Indonesia tengah mengembangkan kerja sama perdagangan khusus untuk komoditas rempah dengan India, seperti cengkeh.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Bagi pencinta masakan India atau setidaknya penggemar film India pasti sudah tak asing lagi dengan masakan-masakan khas India yang mayoritas berkuah kari kaya rempah nan beraroma kuat, seperti rogan josh, tikka masala, kofta, atau chloe bhature. Setiap hari rakyat India tak terlepas dari penggunaan rempah-rempah, baik sebagai bahan untuk masakan maupun obat-obatan. Bahkan, kebutuhan rempah selama masa pandemi Covid-19 melonjak, terutama rempah-rempah dari Indonesia.
Konsul Jenderal RI di Mumbai Agus Prihatin Saptono menceritakan kabar baik itu dalam wawancara khusus, Sabtu (10/7/2021). Rempah-rempah, seperti cengkeh, lada, pala, jahe, kayu manis, dan vanila, termasuk dalam 20 besar komoditas ekspor Indonesia ke India. Posisi rempah-rempah Indonesia bagi India penting karena Indonesia memiliki beberapa komoditas rempah yang tidak dimiliki India. Salah satunya cengkeh merah dari Sulawesi Utara.
”Permintaan akan cengkeh melonjak saat pandemi dan cengkeh merah populer paling dicari di India. Bagi India, cengkeh merah itu komoditas premium. India juga impor dari Afrika, tetapi utamanya dari Indonesia,” kata Agus.
Selain sebagai bahan masakan, cengkeh juga berguna untuk kesehatan karena diyakini bisa, antara lain, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membunuh bakteri. Tingginya kebutuhan India akan rempah-rempah ini, kata Agus, menunjukkan potensi pasar yang luar biasa bagi Indonesia. Ini mengingat jumlah penduduk India yang besar dan menurut prediksi India akan menjadi kekuatan terbesar di dunia setelah China pada tahun 2040-2050. ”Potensi ini belum dilirik oleh Indonesia. Untuk itu, kami dorong terus,” ujarnya.
Sebagai gambaran, Indonesia saat ini merupakan negara eksportir terbesar ke-2 di India, setelah Vietnam, untuk komoditas rempah. Jumlah total impor rempah-rempah India dari seluruh dunia sekitar 206.000 ton pada tahun 2020 dan India mengimpor rempah-rempah dari Indonesia sebanyak 31.000 ton atau senilai 111 juta dollar AS. Ini menunjukkan ”kue pasar” rempah-rempah masih besar. ”Kami berusaha menghubungkan UKM dan berbagai organisasi terkait rempah untuk meningkatkan industri domestik kita,” kata Agus.
Komoditas rempah Indonesia dinilai bagus dan menjadi penentu harga rempah dunia karena Indonesia juga memasok kebutuhan rempah dunia. Harga rempah impor di India lebih murah ketimbang rempah lokal. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, komoditas rempah Indonesia juga diekspor kembali oleh India ke Eropa dan Amerika Serikat. Tentu setelah dikemas ulang.
”Tantangan untuk kita, India menuntut rempah-rempah dari Indonesia tetap harus dijaga agar kualitasnya, seperti aroma, rasa, dan warna, tidak berubah,” kata Agus.
Kontrol kualitas ini penting agar tidak terjadi perselisihan perdagangan. Ini yang selalu diwanti-wanti Agus pada para pengusaha atau eksportir Indonesia yang hendak menjalin hubungan dagang dengan India. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang saat semua proses harus dilakukan jarak jauh. Agus menekankan pentingnya membuat kontrak yang jelas, rinci, dan secara tertulis jika hendak menjalin hubungan dagang dengan India.
Dua arah
Selain rempah-rempah, India juga mengimpor komoditas batubara dan minyak kelapa sawit dari Indonesia. Untuk menyeimbangkan perdagangan di antara kedua negara, kata Agus, India meminta Indonesia juga mengimpor produk-produk dari India. Indonesia kemudian mengimpor daging kerbau, gula, beras, cabe, dan lain-lain. Meski demikian, surplus masih di sisi Indonesia.
Jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, Indonesia merupakan mitra dagang India yang terbesar. Sebaliknya, India merupakan mitra dagang terbesar ke-4 Indonesia dengan total perdagangan pada tahun 2020 sekitar 14 miliar dollar AS. ”Batubara tetap yang tertinggi dan minyak kelapa sawit banyak digunakan untuk kebutuhan industri makanan dan perhotelan,” kata Agus.
Indonesia menargetkan hubungan kerja sama ekonomi perdagangan antara Indonesia dan India senilai 50 miliar dollar AS pada tahun 2025. Pada tahun lalu, jumlahnya sekitar 20 miliar dollar AS. Peluang pasar India terbuka luas bagi Indonesia dan begitu pula sebaliknya. Sejauh ini ada 57 perusahaan India di Indonesia yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, otomotif, tekstil, teknologi dan informasi, perhubungan, serta energi terbarukan.
Sementara perusahaan Indonesia di India ada sembilan perusahaan yang bergerak di bidang pemrosesan makanan, teknologi dan informasi, pertanian dan perkebunan, serta kargo. ”Pemrosesan makanan sudah masuk sejak 5-10 tahun lalu karena orang India suka dengan makanan-makanan ringan juga,” kata Agus.
Secara umum, lanjut Agus, kinerja perdagangan Indonesia dan India menunjukkan tren yang menggembirakan meski di tengah pandemi Covid-19. Tren menggembirakan ini tak lepas dari komitmen Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri India Narendra Modi yang pada tahun 2018 sepakat untuk meningkatkan level strategis hubungan kedua negara dalam kerangka kerja sama ekonomi komprehensif.
”Kondisi menggembirakan ini diharapkan berlanjut apalagi nanti saat pemulihan pandemi. Harapan tumbuhnya intensitas kegiatan perdagangan, investasi, dan pariwisata kedua negara tentunya adalah keniscayaan,” kata Agus.