat Bersatu pada Minggu (15/8/2021) pagi. Ia menyebut, Muhyiddin kelelahan dan sudah tidak melihat ada peluang mempertahankan pemerintahannya.
”Besok akan ada rapat kabinet khusus. Setelah itu, dia (Muhyiddin) akan ke Istana Negara untuk menyerahkan pengunduran diri,” ujarnya, sebagaimana dikutip Berita Harian, Sinar Harian, MalayMail, dan The Star.
Pengunduran diri disebut sebagai upaya terakhir setelah segala hal dicoba Muhyiddin dalam 1,5 tahun terakhir. ”Sudah sampai tahap tidak bisa berbuat apa pun. Harus meletakkan jabatan,” katanya.
Sejumlah politisi anggota partai yang berkoalisi dengan Muhyiddin menolak berkomentar soal isu itu. Mereka meminta semua pihak menanti perkembangan pada Senin pagi.
Rapat Bersatu diselenggarakan setelah partai-partai secara terbuka menolak tawaran Muhyiddin untuk bekerja sama dan mempertahankan pemerintahannya. Bahkan, petinggi sebagian partai menyebut tawaran itu sebagai upaya penyuapan secara terbuka. Tawaran itu dinilai tidak pantas karena Muhyiddin sudah kehilangan hak untuk terus menjadi PM.
Muhyiddin perlu disokong sekurangnya 111 dari 220 anggota parlemen Malaysia saat ini. Sementara kajian Institut Darul Ehsan Selangor, salah satu lembaga kajian politik Malaysia, menunjukkan Muhyiddin hanya disokong 102 anggota parlemen.
Muhyiddin kehilangan 12 dari 38 anggota parlemen UMNO yang semula mendukungnya. Perpecahan di UMNO, partai tempat Muhyiddin merintis karier politik sejak 1971 sampai menjadi Wakil PM 2009-2015, menjadi pukulan serius upaya Muhyiddin mempertahankan pemerintahannya.
Anggota Majelis Tinggi UMNO berkali-kali menyatakan ketidaksenangan atas pembagian jabatan di kabinet Muhyiddin. Belakangan, Muhyiddin menunjuk dua politisi UMNO sebagai Wakil PM dan Menteri Koordinator Keamanan. Sayangnya, penunjukan itu tetap tidak membuat UMNO bulat menyokong Muhyiddin.
Melawan Raja
Tekanan semakin keras kala Muhyiddin dinilai melawan Yang Dipertuan Agung XVI. Dalam pernyataan Istana, Raja dinyatakan sangat kecewa kala pemerintahan Muhyiddin menetapkan keadaan darurat akan diakhiri. Raja menilai Muhyiddin melanggar titahnya. Sementara sejumlah politisi menilai Muhyiddin sengaja melawan Raja.
Beberapa waktu lalu, Raja meminta Muhyiddin membahas soal keadaan darurat dengan parlemen. Keputusan apa pun soal keadaan darurat harus melalui pemungutan suara di parlemen. Selain itu, pengakhiran keadaan darurat harus dibuat oleh Raja. Faktanya, kabinet Muhyiddin mengumumkan pengakhiran keadaan darurat tanpa melalui dua hal itu.
Kekecewaan Raja yang diungkap secara terbuka dijadikan alasan oposisi menuding Muhyiddin menentang Raja. Karena itu, Muhyiddin dianggap sudah tidak pantas menjabat lagi.
Dalam sistem tata negara Malaysia, PM tidak hanya harus didukung mayoritas anggota parlemen. PM juga harus mendapatkan persetujuan Raja. Sebab, konstitusi Malaysia menetapkan Raja berwenang menunjuk PM.
”Sekarang terserah kepada Yang Dipertuan Agung untuk memutuskan mana yang terbaik untuk rakyat,” kata Redzuan.
Dalam kasus PM kehilangan dukungan mayoritas, Raja dapat melakukan dua hal. Pertama, membubarkan parlemen atas saran PM terguling lalu pemilu digelar untuk memilih anggota baru parlemen. Di parlemen baru, politisi yang mendapat suara mayoritas dapat diajukan sebagai PM.
Cara kedua, Raja menunjuk PM baru tanpa melalui proses pemilu. Hal itu terjadi pada peralihan kekuasaan dari Mahathir Mohammad kepada Muhyiddin pada Maret 2020.
Karena kekurangan dukungan di parlemen, Mahathir mundur pada Februari 2020. Setelah melalui negosiasi panjang, Muhyiddin akhirnya diangkat menjadi PM. Kini, giliran Muhyiddin harus kehilangan kursi.
Tidak diketahui apakah Muhyiddin hanya mengundurkan diri atau sekaligus mengusulkan pembubaran parlemen. Sejumlah pihak mendesak agar sebaiknya parlemen dibubarkan dan pemilu dipercepat. Sementara sebagian lain, dengan alasan pandemi Covid-19 masih belum terkendali, menentang ide percepatan pemilu. (REUTERS)