Per 6 Agustus lalu merupakan peringatan 76 tahun tragedi bom nuklir yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima, Jepang. Sampai hari ini, dunia tidak belajar. Alih-alih menghapus senjata nuklir, banyak negara berlomba.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Hanya Jepang yang pernah merasakan dampak bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat, dengan dukungan Inggris, ke Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945. Jepang pula yang ikut mendukung pemilikan bom pemusnah massal itu Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah bangsa lainnya, selama puluhan tahun terakhir sejak dua kotanya luluh lantak gara-gara senjata itu.
Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui dengan getir mengungkap fakta itu dalam peringatan 76 tahun bom Hiroshima, Jumat (6/8/2021). ”Senjata nuklir adalah puncak kekerasan manusia. Jika masyarakat memutuskan hidup tanpa itu, pintu pada dunia bebas nuklir akan terbuka lebar,” ujarnya sebagaimana dilaporkan Kyodo News.
Ia mendesak Pemerintah Jepang segera meratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) yang disahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2020. Sampai sekarang, baru 55 dari 193 anggota PBB meratifikasi TPNW yang mulai berlaku pada 22 Januari 2021. Indonesia menandatangani tetapi belum meratifikasi TPNW.
Sampai sekarang, baru 55 dari 193 anggota PBB meratifikasi TPNW yang mulai berlaku pada 22 Januari 2021 itu. Indonesia menandatangani tetapi belum meratifikasi TPNW.
Tokyo tidak menandatangani apalagi meratifikasi TPNW. Padahal, 13 juta warga menandatangani petisi mendesak Tokyo mengesahkan TPNW. Dalam jajak pendapat di Agustus 2019, sebanyak 75 persen responden Jepang mendukung TPNW.
Matsui menyebut, tidak ada bangsa yang bisa mengajarkan langsung dampak senjata nuklir selain Jepang. Hingga Maret 2021, sebanyak 127.755 hibakusha atau korban selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki masih hidup. Selain itu, ada pula keturunan mereka.
”Warga Hiroshima berperan menghubungkan generasi masa depan kepada suara asli (korban bom atom). Sekarang, mudah sekali melupakan bom yang dijatuhkan ke kota kita karena kita tidak mengalami langsung,” kata Mika Tanaka (45) saat menghadiri peringatan 76 tahun bom Hiroshima bersama tiga anaknya.
Kakek Tanaka adalah salah satu dari ratusan ribu hibakusha. Dalam berbagai kesempatan, Tanaka selalu menceritakan penderitaan kakeknya dan hibakusha lain kepada anak-anaknya.
TPNW mulai digagas sejak 2017 kala Jepang masih dipimpin Shinzo Abe. Pengganti Abe, Yoshihide Suga, membawa Jepang menyaksikan TPNW disahkan pada 2020. Sejak TPNW dibahas sampai disahkan, Tokyo tidak menunjukkan ketertarikan untuk bergabung.
Suga bolak-balik menegaskan, Tokyo tidak berniat menandatangani traktat itu. Bahkan, sejumlah anggota kabinet Suga meragukan efektivitas TPNW mengendalikan persenjataan nuklir. Sebab, negara-negara pemilik senjata nuklir tidak mau bergabung dengan traktat itu. AS dan sekutunya di Eropa dan Asia menolak bergabung dalam TPNW.
Selain AS, 8 negara pemilik senjata nuklir juga menolak. Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mengungkap, ada 13.080 bom nuklir yang dimiliki AS, Rusia, Perancis, Inggris, China, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara. Laporan SIPRI menjadi salah satu acuan utama untuk memantau dinamika persenjataan global.
Alih-alih menghapuskan sebagaimana dituju TPNW, sejumlah negara malah terus menambah bom nuklirnya. Inggris mengumumkan, jumlah bom nuklir siap luncur akan ditingkatkan dari 120 hulu ledak menjadi hingga 250 hulu ledak.
Sementara China menambah ratusan tempat peluncuran bom nuklir dari darat. Sementara AS dan Rusia mempertahankan pemilikan masing-masing, yakni 1.800 rudal dan 1.625 rudal yang dipasang hulu ledak nuklir. Para pemilik senjata nuklir juga terus memperbaiki teknologi untuk meningkatkan daya rusak senjata nuklir.
SIPRI tidak memasukkan Iran, Jepang, dan sejumlah negara lain dalam daftar pemilik bom nuklir. Padahal, berbagai pihak menduga kuat Iran, Jepang, dan sejumlah negara lainnya mampu membuat bom nuklir.
Meski tidak masuk daftar pemilik, bukan berarti Jepang bisa menggunakan senjata nuklir. Jepang memanfaatkan perjanjian pertahanan dengan AS soal penggunaan senjata nuklir.
AS berjanji membantu pertahanan Jepang dengan segala cara, termasuk menggunakan bom nuklir. Janji itu terungkap dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi dan Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi dengan Menlu AS Anthony Blinken dan Menhan AS Llyod Austin pada Maret 2021.
Pernyataan itu membuat Jepang dalam posisi menjadi korban sekaligus siap jadi pelaku penggunaan senjata nuklir. ”Dari sudut pandang kepentingan nasional, pelucutan senjata nuklir secara radikal akan punya dampak serius. Jepang menolak bergabung ke TPNW karena bisa menggunakannya sebagai alat tawar. Dari sudut pandang kemanusiaan, kondisi itu sangat berseberangan,” kata pengajar Ilmu Hubungan Internasional di Osaka University, Tanaka Shingo.
Pakar kebijakan senjata nuklir pada Hitotsubashi University, Akiyama Nobumasa, pesimistis negara-negara pemilik dan pengguna senjata nuklir akan bergabung dengan TPNW dalam waktu dekat.
”Keanggotaan Jepang di TPNW bukan tujuan utama. Tujuannya adalah pengurangan nuklir Korea Utara, China, dan AS,” katanya seraya menekankan pentingnya mendengar sudut pandang pemilik senjata nuklir soal cara pengendalian senjata itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, cara terbaik mengendalikan senjata nuklir adalah dengan menghapusnya secara total. Sayangnya, kematian puluhan ribu orang di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 Agustus dan 9 Agustus 1945 tidak cukup memberi pelajaran untuk menghapus senjata nuklir. Jepang sekali pun tidak benar-benar belajar dari tragedi itu. (AFP/REUTERS)