Cegah Covid-19 Menyebar, Musik Energik Dilarang di Korsel
Olahraga di pusat kebugaran tetap boleh, tetapi tak boleh mendengar musik energik. Aturan baru di Korea Selatan ini demi menekan penyebaran Covid-19 varian Delta.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Lagu-lagu dengan musik energik dan tempo cepat semacam ”Gangnam Style” mau tak mau harus dicoret dari daftar lagu di tempat-tempat kebugaran di ibu kota Seoul serta di Provinsi Incheon dan Gyeonggi, Korea Selatan. Akan tetapi, beberapa lagu pop dengan musik agak santai masih diperbolehkan. Ini aturan baru yang ditetapkan Pemerintah Korsel untuk menekan penyebaran kasus Covid-19 varian Delta. Intinya, warga Seoul tetap boleh berolahraga sendiri atau berkelompok di dalam ruang, tetapi tidak boleh banyak berkeringat dan bernapas terlalu cepat.
Aturan baru yang diumumkan pada Selasa (13/7/2021), dan akan diberlakukan selama dua pekan ke depan ini, melarang pusat-pusat kebugaran memainkan musik dengan tempo lebih cepat dari 120 ketukan per menit. Alasannya supaya orang tidak bernapas terlalu cepat dan mencegah orang terciprat keringat orang lain, terutama ketika olahraga dalam kelompok, seperti senam zumba atau spinning (bersepeda statis dengan musik cepat).
Pemerintah memperketat aturan menjaga jarak sosial tidak hanya di tempat kebugaran, tetapi juga melarang orang banyak berkumpul dan memperpendek jam operasional pertokoan. Ketentuan musik di pusat kebugaran ini memicu protes dan kemarahan warga karena dianggap konyol dan tidak masuk akal. ”Sudah ada aturan memakai masker saat olahraga dan cek suhu tubuh sebelum masuk. Saya sudah mematuhi semua aturan. Sekarang soal musik juga diatur? Apa, sih, maunya pemerintah? Mau warganya gemuk dan tidak sehat?” kata Jang (32), pekerja kantoran yang rajin ke pusat kebugaran setiap hari setelah jam kerja.
Namun, pemerintah tetap tegas tidak akan mengubah aturan baru itu. ”Kalau misalnya lari lebih cepat atau olahraga lainnya dengan lebih cepat, kemungkinan besar akan ada droplet yang kena orang lain. Ini alasannya kenapa kami harus membatasi olahraga kardio berat. Varian Delta ini lebih mudah dan cepat menular,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel, Son Young-rae, seperti dikutip harian The Korea Herald.
Seiring dengan itu, daftar lagu yang dinilai lebih kalem, seperti lagu-lagu K-pop, mulai beredar secara daring, termasuk lagu BTS ”Dynamite” (114 ketukan per menit) dan ”Butter” (110 ketukan per menit). Musik ”Gangnam Style” milik Psy yang memiliki 132 ketukan per menit tidak boleh terdengar.
Tingkat penularan Korsel relatif rendah jika dibandingkan dengan standar global, yakni sekitar 1.100 kasus per hari. Mayoritas kasus berada di Seoul dan daerah-daerah di sekitarnya. Namun, itu saja sudah sangat tinggi bagi Korsel. Belum lagi program vaksinasi yang masih dinilai lambat karena keterbatasan vaksin Covid-19. Meski sektor bisnis tetap diperbolehkan beroperasi terbatas, para pemilik pusat kebugaran dan para pelanggannya protes.
”Sekarang saya mesti repot-repot pilih musik mana yang boleh dan mana yang tidak. Mungkin kecepatan penyebaran virus bergantung pada tempo musiknya,” tulis salah seorang pelanggan pusat kebugaran yang nyinyir di situs para pemilik pusat kebugaran.
Kim Hyun-joon (35), salah satu pengguna pusat kebugaran, juga mempertanyakan efektivitas aturan baru itu. ”Beruntung saya masih bisa olahraga di pusat kebugaran. Namun, bukankah kita biasanya mendengarkan musik dari alat pemutar musik kita sendiri-sendiri dan bisa olahraga sendiri?” ujarnya.
Selain soal tempo musik, aturan baru itu juga mengatur batas kecepatan penggunaan treadmill maksimal 6 kilometer per jam. Aturan baru itu dicemooh oleh warga di internet. ”Memangnya kalau kita langgar, nanti kita akan ditilang? Nanti lama-lama akan ada aturan batas kecepatan kita jalan atau lari di luar,” tulis salah satu warga Seoul.
Selama ini Korsel seperti menjadi model negara yang berhasil menangani pandemi Covid-19. Hal ini berkat kepatuhan dan kedisiplinan warga pada ketentuan menjaga jarak sosial dan aturan lainnya. Namun, kepatuhan dan kedisiplinan itu rupanya menurun seiring waktu. Presiden Korsel Moon Jae-in sudah meminta maaf kepada rakyat Korsel, Senin lalu, karena kasus Covid-19 meningkat dan pemerintah terpaksa memperketat kebijakan pembatasan.
Meski banyak warga yang memprotes aturan baru yang lebih ketat itu, survei Realmeter yang dirilis pada Senin lalu menunjukkan, rakyat masih mendukung ketentuan menjaga jarak sosial level 4 yang diberlakukan itu. Menurut survei pada 500 orang berusia 18 tahun ke atas itu, sebanyak 71,9 persen responden menilai keputusan pemerintah untuk mengimplementasikan aturan level 4 itu.
Hasil survei itu juga menunjukkan para pendukung Partai Demokratik Korea yang berkuasa dan warga yang menganggap dirinya apolitik liberal lebih mendukung pemberlakuan aturan yang lebih ketat dan tegas. (AFP)