Setelah Raja menolak keinginan PM Muhyiddin Yassin mengumumkan status negara Malaysia dalam keadaan darurat, tekanan pada Muhyiddin makin tinggi. Mulai dari kehilangan dukungan sampai desakan mundur terus menggelinding.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, SENIN — Setelah proposal untuk menetapkan status negara dalam keadaan darurat ditolak Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI Sultan Abdullah, tekanan dipastikan akan bertambah bagi Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dan kabinetnya. Pada saat yang sama, Yang Dipertuan Agung XVI Raja Abdullah mengimbau para politisi Malaysia agar tidak melakukan tindakan ataupun gerakan mengganggu stabilitas pemerintahan yang tengah berupaya menghadapi pandemi dan dampaknya.
Dalam keterangan singkatnya, Minggu (25/10/2020) malam, PM Muhyiddin mengatakan bahwa dia dan kabinetnya memahami keputusan Yang Dipertuan Agung dan akan membahas lebih lanjut langkah yang akan diambil pemerintah. Dia mengatakan, prioritas pemerintah dan kabinet saat ini adalah melindungi rakyat Malaysia dari Covid-19.
Muhyiddin dan kabinetnya, dikutip dari laman Malay Mail, sejak Senin (26/10/2020) pagi telah melakukan pertemuan khusus dengan anggota kabinetnya. Rapat yang dimulai sekitar pukul 09.00 pagi waktu setempat atau pukul 08.00 waktu Indonesia ini berlangsung di kompleks pemerintahan Malaysia di kawasan Putra Jaya selama sekitar 3 jam. Seusai rapat, beberapa menteri terlihat keluar dari gedung tanpa memberikan pernyataan apa pun.
Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein, yang sempat membuka jendela kendaraannya untuk menyapa sejumlah jurnalis, mengatakan, dirinya tidak bisa memberitahukan hasil rapat tersebut. Hishammuddin, yang juga politisi Barisan Nasional, menyatakan bahwa dirinya akan bertemu dengan pimpinan partai untuk berbicara tentang sejumlah isu terkini Malaysia. Dia tidak menjelaskan secara detail tentang hal apa yang akan didiskusikan dengan kolega partainya.
Minim dukungan
Rencana PM Muhyiddin untuk menetapkan status negara dalam kondisi darurat—dengan status itu ia bisa membekukan parlemen—dinilai banyak pihak sebagai tindakan yang tidak demokratis dan membahayakan. Tindakan itu dinilai dapat melanggengkan kekuasaan Muhyiddin yang kini, menurut sejumlah pihak, tidak mendapatkan dukungan penuh dari anggota parlemen.
Ahmad Fauzi Abdul Hamid, profesor ilmu politik pada Universitas Sains Malaysia, mengatakan, hal-hal tersebut di atas harus diakui sebagai indikator makin melemahnya dukungan terhadap pemerintahan PM Muhyiddin. ”Bagaimanapun Anda melihatnya, indikasi bahwa PM telah menyadari dia telah kehilangan dukungan mayoritas secara efektif,” kata Ahmad Fauzi Abdul Hamid.
Kritikan mengenai rencana PM Muhyiddin mengumumkan status darurat juga disampaikan Mahathir Mohamad, mantan PM dan ”guru politik” Muhyiddin. Dalam pernyataan melalui akun resmi media sosial miliknya, Mahathir mengatakan, rencana pengumuman status darurat hanya akan memberikan tambahan kekuasaan di tangan PM Muhyiddin.
Sebagai pemimpin negara saat ini, menurut Mahathir, PM Muhyiddin tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin negara ketika menghadapi pandemi saat ini. ”Dia memiliki anggota kabinet yang banyak, tetapi sejauh ini tidak memberikan kontribusi apa pun kepada kesejahteraan rakyat dan negaranya,” kata Mahathir.
Penilaian bahwa PM Muhyiddin tidak cukup mampu untuk memimpin Malaysia melewati pandemi dan menanggulangi dampaknya juga dilontarkan salah satu politisi senior UMNO, Ahmad Fuad Zarkashi. Ia menuntut Muhyiddin untuk mundur dari jabatan sebagai perdana menteri.
”Kesehatan dan keselamatan rakyat Malaysia lebih penting daripada segalanya. Untuk itu, Muhyiddin harus mundur,” kata Fuad Zarkashi, dikutip dari Malay Mail.
Meski demikian, menurut sebagian pengamat, langkah meminta Muhyiddin mundur dari jabatannya dinilai tidak bijak. Shawzan Mustafa Kamal, analis politik dan risiko kebijakan senior pada lembaga Vriens & Partners, menilai bahwa para politisi bisa meresapi pernyataan Yang Dipertuan Agung XVI soal politisasi pandemi dan soal mendahulukan kepentingan rakyat dalam menghadapi pandemi.
”Raja terlihat mengirimkan sinyal pada pemerintahan Muhyiddin untuk bertahan dan anggaran harus mendapat persetujuan. Selain itu, diimbau agar tidak ada peralihan kekuasaan. Setidaknya saat ini, di tengah pandemi,” kata Shawzan.
Posisi pemerintahan Muhyiddin dan kabinetnya akan ditentukan pada sidang paripurna pada 2 November mendatang. Apabila anggota parlemen sepakat dengan anggaran yang diajukan, Muhyiddin dan kabinetnya untuk sementara bisa bernapas lega dan terhindar dari pergantian. (AP)