Masa Depan Politik Haiti Makin Runyam Setelah Istri Moise Pulang
Fakta bahwa istri mendiang Presiden Haiti kembali dari perawatan di AS bisa menjadi bukti bahwa dia berniat untuk memainkan peran dalam politik negara itu.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
PORT-AU-PRINCE, MINGGU — Masa depan politik Haiti semakin suram, Minggu (18/7/2021), setelah Martine Moise, istri mendiang Presiden Jovenel Moise, kembali ke Haiti, Sabtu, setelah dirawat di Amerika Serikat. Sementara para duta besar negara asing mendukung Ariel Henry, perdana menteri sementara yang ditunjuk sehari setelah Moise terbunuh.
Martine sempat dirawat selama 10 hari rumah sakit di Miami, Florida, AS, akibat luka serius dalam serangan komplotan yang menembak mati suaminya, 7 Juli 2021. Mereka diserang oleh komplotan 26 orang tentara bayaran asal Kolombia dan dua warga Haiti-Amerika, di rumah pribadi di Port-au-Prince. Martine adalah saksi kunci pembunuhan suaminya.
Turun dari pesawat setiba di Port-au-Princes, Martine dikawal sejumlah orang. Dengan mengenakan gaun hitam, rompi antipeluru warna hitam, wasker hitam, dan lengan kanan di gendongan selempang hitam—tanda duka—Martine menuruni anak tangga pesawat dengan hati-hati. Dia tidak membuat pernyataan publik setelah dia turun dari jet pribadi tersebut.
Beberapa ahli dan politisi di negara berpenduduk lebih dari 11 juta orang ini, terkejut melihat betapa cepatnya Martine pulang ke Haiti. Mereka juga mempertanyakan apakah mantan ibu negara Haiti itu berencana untuk terlibat dalam politik negara itu.
”Fakta bahwa dia kembali dapat menunjukkan bahwa dia berniat memainkan beberapa peran,” kata Laurent Dubois, ahli Haiti dan profesor Universitas Duke. ”Dia mungkin ikut campur dalam satu atau lain cara.”
Martine tiba hanya beberapa jam setelah sejumlah diplomat internasional terkemuka mengeluarkan pernyataan yang tampaknya mengabaikan Joseph. Banyak politisi lokal dan loyalis Moise juga menolak Joseph, orang yang saat ini menjalankan negara dengan dukungan polisi dan militer.
Nama Joseph tidak pernah disebutkan dalam pernyataan yang dibuat oleh Kelompok Inti (Core Group). Kelompok ini terdiri dari duta besar Jerman, Brasil, Kanada, Spanyol, AS, Perancis, Uni Eropa, dan utusan misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS).
Kelompok itu menyerukan pembentukan ”pemerintahan yang konsensual dan inklusif”. Mereka juga menambahkan, ”Untuk tujuan ini, (Core Group) sangat mendorong Perdana Menteri yang ditunjuk Ariel Henry guna melanjutkan misi yang dipercayakan kepadanya: membentuk pemerintahan seperti itu.”
Henry ditunjuk sebagai perdana menteri sehari sebelum Jovenel Moïse terbunuh. Dia tidak menanggapi permintaan komentar. PBB, OAS, dan Departemen Luar Negeri AS tidak memberikan penjelasan lebih lanjut ketika dihubungi.
Mengingat keadaan politik Haiti saat ini, Dubois mengatakan dia yakin kedatangan Martine bisa berdampak. ”Dia jelas dalam posisi untuk memainkan peran, mengingat betapa terbukanya hal-hal itu,” katanya, seraya menambahkan, pernyataan Core Group cukup jelas karena tidak mengacu pada Joseph.
”Kita harus bertanya-tanya apakah perkembangan dalam penyelidikan ada hubungannya dengan hal ini? Mereka semua adalah potongan teka-teki yang bisa berubah dari waktu ke waktu. Saat ini tampaknya sangat sulit untuk menemukan cara untuk menyatukan ini.”
Menteri Negara Komunikasi Frantz Exantus mencuit di Twitter bahwa mantan Ibu Negara Haiti itu disambut perdana menteri sementara Claude Joseph. ”Ibu negara baru saja tiba di Haiti untuk mengambil bagian dalam persiapan pemakaman kenegaraan,” mendiang suaminya, cuit Exantus.
Dia juga memasang foto Martine saat turun dari pesawat pribadi didampingi beberapa agen keamanan negara. Martine dirawat selama 10 hari karena luka tembak yang cukup parah di bagian lengan kanan.
Pemakaman
Sementara itu, upacara pemakaman kenegaraan Moise akan berlangsung pada 23 Juli di Cap-Haitien, kota bersejarah di Haiti utara, yang telah menjadi wilayah paling bergolak sejak Moise terbunuh. Sehari sebelum kembalinya Martine, Joseph berjanji keadilan akan ditegakkan atas pembunuhan presiden.
Menteri Kepolisian Haiti Leon Charles mengatakan pada Jumat bahwa pihak berwenang Haiti ”bekerja dengan badan-badan internasional yang mengkhususkan diri dalam penyelidikan, seperti FBI (Biro Investigasi Federal AS), Interpol, dan badan-badan lain yang ada di lapangan untuk menganalisis semua bukti demi melacak dalang pembunuhan itu.”
Kepala Kepolisian Kolombia Jorge Vargas mengatakan, mantan pejabat Kementerian Kehakiman Haiti, Joseph Felix Badio, memberi dua tentara bayaran Kolombia perintah untuk membunuh presiden. Akan tetapi, tidak jelas apakah Badio pada gilirannya mengikuti perintah dari orang lain.
Badio, mantan pejabat unit antikorupsi di kementerian kehakiman, adalah salah satu dari beberapa orang yang dicari oleh polisi Haiti, bersama mantan senator oposisi Joel John Joseph. Keduanya dipampangkan di poster-poster sebagai buron "bersenjata dan berbahaya" yang paling dicari. Lebih dari 20 orang telah ditangkap sehubungan dengan pembunuhan itu.
Polisi Haiti menuduh seorang dokter Haiti berusia 63 tahun yang memiliki ikatan kuat dengan Florida, Christian Emmanuel Sanon, sebagai dalang rencana pembunuhan dan memiliki ”tujuan politik”. Joseph mengatakan, 24 petugas polisi yang terkait dengan detail keamanan Moise diperintahkan melapor untuk diminta diinterogasi.
Sehari sebelum Martine Moise kembali ke Haiti, sekitar 40 orang berkumpul di Miami di luar rumah sakit tempat dia dirawat untuk menunjukkan dukungan mereka. Sebagian besar adalah perempuan dan memakai baju warna biru, salah satu warna bendera negara Haiti. Mereka membawa spanduk dengan slogan-slogan seperti ”Penyembuhan untuk Haiti”.
”Kami akan berdoa atas nama Ibu Negara kami dan rakyat Haiti,” kata salah satu demonstran, Regina Martin Archat.
Pada Kamis lalu, Martine berterima kasih kepada ”tim malaikat pelindung yang membantu saya melewati masa yang mengerikan ini. Dengan sentuhan lembut, kebaikan, dan perhatian Anda, saya bisa bertahan. Terima kasih! Terima kasih! Terima kasih!”
Awal pekan ini, aparat penegak hukum dan pejabat keamanan nasional AS telah bertemu dengan para pemimpin dan polisi Haiti untuk menawarkan bantuan penyelidikan. Delegasi yang mewakili Departemen Kehakiman, Departemen Keamanan Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, dan Dewan Keamanan Nasional (NSC) Amerika Serikat telah tiba di Haiti.
”Delegasi hendak meninjau keamanan infrastruktur penting bersama pejabat pemerintah Haiti dan bertemu dengan Kepolisian Nasional Haiti, yang memimpin penyelidikan pembunuhan (Moise) itu,” kata juru bicara NSC, Emily Horne, dalam sebuah pernyataan.
Mereka juga bertemu dengan para pemimpin politik terkemuka Haiti, termasuk Joseph dan Ketua Senat Joseph Lambert ”untuk mendorong dialog yang terbuka dan konstruktif guna mencapai kesepakatan politik yang memungkinkan negara itu menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil.”
Horne mengatakan, tim AS menyatakan dukungan untuk ”pemerintah Haiti karena mencari keadilan dalam kasus ini dan menegaskan dukungan AS untuk rakyat Haiti di masa yang penuh tantangan ini.” (AP/REUTERS/AFP)