Pedro Castillo adalah sosok miskin yang terpilih sebagai Presiden Peru. Castillo menggambarkan dirinya sebagai ”pria yang terus bekerja, seorang yang beriman, sekaligus seorang yang penuh harapan”.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
”Saya akan memberikan seluruh keringat saya untuk rakyat.” Tekad itu disampaikan Pedro Castillo, presiden terpilih Peru, beberapa hari sebelum dirinya dilantik, Rabu (28/7/2021). Guru sekolah dasar di kawasan perdesaan Peru itu menjadi presiden pertama yang tidak memiliki hubungan dengan para elite yang telah memerintah negara Andes selama beberapa dekade. Castillo berjanji menjadi pembela kaum miskin di negaranya.
Ia lahir 51 tahun lampau dari pasangan petani di desa kecil Puna, kawasan bersejarah Cajamarca, tempat ia mengabdi sebagai guru selama 24 tahun. Dia dibesarkan membantu orangtuanya berjibaku dengan dunia pertanian. Menghancurkan dan memeras tebu adalah bagian dari kesehariannya kala itu.
Saat menuntut ilmu, ia harus berjalan kaki beberapa mil untuk sampai ke sekolah. ”Ini adalah pertama kalinya negara ini akan diperintah oleh seorang petani, seseorang yang termasuk dalam kelas tertindas,” kata Castillo pada hari pelantikannya.
Hari itu ia mengenakan sombrero putih bermerek dagang Cajamarca yang dicintainya dan pakaian hitam, khas perpaduan setelan Andes. Untuk acara-acara yang tidak terlalu formal, Castillo suka mengenakan ponco dan sepatu yang terbuat dari ban daur ulang. Dia mengatakan tidak akan menerima gajinya sebagai presiden dan terus hidup dari penghasilan sebagai guru.
Dalam sikap yang sangat simbolis, seperti dilaporkan The Guardian, ia juga mengaku dia tidak akan memerintah dari istana presiden di ibu kota Lima. Istana itu dikenal sebagai ”Rumah Pizarro” setelah pemimpin penaklukan Spanyol atas Peru, Francisco Pizarro, mendirikan Lima pada 1535. ”Kami akan menyerahkan istana ini kepada Kementerian Kebudayaan agar dapat digunakan sebagai pajangan sejarah kami, dari asalnya hingga hari ini,” katanya.
Castillo terkenal sebagai figur yang blak-blakan. Itu dia tunjukkan dalam pelantikannya sebagai presiden. Salah satu yang hadir adalah Raja Spanyol Felipe VI. Dua ratus tahun sudah sejak Peru berhenti menjadi koloni Spanyol. Castillo mengatakan bahwa penjajahan Spanyol menciptakan ”sistem kasta” yang menabur perbedaan di antara warga Peru. ”Tiga abad di mana wilayah ini milik Spanyol memungkinkan mereka untuk mengeksploitasi mineral yang menopang perkembangan Eropa, sebagian besar adalah lewat kerja keras dari banyak kakek-nenek kita,” katanya dengan tajam.
Kursi kepresidenan Peru diraih Castillo seusai memenangi pemilihan pada 6 Juni dengan selisih tipis, 40.000 suara melawan saingan sayap kanan, Keiko Fujimori, yang mengarah ke pertarungan hukum yang sengit atas hasil tersebut. Castillo telah bersumpah untuk melawan aneka dugaan lawan-lawan politiknya, yakni membawa Peru menuju komunisme dan menyusuri jalan Venezuela ala mantan Presiden Hugo Chavez. ”Kami bukan Chavistas, kami bukan komunis, kami bukan ekstremis,” kata Castillo.
Castillo menggambarkan dirinya sebagai ”pria yang terus bekerja, seorang yang beriman, sekaligus seorang yang penuh harapan”. Anggota serikat buruh itu tidak dikenal oleh publik sampai dia memimpin pemogokan nasional empat tahun lalu. Aksi itu memaksa pemerintah saat itu setuju untuk membayar tuntutan kenaikan bagi kaum pekerja.
Nama dan persona Castillo meledak ke kancah nasional Peru pada empat tahun lalu juga. Ketika itu, dia memimpin ribuan guru menggelar aksi mogok selama hampir 80 hari untuk menuntut kenaikan gaji. Hal itu menyebabkan 3,5 juta siswa sekolah umum tidak dapat hadir di kelas. Aksi itu pun memaksa presiden saat itu, Pedro Pablo Kuczynski, yang awalnya menolak untuk bernegosiasi, untuk mengalah.
Tidak ada lagi orang miskin di negara kaya.
Castillo melakukan perjalanan dengan menunggang kuda dalam sebagian besar kampanye presiden. Dalam kampanyenya, ia kerap kali menyuarakan rasa frustrasi rakyat Peru yang sedang berjuang demi taraf hidup yang lebih baik. Castillo menampilkan dirinya sebagai seorang tokoh rakyat. ”Tidak ada lagi orang miskin di negara kaya,” katanya saat berkampanye untuk Partai Peru Libre.
Castillo, menurut analis Hugo Otero, adalah ”presiden miskin pertama Peru”. Pada April lalu, Castillo mengejutkan banyak orang dengan memimpin dalam persaingan untuk menjadi presiden kelima Peru. Ia menyisihkan 17 kandidat lainnya pada putaran pertama pemilu. Dia kemudian berhadapan dengan Fujimori di putaran kedua dan kembali unggul.
Castillo menjanjikan perubahan radikal untuk memperbaiki nasib rakyat Peru yang menghadapi resesi yang diperparah oleh pandemi Covid-19 hingga meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Satu hal yang tidak mungkin berubah di bawah kepresidenan Castillo adalah karakter konservatif sosial negara Peru: dia seorang penganut Katolik serta sangat menentang pernikahan sesama jenis, tindakan aborsi, dan eutanasia.
Kerap kali Castillo mengutip Alkitab untuk menyampaikan poin-poin pesannya kepada para pendukungnya. Di rumah bata berlantai duanya di Dusun Chugur di Cajamarca, tergantung gambar Yesus dikelilingi domba-domba. Keterangan gambar itu tertulis dalam bahasa Inggris berbunyi: ”Tuhanlah gembalaku”.
Dia mengatakan, prioritas pertamanya sebagai presiden adalah memerangi pandemi Covid-19. Pandemi itu telah menewaskan lebih dari 196.000 warga Peru dan membuat satu dari setiap 100 anak-anak negara itu menjadi anak yatim atau piatu. Di bidang ekonomi, ia bertekad menciptakan satu juta pekerjaan dalam setahun. Di awal kampanyenya ia juga bersumpah untuk menasionalisasi pertambangan dan kekayaan hidrokarbon Peru. Namun, belakangan ia cenderung memperlunak pesannya soal nasionalisasi itu.
Dia telah menjanjikan investasi publik untuk mengaktifkan kembali ekonomi melalui aneka proyek infrastruktur, pengadaan publik dari usaha kecil, dan untuk ”mengurangi impor yang mempengaruhi industri nasional dan petani”. Di antara janji kampanyenya yang lebih kontroversial, Castillo berjanji untuk mengusir warga asing ilegal yang melakukan kejahatan di Peru.
Dalam pesannya, ia antara lain berkata, ”Saya beri waktu 72 jam untuk meninggalkan negara ini.” Komentar itu dianggap sebagai peringatan bagi migran Venezuela yang tidak berdokumen yang telah tiba dalam jumlah ratusan ribu jiwa sejak tahun 2017. Free Peru adalah salah satu dari sedikit partai sayap kiri Peru yang membela rezim Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang pemilihannya kembali tahun 2018 tidak diakui oleh puluhan negara.
Untuk memerangi kejahatan, Castillo telah mengusulkan penarikan Peru dari Konvensi tentang Hak Asasi Manusia atau pakta San Jose guna memungkinkannya menerapkan kembali hukuman mati. Dalam janji pelantikannya sebagai Presiden Peru, Castillo kembali ke salah satu janji kampanyenya, yakni sumpah untuk menghadirkan ”konstitusi baru” yang menggantikan undang-undang ramah pasar bebas yang tersisa dari mantan Presiden Alberto Fujimori. (AFP/REUTERS)
Profil Biodata Pedro Castillo:
Nama Lengkap: José Pedro Castillo Terrones
Tempat, Tanggal Lahir: Cajamarca, Peru, 19 Oktober 1969
Jabatan: Presiden Republik Peru
Partai Politik: Peru Posible (2005-2017), Peru Libre (2020-)
Orangtua: Ireño Castillo Núñez dan Mavila Terrones Guevara