AS Berencana Tampung Pengungsi Prioritas asal Afghanistan
Warga Afghanistan yang bekerja untuk misi AS menghadapi risiko hukuman dari Taliban. Mereka berikut keluarganya yang berjumlah sekitar 70.000 orang berharap bisa bermukim di Amerika Serikat.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Pemerintah Amerika Serikat akan menampung warga Afghanistan yang selama ini bekerja atau membantu pekerjaan operasi Amerika Serikat dan sekutu di Afghanistan. Program pemukiman kembali yang disebut program pengungsi Prioritas-2 (P-2) itu diperkirakan akan dimumkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Washington DC, Senin (2/8/2021) waktu setempat.
Rencana peluncuran P-2 itu disampaikan oleh seorang pejabat pemerintah dan dua sumber terkait, Minggu. Departemen Luar Negeri AS tidak menanggapi permintaan komentar terkait dengan program yang muncul saat Taliban semakin kuat di Afghanistan.
Biden menghadapi tekanan dari anggota parlemen dan kelompok advokasi agar memberikan bantuan yang diperlukan warga Afghanistan yang tidak nyaman dengan menguatnya Taliban. Warga kini menghadapi risiko hukuman dari kelompok Taliban karena hubungan mereka dengan AS selama perang 20 tahun.
Taliban memberi cap setiap warga Afghanistan yang bekerja untuk kepentingan luar atau asing sebagai kolaborator asing, baik bekerja untuk AS maupun untuk negara-negara sekutu AS. Pekerjaan yang dimaksud bervariasi, mulai dari pekerjaan untuk kepentingan pemerintah asing, penerjemah militer, hingga misi-misi asing, termasuk misi kemanusiaan.
Pejabat Pemerintah AS mengatakan, program P-2 akan mencakup warga Afghanistan yang bekerja untuk proyek-proyek yang didanai AS, badan-badan non-pemerintah, dan media yang berbasis di AS. Warga Afghanistan itu tidak memenuhi syarat untuk program Visa Imigrasi Khusus (SIV), yang diberikan kepada penerjemah dan lainnya yang bekerja untuk AS dan keluarga mereka.
Hingga kini, 200 pemohon SIV berada dalam tahap akhir pembuatan visa. Mereka dan keluarganya telah terbang ke AS pekan lalu. Ini adalah bagian dari upaya evakuasi yang dijuluki ”Operasi Pengungsi Sekutu”. Operasi ini dapat mencakup 50.000 orang atau lebih. Mereka ditampung di pangkalan militer AS di Virginia untuk merampungkan berkas terakhir sebelum disebar ke seluruh negeri.
Pejabat Pemerintah AS mengatakan, program baru untuk warga Afghanistan akan berbeda dari program pengungsi DAP P-2 untuk warga Irak. Program untuk Irak telah ditangguhkan tanpa batas waktu, sementara pejabat AS terkait dengan urusan ini menghadapi penyelidikan kasus penipuan.
Menurut pejabat itu, program Afghanistan yang baru akan mengharuskan pelamar untuk dirujuk oleh badan-badan AS, pejabat senior AS, serta badan-badan non-pemerintah atau saluran media. Adapun P-2 Irak memungkinkan warga Irak untuk mendaftar secara langsung tanpa rujukan.
Kelompok Taliban sudah berkali-kali menegaskan, setiap warga yang bekerja untuk misi asing adalah kolaborator asing. Namun, sejak AS dan NATO memulai penarikan pasukan dari Afghanistan awal Mei, Taliban menjamin warga tidak perlu takut. Cukup dengan menunjukkan rasa penyesalan yang besar, para kolaborator asing akan dimaafkan.
Setiap warga Afghanistan yang bekerja untuk asing disebut Taliban sebagai musuh Islam dan negara. Mereka diancam akan menerima konsekuensi tertentu. Ancaman itu membuat ribuan penerjemah militer dan staf lokal di kantor-kantor misi asing atau lembaga internasional diliputi rasa takut.
AS akan menuntaskan penarikan penuh pasukannya pada 31 Agustus 2021 untuk mengakhiri 20 tahun operasinya di Afghanistan. Para penerjemah militer dan staf lokal kedutaan besar atau lembaga asing rentan menjadi target serangan balas dendam Taliban sepeninggal pasukan AS dan NATO.
Sudah banyak warga Afghanistan yang bekerja sebagai penerjemah militer dan staf lokal di kantor-kantor perwakilan pemerintah asing pergi meninggalkan negaranya sendiri. Beberapa dari mereka, termasuk asisten rumah tangga, dipindahkan ke tempat aman oleh mantan majikannya walau Taliban menjamin ”tak akan berada dalam bahaya jika mereka di pihak kami”.
”Imarah Islam ingin memberi tahu semua warga Afghanistan bahwa mereka harus menunjukkan penyesalan atas tindakan masa lalunya. Mereka tidak boleh lagi terlibat kegiatan serupa yang berarti pengkhianatan terhadap Islam dan negara, di masa depan,” kata Taliban belum lama ini.
Dalam sebuah pernyataan, Taliban mengatakan, orang-orang Afghanistan ini sebelumnya dipandang sebagai musuh karena bekerja dengan pasukan asing. ”Namun, ketika mereka meninggalkan barisan musuh dan memilih untuk hidup sebagai warga Afghanistan biasa di tanah airnya, mereka takkan mendapat masalah apa pun. Tidak ada alasan lagi untuk tetap merasa takut,” kata Taliban.
Selama dua dekade terakhir, puluhan penerjemah Afghanistan dibunuh dan disiksa dalam serangan yang ditargetkan oleh Taliban. Dalam beberapa pekan terakhir, ribuan warga Afghanistan berdemonstrasi di Kabul. Mereka menuntut agar pasukan asing dan kedutaan besar yang mempekerjakan mereka harus memindahkan mereka ke luar Afghanistan.
”Mereka (Taliban) melacak kami. Taliban tidak akan memaafkan kami. Mereka akan membunuh kami. Mereka akan memenggal kepala kami,” kata Omid Mahmoodi, penerjemah militer pasukan AS sejak 2018 hingga 2020.
Para penerjemah militer dan staf lokal kedutaan negara asing, berikut anggota keluarga mereka, memiliki alasan kuat untuk takut. Rekam jejak Taliban masih segar dalam ingatan publik Afghanistan.
AS, Inggris, dan beberapa negara lain mengatakan telah mempercepat relokasi penerjemah dan karyawan lokal Afghanistan lainnya yang bekerja dengan mereka. Namun, prosesnya telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Akhir tahun lalu, The Washington Post pernah menurunkan artikel yang menyebutkan bahwa ada sekitar 17.000 penerjemah Afghanistan dan lainnya yang membantu pasukan atau diplomat AS. Mereka sedang berjuang mengurus visa khusus untuk dimukimkan kembali di AS. Jumlah itu belum termasuk anggota keluarga inti mereka yang jika dijumlah total mencapai sekitar 70.000 orang. Belum termasuk dengan warga Irak yang berjumlah sekitar 100.000 orang.
”Saya sangat takut tidak bisa pergi ke mana pun, bahkan ketika saya pergi ke tempat kerja, saya merasa hari itu adalah hari terakhir karena setiap hari pembunuhan target terjadi. Bantu saya untuk meninggalkan negara ini. Tolong saya pergi dari tempat ini. Tolong bantu saya,” kata Khaliqdad H, warga Afghanistan. (REUTERS/AFP/AP)