Sejak 2004, Liverpool masuk Daftar Warisan Dunia sebagai Kota Dagang Maritim. Namun, Rabu (21/7/2021), UNESCO memutuskan mencoretnya karena pembangunan mutakhir dianggap merusak otentisitas situs.
Oleh
Benny D Koestanto
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO, Rabu (21/7/2021), memutuskan menghapus Liverpool sebagai Kota Dagang Maritim dari Daftar Warisan Dunia. Salah satu ikon tempat lahirnya Revolusi Industri Inggris itu menjadi lokasi ketiga yang kehilangan status tersebut sejak daftar situs warisan dunia dimulai pada 1978, menyusul Cagar Alam Oryx Arab di Oman pada 2007 dan Lembah Dresden Elbe di Jerman pada 2009.
Putusan penghapusan Liverpool dari Daftar Warisan Dunia itu diambil Komite Warisan Dunia UNESCO melalui pemungutan suara tertutup setelah rapat selama dua hari di Fuzhou, China, 20-21 Juli. Dalam komite yang saat ini diketuai oleh China tersebut, 13 anggota delegasi mendukung penghapusan status itu. Sementara yang menentang sebanyak lima anggota.
Alasan utama penghapusan status itu adalah kekhawatiran masifnya pembangunan, termasuk rencana pembangunan stadion sepak bola oleh klub sepak bola Everton, akan merusak wajah pantai Liverpool. ”Itu berarti situs Liverpool sebagai Kota Dagang Maritim dihapus dari Daftar Warisan Dunia,” kata Tian Xuejun, Ketua Komite Warisan Dunia UNESCO, dalam pernyataannya.
Dalam pandangan UNESCO, rencana pembangunan di Liverpool, termasuk bangunan bertingkat tinggi, akan merusak secara permanen warisan dunia di kawasan pelabuhan di barat laut Inggris itu. Dewan Internasional untuk Monumen dan Situs, yang memberi saran kepada UNESCO tentang daftar warisan, menyatakan, Pemerintah Inggris telah berulang kali diminta untuk memberikan jaminan yang lebih kuat tentang masa depan kota itu.
Namun, faktanya, Pemerintah Kota Liverpool telah menyetujui rencana pembangunan stadion baru klub sepak bola Everton tanpa persetujuan masyarakat. Di mata UNESCO, proyek stadion itu adalah contoh terbaru dari proyek besar yang sepenuhnya bertentangan dengan tujuan pelestarian UNESCO.
Selain keputusan soal kawasan pantai Liverpool, Komite Warisan Dunia UNESCO juga mengungkap aneka ketegangan yang dialami kota-kota di seluruh dunia dalam melestarikan masa lalu mereka sambil juga terus bergerak maju.
Menanggapi keputusan UNESCO tersebut, berbagai ungkapan kecewa mengemuka dari Pemerintah Kota Liverpool hingga Pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris mengatakan, Liverpool masih layak menyandang status warisan dunia.
Wali Kota Liverpool Steve Rotheram menyebut keputusan itu sebagai langkah mundur yang diambil oleh pejabat yang tidak memahami Liverpool. ”Tempat-tempat seperti Liverpool tidak boleh dihadapkan pada pilihan sepihak antara mempertahankan status warisan atau meregenerasi komunitas tertinggal, termasuk kekayaan kerja dan peluang yang menyertainya,” kata Steve.
Anggota kabinet Dewan Kota Liverpool, Harry Doyle, mengatakan sangat kecewa dengan keputusan itu. Namun, ia mencoba berbesar hati dengan mengatakan bahwa warisan kota itu akan tetap ada dan menetap di sana.
”Kami bahkan lebih kecewa karena UNESCO menolak tawaran kami untuk datang ke kota ini dan melihat sendiri pekerjaan yang sedang berlangsung. Mereka telah membuat keputusan ini secara terpisah di belahan dunia lain,” kata Doyle.
Sejumlah negara juga menentang penghapusan Liverpool dari Daftar Warisan Dunia. Salah satunya adalah Australia. Pemerintah Australia protes terhadap UNESCO yang sedang mempertimbangkan situs warisan dunia Great Barrier Reef untuk diberi label ”dalam bahaya”. Alasannya, hal itu bias kepentingan politik luar negeri China sebagai ketua komite. Situs itu merupakan ekosistem di pantai timur laut Australia yang memiliki keanekaragaman dan keindahan hayati yang luar biasa.
Sementara itu, negara yang menilai adil keputusan UNESCO terhadap Liverpool adalah Norwegia. Di mata Norwegia, konflik antara pembangunan dan konservasi di tiap-tiap wilayah adalah sebuah hal yang wajar. Namun, keseimbangan dalam dinamika itu kurang terlihat di Liverpool.
Sementara beberapa negara menilai langkah UNESCO terlalu ekstrem dan radikal, terutama karena putusan dijatuhkan saat pandemi Covid-19. Sebelumnya, mereka telah mendesak agar Dewan Kota Liverpool yang baru terpilih pada Mei lalu diberi waktu lebih banyak untuk mengevaluasi. Pemilihan tingkat lokal tersebut digelar menyusul skandal korupsi terkait pendanaan antargenerasi pada Dewan Kota Liverpool. Sambil menunggu formasi baru terpilih dan mulai bekerja efektif, Pemerintah Inggris turun tangan untuk sementara.
Kawasan tepi laut dan dermaga kota Liverpool masuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO sejak 2004. Liverpool berupaya keras meraih status tersebut di tengah tekanan pembangunan di salah satu kota industri di Inggris tersebut.
Mengutip laman resmi UNESCO, Liverpool telah masuk Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya pada 2012. Hal ini disebabkan UNESCO khawatir usulan pengembangan Liverpool Waters akan menghilangkan otentisitas situs. Proyek ini kemudian berjalan seiring dengan perkembangan lain, baik di dalam situs maupun di zona penyangganya. Panitia menganggap bahwa konstruksi ini merusak keaslian dan integritas situs.
Liverpool menjadi saksi perkembangan salah satu pusat perdagangan utama dunia pada abad ke-18 dan ke-19. Sebagai kota dagang maritim, Liverpool juga menyimpan dan menggambarkan perkembangan teknologi dermaga modern serta sistem transportasi dan manajemen pelabuhan. (AFP/REUTERS/BEN)