Stok Vaksin Kurang, Pemerintah Thailand Minta Maaf
Varian Delta menggila, rakyat bergegas ingin vaksin, tetapi stok vaksin terbatas. Pemerintah Thailand meminta maaf karena lamban bertindak.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Meningkatnya kasus Covid-19 varian Delta di Thailand membuat rakyat berbondong-bondong ingin mendapatkan vaksin. Namun, ketersediaan vaksin masih kurang. Pemerintah Thailand meminta maaf karena tak bergegas mendapatkan vaksin sejak awal dan berjanji akan segera mengupayakan tambahan stok vaksin melalui mekanisme COVAX. Namun, itu pun baru bisa diperoleh sekitar awal tahun depan.
Direktur Institut Vaksin Nasional Thailand Nakorn Premsri, Rabu (21/7/2021), meminta maaf kepada rakyat karena lamban dalam menjalankan program vaksinasi dan berjanji akan mengupayakan segala cara untuk mendapatkan vaksin.
”Saya minta maaf kepada rakyat karena kami belum bisa mendapatkan jumlah vaksin yang dibutuhkan meski sudah berusaha yang terbaik. Mutasi virus yang menyebar lebih cepat dari tahun lalu ini tidak bisa diprediksi,” kata Nakorn.
Thailand tengah berjuang menekan penyebaran kasus-kasus baru Covid-19 dan kematian yang bertambah setiap harinya, terutama sejak menyebarnya Covid-19 varian Delta. Ada kekhawatiran jumlah kasusnya akan bertambah terus karena pemerintah gagal mengamankan stok vaksin sejak awal.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengumumkan rencana pembelian vaksin Sinovac dan Sinopharm dari China dan AstraZeneca yang sudah diproduksi di Thailand. Namun, pemerintahan Prayuth didera kritikan dari publik karena sejumlah studi menunjukkan vaksin-vaksin buatan China kurang efektif melawan Covid-19 varian Delta dibandingkan dengan vaksin Pfizer dan Moderna.
Nakorn mengatakan, Thailand tengah dalam proses bergabung dengan COVAX, inisiatif dunia untuk memastikan akses vaksin Covid-19 oleh Gavi, Aliansi Vaksin, Koalisi untuk Inovasi Kesiapan Epidemi, dan Organisasi Kesehatan Dunia. Thailand kemungkinan akan menerima vaksin dari COVAX pada awal tahun depan.
Thailand adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak bergabung dengan COVAX. Pemerintah Thailand pada Februari lalu menjelaskan alasannya karena Thailand termasuk negara berpendapatan menengah sehingga tidak mendapatkan vaksin gratis atau murah dari COVAX. Pemerintah mengklaim harus membayar mahal untuk memesan vaksin tanpa tahu vaksin apa yang akan didapatkan dan kapan akan mendapatkannya.
”Membeli vaksin langsung dari produsennya itu pilihan yang tepat dan lebih fleksibel,” kata juru bicara pemerintah, Anucha Buraphachaisri.
Penjelasan itu kemudian dikritik ketika pemerintah mengimpor Sinovac dengan harga mahal meski banyak yang meragukan tingkat efikasinya. Thailand berencana melakukan vaksinasi hingga 100 juta dosis tahun ini dan sudah memesan 105,5 juta dosis dari beberapa perusahaan, yakni 61 juta dosis vaksin AstraZeneca yang diproduksi Siam Bioscience, perusahaan milik raja Thailand; 19,5 juta dosis dari Sinovac; 20 juta dosis dari Pfizer; dan 5 juta dosis dari Johnson&Johnson.
Pada pekan lalu, muncul keraguan pada rencana itu ketika terungkap Siam Bioscience ternyata tidak akan sanggup memenuhi pesanan sampai Mei 2022 karena ada masalah produksi.
Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Supakit Sirilak mengatakan, Thailand masih berunding dengan produsen vaksin lain untuk mendapatkan stok vaksin tambahan. ”Target untuk memvaksin 100 juta dosis tahun ini masih mungkin,” ujarnya.
Di Thailand terdapat 13.002 kasus baru Covid-19 pada Rabu lalu dan total kasus mencapai 439.477 kasus dengan 3.422 orang di antaranya tewas sejak tahun lalu. Lebih dari 90 persen kasus dan kematian muncul sejak April lalu. Sampai sejauh ini baru sekitar 14,8 juta dosis vaksin yang diberikan termasuk 10,7 juta dosis sejak Juni. Sekitar 11,3 juta orang atau 16 persen dari total populasi 69 juta jiwa sudah menerima setidaknya satu dosis.
Pembatasan
Untuk menekan penyebaran Covid-19, kebijakan pembatasan diperketat selama minimal dua pekan. Seperti di ibu kota Bangkok, semua tempat umum seperti museum, bioskop, taman hiburan, tempat olahraga, dan kolam renang harus tutup. Namun, salon masih boleh buka dengan jumlah pelanggan dibatasi. Taman-taman juga boleh buka sampai pukul 20.00. Adapun restoran tetap boleh buka, tetapi hanya boleh menerima pesanan bawa pulang.
Bagi siapa saja yang melanggar kebijakan pembatasan ini akan diganjar hukuman setahun penjara dan denda hingga 3.040 dollar AS. Daerah-daerah lain di sekitar Bangkok juga sudah melarang lebih dari lima orang berkumpul dan mewajibkan warga tinggal di rumah saja dari pukul 21.00 hingga pukul 04.00. Setiap daerah boleh menetapkan kebijakan pembatasan mereka masing-masing.
Meningkatnya kasus Covid-19 ini membuat rumah sakit kewalahan kekurangan dipan untuk pasien Covid-19. Oleh karena kekurangan dipan, pasien Covid-19 diperbolehkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah atau tempat isolasi khusus serta diberikan akses tes antigen. Sebelumnya, alat tes antigen hanya boleh digunakan tenaga medis. (AP)