Mayoritas Pasien Covid-19 di Spanyol Belum Divaksin
Lonjakan kasus harian di sejumlah negara seiring meluasnya varian Delta telah meningkatkan kesadaran sejumlah negara akan vitalnya vaksin Covid-19. Setiap negara pun menempuh ikhtiar masing-masing.
MADRID, SELASA — Mayoritas kasus baru Covid-19 di Spanyol selama lima pekan terakhir terjadi pada penduduk yang belum divaksin. Jumlahnya mencapai 83,1 persen.
”Kita harus terus menggenjot vaksinasi karena ini jaminan perlindungan supaya kita nanti bisa menikmati musim panas," kata Menteri Kesehatan Spanyol Carolina Darias, Senin (19/7/2021).
Dari total kasus baru yang berjumlah 27.286 kasus, 83,1 persen belum divaksin. Sementara 11,4 persen kasus terjadi pada orang yang baru divaksin satu kali dan 5,5 persen kasus terjadi pada orang yang sudah divaksin dua kali. Total kasus Covid-19 di Spanyol mencapai 4,2 juta kasus. Sebanyak 81.148 kasus di antaranya berakhir dengan kematian.
Negara berpenduduk 46,9 juta jiwa itu mencatatkan lonjakan kasus harian sejak Juni. Pemerintah lantas bertekad semakin menggenjot program vaksinasi sekalipun menurut bank data di Our World In Data, Spanyol adalah negara tercepat ketiga di dunia dalam hal vaksinasi Covid-19. Kanada berada di urutan terdepan, disusul Inggris.
Sementara itu, Vietnam telah selesai memproduksi tahap pertama vaksin Sputnik V yang dikembangkan oleh Rusia. Namun, sebelum diproduksi massal dan digunakan masyarakat, sampel validasi pertama dari hasil produksi pertama itu akan dikirim ke Pusat Gamaleya di Rusia terlebih dahulu guna pemeriksaan kualitas.
Selain Sputnik V, Vietnam juga tengah mengembangkan vaksin buatan dalam negeri, NanoCovax, yang diperkirakan akan bisa didistribusikan pada akhir 2021. Untuk mengembangkan kapasitas vaksin, Vietnam sudah mencapai kesepakatan transfer teknologi pembuatan vaksin dengan Rusia dan Amerika Serikat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memandang Vietnam serius mengembangkan vaksin. Ini terindikasi dari adanya proposal dari sebuah perusahaan yang tidak disebutkan namanya di Vietnam yang ingin menjadi pusat teknologi vaksin Covid-19 berbasis messenger RNA (mRNA).
Vietnam akan menerima sedikitnya 20 juta dosis mRNA yang dikembangkan perusahaan Pfizer di AS dengan BioNTech di Jerman. Setelah sempat berhasil menangani pandemi Covid-19 gelombang pertama, Vietnam kini tengah berjuang menghadapi gelombang kedua Covid-19 varian Delta dengan menggenjot vaksinasi.
Kementerian Kesehatan Vietnam menyebutkan, jumlah kasus baru mencapai 4.795 kasus pada Selasa. Jumlah ini naik dari 4.195 kasus dari sehari sebelumnya. Sementara jumlah total kasus Covid-19 telah mencapai 62.820 kasus dengan 334 orang di antaranya meninggal.
Guna melawan gelombang kedua, Vietnam sudah memesan 105 juta dosis vaksin Covid-19 dan masih mengupayakan 70 juta dosis vaksin tambahan, termasuk meminta bantuan vaksin Sinopharm dari China. Harapannya, semua vaksin itu akan bisa diperoleh pada tahun ini dan awal 2022.
Namun, kenyataannya, Vietnam baru menerima sekitar 10,6 juta dosis vaksin dan akan mendapatkan bantuan vaksin Moderna dari AS melalui mekanisme Covax. Dari 10,6 juta dosis itu, baru 4,3 juta dosis yang diberikan kepada rakyat dan mayoritas baru satu dosis. Dari 98 juta jiwa penduduk Vietnam, baru sekitar 310.000 orang yang sudah divaksin dua dosis.
Sementara dari Rusia dilaporkan bahwa stok vaksin Sputnik V menipis. Padahal, kebutuhannya tengah meningkat. Akibatnya, masyarakat harus mengantre lama untuk mendapatkan vaksin.
Alexander (33), warga kota Vladimir, selama 10 hari ini sudah tiga kali mencoba antre untuk mendapatkan vaksin Sputnik V dosis pertama. Namun, ia selalu gagal karena stok vaksin habis. ”Orang-orang sudah antre dari pukul 04.00 pagi. Padahal, tempat vaksinasi baru buka pukul 10.00 pagi,” ujarnya.
Permintaan akan vaksin meningkat menyusul lonjakan kasus kematian harian akibat gelombang ketiga Covid-19 di Rusia. Kenaikan permintaan membuat produsen Sputnik V kewalahan. Sebab, mereka sudah telanjur menandatangani kontrak produksi vaksin Sputnik V ke sejumlah negara. Kurangnya stok vaksin untuk kebutuhan dalam negeri baru terlihat setelah kini vaksinasi menjadi wajib bagi siapa saja yang bekerja di sektor publik, antara lain sopir taksi dan pelayan di restoran.
Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko menyebutkan, Rusia sudah memproduksi 30 juta dosis per bulan dan akan bisa menambah produksi secara bertahap menjadi 45-50 juta dosis per bulan untuk beberapa bulan ke depan. Sampai saat ini, baru sekitar 21 persen penduduk Rusia yang sudah divaksin.
Lambannya program vaksinasi di Rusia, antara lain, disebabkan sebagian warga tidak mau divaksin dengan alasan tidak percaya pada vaksin dan tidak percaya pada program pemerintah. Banyak warga yang terpaksa vaksin karena diperintah oleh atasannya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mendorong rakyat Rusia untuk mendengarkan saran para ahli dan segera mau divaksin. ”Kita perlu mendengarkan para ahli. Bukan malah mendengarkan orang yang tidak paham, tetapi suka menyebarkan rumor,” kata Putin.
Sementara itu, Taiwan kesulitan mendapatkan vaksin. Mereka menuding China sengaja menghalangi pemesanan vaksin Taiwan langsung ke BioNTech. Guna mendapatkan vaksin, akhirnya organisasi Buddha Taiwan, Yayasan Tzu Chi, berhasil menandatangani kesepakatan pembelian 5 juta dosis vaksin produksi BioNTech melalui perusahaan Jerman.
Yayasan Tzu Chi pada Juni menjelaskan bahwa pemerintah memperbolehkan organisasi itu untuk berunding atas nama pemerintah. Vaksin itu kemudian disumbangkan ke pemerintah.
Tzu Chi dalam pernyataan tertulis di Facebook menyebutkan, pihaknya telah menandatangani kesepakatan dengan anak perusahaan Shanghai Fosun Pharmaceutical Group Co Ltd di Hong Kong yang memiliki hak untuk menjual vaksin di China, Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Selain vaksin yang dibeli Tzu Chi, Taiwan juga mendapatkan 10 juta dosis vaksin yang dibeli oleh dua perusahaan teknologi Taiwan, yakni TSMC dan Foxconn.
Produsen vaksin BioNTech mengembangkan vaksin dengan Pfizer. Namun, Pfizer tidak bisa menjual langsung ke Taiwan karena BioNTech sudah menandatangani hak penjualan itu kepada Shanghai Fosun Pharmaceutical Group Co Ltd.
Pemerintah Taiwan sudah memesan jutaan vaksin dan AS serta Jepang juga sudah menyumbangkan sekitar 6 juta dosis vaksin Moderna dan AstraZeneca. Dari 23,5 juta jiwa penduduk Taiwan, baru sekitar 20 persen penduduk yang sudah divaksin setidaknya satu dosis. Meski kasus Covid-19 relatif terkendali, Pemerintah Taiwan tetap hendak menggenjot program vaksinasinya. (REUTERS/LUK)