Pembatasan Ungkit Kenangan Masa Pascaperang di Vietnam
Warga kota Hanoi, Vietnam, menjalani kebijakan karantina wilayah selama dua pekan, seperti kota Ho Chi Minh. Meski penjagaan ketat, warga tetap ada saja yang melanggar dan dikenai denda.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Sejak gelombang keempat pandemi Covid-19 meningkat di Vietnam akibat varian Delta, Pemerintah Vietnam memberlakukan kebijakan pembatasan atau karantina wilayah di kota perdagangan Ho Chi Minh dan ibu kota Hanoi. Ratusan pos pemeriksaan yang dijaga polisi dan tentara disiagakan di dua kota besar itu untuk memastikan masyarakat mematuhi kebijakan karantina wilayah. Sesuai kebijakan karantina wilayah itu, seluruh warga harus tetap tinggal di dalam rumah saja. Bahkan, untuk berbelanja barang kebutuhan sehari-hari saja pun tak bisa sebebas dulu.
Bagi warga Hanoi seperti Do Thi Lan Anh, guru taman kanak-kanak, pembatasan pergerakan warga ini membuat dia sulit memenuhi kebutuhan keluarganya setiap saat. Sebelum berbelanja kebutuhan pangan di pasar dekat rumahnya, Kamis (29/7/2021), Do Thi Lan Anh terlebih dahulu harus menunjukkan kupon belanjanya ke petugas di pos pemeriksaan. Warga tetap boleh belanja, tetapi hanya boleh satu kali dalam seminggu. Pengaturan jadwal belanja ke pasar ini saja diatur oleh pemerintah.
Karena tak boleh sering-sering belanja, Do Thi Lan Anh membeli banyak stok tahu, daging, dan sayur-sayuran. ”Kupon atau tiket belanja ini untuk memastikan kita menjaga jarak fisik dengan orang lain di pasar. Masalahnya, saya jadi tidak bisa bebas ke pasar kapan pun saya butuhkan,” ujarnya.
Meski kasus Covid-19 baru mayoritas ditemukan di Ho Chi Minh, pemerintah juga memberlakukan kebijakan yang sama ketatnya di Hanoi. Sampai sejauh ini dilaporkan ada 46 kasus Covid-19 di Hanoi. Total jumlah kasus di Vietnam mencapai 7.500 kasus hingga Kamis. Sejak Sabtu lalu, Hanoi yang berpenduduk 8 juta jiwa harus menjalani kebijakan karantina wilayah selama dua pekan. Lalu lintas di jalan raya yang biasanya padat sepeda motor dan berisik oleh klakson-klakson serta trotoar yang penuh pedagang jalanan menjadi relatif sepi.
Bagi warga usia lanjut di Hanoi, situasi pembatasan dengan penjagaan ketat di mana-mana dan pemakaian kupon belanja seperti ini mengingatkan mereka akan masa-masa Vietnam seusai perang. Sebelum Vietnam membuka diri pada dunia tahun 1986, masyarakat Hanoi memakai sistem kupon untuk mendapatkan makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. ”Kupon belanja itu sama persis dengan yang kita pakai puluhan tahun lalu. Semua serba terbatas. Kita tidak bisa beli apa saja keinginan kita. Apa boleh buat,” kata warga Hanoi, Vo Thi Chien (50).
Sebenarnya, Vietnam pernah memberlakukan kebijakan karantina wilayah seperti ini pada April 2020, tetapi penjagaan tidak seketat sekarang. ”Saya belum pernah mengalami penjagaan seketat ini sebelumnya,” kata warga Hanoi, Tran Van Toan (75).
Toan membandingkan situasi penjagaan saat ini dengan pos penjagaan keamanan antarprovinsi sebelum tahun 1954 ketika Hanoi masih di bawah penjajahan Perancis. ”Memang jadi tidak nyaman karena tidak bisa bergerak bebas, tetapi saya mendukung pemerintah karena ini bisa mencegah penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Selain karena ganasnya varian Delta, pemberlakuan kebijakan pembatasan atau karantina wilayah ini terpaksa dilakukan juga karena program vaksinasi masih lamban. Baru sekitar 5,5 juta warga yang divaksin dari total penduduk 100 juta jiwa. Gelombang keempat Covid-19 mulai terjadi April lalu di dua provinsi perdagangan Vietnam yang berada di utara. Kasus kemudian meluas ke wilayah selatan hingga tak ada jalan lain selain mewajibkan masyarakat tinggal di rumah saja.
Untuk Ho Chi Minh, pemerintah juga memberlakukan jam malam karena kasus tetap naik meski sudah ada ketentuan tinggal di rumah saja. Rupanya masih banyak warga yang tidak mematuhi ketentuan ketat itu. Pemerintah khawatir hal yang sama juga bisa terjadi di Hanoi karena dalam beberapa hari ini saja sudah ada ribuan orang yang didenda karena ketahuan keluar rumah tanpa izin, tidak mengenakan masker, atau berkumpul dengan banyak orang.
Sama seperti di Indonesia, di pos-pos pemeriksaan di jalanan juga terlihat antrean panjang kendaraan yang menunggu giliran untuk diperiksa. ”Banyak kantor dan perusahaan yang membekali surat jalan bagi karyawannya. Mereka tidak mematuhi ketentuan pemerintah kota untuk bekerja dari rumah. Risiko penularan Covid-19 masih besar karena masih banyak orang hilir mudik saat jam-jam padat,” kata salah seorang petugas di pos pemeriksaan, Phan Thi Hai Yen. (AFP)