China Tambah Ratusan Peluncur Rudal Nuklir di Dekat Xinjiang
China ditaksir mempunyai 1.250 rudal menengah dan rudal jelajah yang dapat diluncurkan dari darat dengan jangkauan hingga 5.500 km. Namun, Beijing menolak dilibatkan dalam perjanjian pengendalian senjata nuklir AS-Rusia.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Pembangunan fasilitas peluncur rudal antarbenua milik China kembali terungkap. Jika seluruh fasilitas itu selesai, China akan mempunyai tiga lokasi peluncuran dengan sedikitnya 250 peluncur rudal yang sebagian bisa dilengkapi dengan hulu ledak nuklir.
Lokasi terbaru fasilitas peluncur rudal antarbenua milik China itu diungkap dua peneliti Federation of American Scientist (FAS) pada Senin (26/7/2021) siang waktu Washington DC atau Selasa dini hari WIB. Peneliti FAS, yakni Matt Korda dan Hans M Kristensen, memeriksa citra satelit di sekitar Hami, salah satu kota di pinggiran Xinjiang, China bagian barat.
Mereka membandingkan sejumlah foto wilayah itu dalam beberapa waktu terakhir. Mereka juga membandingkan citra tersebut dengan citra di sekitar Yumen, Gansu.
Hasilnya, disimpulkan bahwa China tengah membangun sedikitnya 110 peluncur rudal balistik antarbenua (ICBM) di Hami. Aktivitas yang terekam di Hami identik dengan aktivitas pembangunan 120 peluncur ICBM di Yumen.
Korda dan Kristensen memeriksa bentuk bangunan, lokasi pembangunan, dan sebaran pembangunannya. Laporan Korda dan Kristensen pertama kali disiarkan oleh harian The New York Times.
Di Yumen, pembangunan lumbung ICBM tengah berlangsung di area seluas hampir 1.000 kilometer (km) persegi. Setiap lokasi terpisah hampir 3 km dari lokasi lain. Sebagian lokasi juga dibangun sebagai pusat kendali peluncuran.
Sementara di Hami, lokasi pembangunan tersebar di wilayah seluas 800 km persegi. Seperti di Yumen, jarak antarlumbung ICBM di Hami juga rata-rata 3 km. Berdasarkan citra satelit beberapa waktu terakhir, pembangunan di Hami dimulai sejak Maret 2021.
Lumbung di Hami dan Yumen jauh dari jangkauan ICBM AS dan sekutunya. Untuk menjangkau lumbung-lumbung itu, berbagai jenis rudal musuh China harus melewati berlapis-lapis sistem pertahanan udara Beijing. Sebaliknya, menurut taksiran Korda dan rekan-rekannya di FAS, China bisa menyasar banyak lokasi milik AS dan sekutunya dengan ICBM yang diluncurkan dari Hami dan Yumen.
Dengan pembangunan di Hami, Beijing mempunyai total tiga lokasi lumbung ICBM yang tengah dikembangkan. Selain di Hami dan Yumen, ada pembangunan di Jilantai, Mongolia Dalam. Dalam penelitian Korda dan Kristensen, tidak sampai 20 peluncur dibangun di Jilantai. Lumbung-lumbung di Jilantai sudah dibangun secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir. Berbeda dengan Yumen dan Hami, beberapa peluncur di Jilantai sudah beroperasi.
Selain peluncur di lumbung rudal, China juga mempunyai sedikitnya 110 peluncur ICBM bergerak yang ditempatkan di belasan pangkalan terpisah. Korda mengakui, tidak ada informasi apakah seluruh lumbung baru itu akan diisi semua atau dikosongkan sebagian.
Secara terpisah, peneliti James Martin Center for Nonproliferation Studies (JMCNPS) di California, Jeffrey Lewis, menduga bahwa sebagian lokasi akan tetap dikosongkan dan difungsikan sebagai pengecoh. Praktik ini pernah diterapkan AS selama Perang Dingin. Meski memiliki banyak lokasi penyimpanan dan peluncuran, Washington mengosongkan sebagian lokasi untuk membuat Uni Soviet bingung menentukan sasaran ke arsenal nuklir AS.
Bersama rekannya di JMCNPS, Decker Eveleth, Lewis mengungkap pembangunan 120 lumbung ICBM di Yumen pada awal Juli 2021. Lewis menduga lumbung Yumen akan dipakai untuk menyimpan rudal DF-41. Rudal itu bisa menjangkau sampai 15.000 km dan mampu membawa beberapa hulu ledak nuklir.
China diduga mempunyai hingga 350 hulu ledak nuklir, jauh di bawah Rusia dan AS. AS diduga mempunyai hampir 4.000 hulu ledak nuklir. Di antara semua hulu ledak nuklir AS, hampir 2.000 hulu ledak dalam status siap diluncurkan sewaktu-waktu.
Hulu ledak banyak
Beijing telah memutuskan ICBM DF-5B dilengkapi dengan beberapa hulu ledak. Setiap DF-5B bisa mengangkut sampai lima hulu ledak. Selain DF-5B, rudal China yang bisa mengangkut banyak hulu ledak adalah DF-41 dan JL-3. DF-41 merupakan ICBM yang diluncurkan dari darat. Sementara JL-3, rudal balistik terbaru yang sedang dikembangkan China, disiapkan untuk diluncurkan dari kapal selam atau kapal perang.
Rudal antarbenua China generasi baru menggunakan bahan bakar padat, sementara ICBM generasi sebelumnya, DF-5, menggunakan bahan bakar cair. Penggunaan bahan bakar cair meningkatkan kerawanan karena sifat bahan bakarnya yang mudah terbakar. Bahan bakar cair juga membutuhkan waktu lama untuk pemindahan dan pengisian ke ICBM, sementara bahan bakar padat lebih mudah dipindahkan dan diisikan ke ICBM serta lebih rendah kerawanannya.
Korda menduga sebagian DF-5 akan tetap ditempatkan di sebagian peluncur baru di Hami dan Yumen. Adapun peluncur lain akan diisi ICBM generasi terbaru yang dilengkapi bahan bakar padat.
Pengungkapan lumbung Yumen dan Hami nyaris bersamaan dengan semakin intensifnya perundingan Amerika Serikat-Rusia soal pengendalian senjata nuklir (NEW START). Berakhir pada Februari 2021, Moskwa-Washington sepakat masa berlaku NEW START diperpanjang sampai ada kerangka baru untuk pengendalian senjata strategis.
Di masa pemerintahan Donald Trump, AS berusaha melibatkan China dalam pengendalian itu. Beijing menolak dan menyatakan tidak berminat. Salah satu penyebabnya, jumlah hulu ledak nuklir China jauh di bawah AS-Rusia dan kurang lebih setara dengan milik Perancis dan Inggris yang merupakan sekutu AS. London dan Paris tidak diikat oleh New START dan tidak diajak Trump untuk merundingkan kerangka pengendalian baru.
Dalam berbagai kesempatan, Beijing menegaskan kebijakan untuk tidak menjadi penembak pertama. Dengan kata lain, China hanya akan menggunakan bom nuklir jika diserang dengan bom nuklir. Jumlah hulu ledak dijaga sekadar sebagai penggentar minimal. ”Kami yakin China mengembangkan kekuatan nuklirnya untuk penggentar dalam posisi bertahan jika AS menyerang duluan,” kata Lewis.
Pada April 2021, Panglima Komando Nuklir AS Laksamana Charles Richard mengatakan, perkembangan besar-besar kekuatan nuklir China sedang berlangsung. Perkembangan itu termasuk penambahan ICBM dan peluncur bergerak yang mudah disembunyikan dari satelit. Angkatan Laut China juga mengoperasikan kapal selam yang bisa membawa rudal dan hulu ledak nuklir.
Dalam laporan pada September 2020, Pentagon menyimpulkan kekuatan militer China mengalahkan AS di beberapa sisi. Militer China tidak hanya memiliki teknologi terbaru, tetapi juga merombak struktur komando agar selaras dengan tujuan menjadikan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sebagai militer kelas dunia. Beijing menargetkan modernisasi PLA tuntas pada 2035 dan kekuatannya melebihi militer AS pada 2049.
Pentagon menaksir Beijing mempunyai 1.250 rudal menengah dan rudal jelajah yang dapat diluncurkan dari darat dengan jangkauan hingga 5.500 km. AS mengklaim tidak mempunyai rudal jelajah yang dapat diluncurkan dari darat. Bersama Rusia, China menjadi negara yang sudah memiliki senjata hipersonik.
Menurut Pentagon, China mengubah kebijakan kesiagaan nuklir dari kesiagaan masa damai menjadi siap meluncur kapan pun. Perubahan kebijakan membuat China bisa menembakkan nuklir jika mendeteksi ada serangan. (AFP/REUTERS)