Amerika Serikat menegaskan kembali komitmennya untuk menjaga dan melindungi Jepang. Bahkan, Washington siap ”memayungi” Jepang dengan nuklir.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
TOKYO, SELASA - Amerika Serikat menegaskan dukungan penuh pada pertahanan Jepang, termasuk ”memayungi” Jepang dengan nuklir. Penegasan tersebut disampaikan di tengah peningkatan ketegangan China dan Jepang terkait sengketa wilayah.
Penegasan disampaikan setelah pertemuan Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi dan Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi dengan Menlu AS Anthony Blinken dan Menhan AS Llyod Austin. Pertemuan di Tokyo, Selasa (16/3/2021), adalah bagian dari muhibah Blinken-Austin ke Jepang dan Korea Selatan.
”AS menggarisbawahi komitmen teguh untuk pertahanan Jepang dengan seluruh kemampuannya, termasuk nuklir,” demikian disampaikan dalam naskah pernyataan bersama yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri AS.
Para menteri AS-Jepang juga menuding China tidak mematuhi hukum dan norma internasional. ”Kami setuju tindakan China tidak sesuai dengan tatanan internasional dan menghadirkan aneka tantangan pada persekutuan AS-Jepang serta masyarakat internasional,” demikian pernyataan bersama mereka.
Dalam pernyataan itu ditegaskan, sebagaimana dilaporkan Kyodo dan Asahi Shimbun, AS wajib membantu pertahanan Jepang. Kewajiban itu antara lain berlaku bila Jepang diserang pihak lain di Kepulauan Senkaku. “AS dan Jepang menentang semua tindakan unilateral untuk mengubah status quo atau melemahkan kendali Jepang pada kepulauan ini,” lanjut pernyataan itu.
Kepulauan yang oleh China dinamai Diaoyu itu dinyatakan Tokyo-Washingon termasuk obyek Traktat Pertahanan AS-Jepang. Keterlibatan AS terhadap pertahanan Jepang termasuk menyediakan payung nuklir atau, sebagaimana laporan Asahi, Kaku no Kasa.
Asahi dan Kyodo juga melaporkan, amat jarang AS-Jepang secara terbuka menyebut China dalam pernyataan bersama kedua negara. Pernyataan yang jarang itu dikeluarkan setelah Beijing mengesahkan undang-undang keamanan maritim.
UU yang berlaku mulai 1 Februari 2021 itu mengizinkan penggunaan senjata oleh penjaga laut dan pantai (Palapa) China. Palapa China boleh menembak kapal asing yang dinilai melanggar wilayah China. Bagi Beijing, Daioyu adalah wilayah teritorialnya.
Pengamat militer China Song Zhongping mengatakan, pembahasan soal Diaoyu menunjukkan AS kekurangan alasan untuk menyatukan sekutunya. “Ideologi dan nilai saja tidak cukup bagi AS untuk mengumpulkan sekutunya. Karena itu, mereka (AS) mencoba memanfaatkan sengketa wilayah seperti pada China-Jepang atau China-India,” ujarnya kepada Global Times, media yang dekat dengan pemerintahan China.
Peningkatan Ketegangan
Kishi dan Austin menyebut, pengesahan UU itu menimbulkan kekhawatiran dan meningkatkan ketegangan kawasan. “Para menteri berkomitmen menentang pemaksaan dan perilaku pengacau terhadap pihak lain di kawasan,” demikian tercantum dalam pernyataan bersama para menteri AS-Jepang.
Kekhawatiran AS-Jepang antara lain karena UU itu membuat Palapa China merasa punya dasar hukum untuk menembak kapal asing di perairan Senkaku atau Diaoyu. “China adalah ancaman yang berkembang dan Kementerian Pertahanan akan terus memperhatikannya,” kata Austin.
Ia menyebut, China memanfaatkan kesempatan untuk memodernisasi pertahanan selama AS fokus ke Timur Tengah. “Selain itu, mereka berperilaku agresif dan, para beberapa kasus, memaksa. Beberapa perilaku itu diarahkan terhadap sekutu kami di kawasan,” kata dia.
Menyikapi langkah China yang dinilai agresif, Blinken mengatakan, AS dan Jepang bisa bersikap tegas. ”Kami akan menekan balik, jika diperlukan, apabila China menggunakan paksaan atau agresi untuk mendapatkannya,” kata Blinken.
Selain isu di sekitar Jepang, para menteri AS-Jepang juga menyoroti perilaku Beijing di Laut China Selatan dan di dalam negeri China. Untuk isu domestik, sorotannya masih soal Xinjiang dan Hong Kong. Isu lain yang dibahas adalah soal Korea Utara. Para menteri itu kembali menyatakan keteguhan untuk denuklirisasi Semenanjung Korea.
Tanggapan China
Sebelumnya, juru bicara Kemenlu China Zhao Lijian membenarkan bahwa China memang membangun kekuatannya. Walakin, pengembangan kekuatan adalah peluang untuk meningkatkan perdamaian dunia dan bukan untuk mengancam pihak lain.
“China selalu menjaga tatanan internasional dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai intinya, hukum internasional sebagai dasarnya, bukan tatatan internasional yang dimaknai sepihak oleh negara tertentu untuk mempertahankan hegemoninya,” ujarnya sebagaimana dikutip Global Times, media yang dekat dengan pemerintah China.
Pakar kajian AS pada Chinese Academy of Social Sciences Lü Xiang meyakini, pemaknaan China soal tatanan internasional lebih diterima di kawasan dibandingkan versi AS dan sekutunya. Sebab, persekutuan AS di Asia yang ditujukan kepada India, Jepang, Australia, dan Korea Selatan. Padahal, ada puluhan negara di Asia Pasifik.
Ia juga memperingatkan, lawatan Austin-Blinken ke Jepang dan Korsel bisa berdampak pada rencana pertemuan Blinken dengan Menlu China Wang Yi. Blinken-Wang dijadwalkan bersua di Alaska pada 18 Maret 2021. Selepas dari Seoul, Blinken akan terbang ke Anchorage untuk menemui Wang.
Song Zhongping mengatakan, Austin berkali-kali menyinggung soal penggentar. Bagi Song, Austin merujuk pada sistem pertahanan anti-rudal di pangkalan-pangkalan AS di kawasan.
Song menekankan pentingnya peran China bagi perekonomian Jepang dan Korsel. Karena itu, ia meyakini para mitra AS di kawasan tidak akan serta merta ikut saja keinginan Washington.
Penempatan rudal jarak menengah di negara-negara sekutu AS di kawasan bisa menimbulkan dampak serius. Pangkalan rudal bisa dianggap sebagai tantangan terhadap China, Korea Utara, dan Rusia