Seiring aturan pembatasan sosial Covid-19 dilonggarkan, para pekerja di dunia menyambut dengan was-was rencana untuk kembali bekerja di kantor. Sudah saatnya dunia kerja memikirkan tentang sistem kerja hibrid.
Oleh
FRANSISCA ROMANA NINIK
·4 menit baca
Mulai pekan depan, Inggris memasuki tahap akhir dalam peta jalan lockdown alias pembatasan ketat Covid-19. Salah satu tahapnya, seperti diumumkan Perdana Menteri Boris Johnson, adalah para pekerja tidak perlu lagi bekerja dari rumah karena pembatasan yang tersisa sudah dicabut.
Para pekerja, lanjut Johnson, bisa mulai merencanakan kembali ke tempat kerja dengan aman. Bisnis pun bisa buka lagi.
Rupanya pengumuman itu justru disambut kalangan pekerja dengan perasaan campur-aduk. Chartered Institute for Personnel and Development (CIPD), yang merepresentasikan para profesional manajemen sumber daya manusia, menyatakan, semestinya ada kebebasan yang lebih besar tentang bagaimana orang bekerja selepas masa pandemi.
“Secara umum orang ingin perpaduan antara kantor dan rumah untuk bekerja, dan adanya pilihan atas pekerjaan rutin mereka, artinya bekerja secara hibrid bisa menyediakan keseimbangan efektif bagi banyak pekerja,” sebut CIPD, seperti dikutip BBC.
Berakhirnya pembatasan sosial, lanjut CIPD, bukan berarti orang lantas berhamburan kembali ke kantor. Harus ada kesepakatan pengaturan cara kerja antara perusahaan dan karyawan.
Dalam sebuah jajak pendapat terhadap lebih dari 10.000 pekerja kantor di Eropa, seperti dilansir The Economist, sebanyak 79 persen mengatakan mereka akan mendukung regulasi yang melarang para bos memaksa anak buahnya bekerja di kantor.
Keseimbangan
Pandemi Covid-19 telah mengubah cara orang bekerja. Penyebaran virus memaksa orang untuk tinggal dan melakukan segala aktivitas di rumah, termasuk bekerja. Pada awalnya, orang begitu merindukan suasana kantor. Sampai sekitar setahun kemudian, orang mulai menemukan rasa aman dan nyaman saat bisa menyeimbangkan kehidupan pribadi dan profesional, termasuk keuntungan waktu yang bisa dihemat untuk pergi-pulang kantor.
Ketika kini sejumlah negara mengumumkan kehidupan perkantoran bisa dimulai, yang muncul adalah perasaan “aneh”. Terlebih ketika virus korona jenis baru belum benar-benar hilang.
Kantor berita Associated Press, dalam laporannya pada 28 Juni 2021, menyebutkan, banyak perusahaan melakukan penyesuaian atas tempat kerja untuk membantu karyawan merasa aman ketika kembali ke kantor. Misalnya dengan membenahi denah tempat duduk menjadi berjarak aman atau memperbaiki sistem sirkulasi udara.
Steelcase, perusahaan furnitur di Grand Rapids, Michigan, AS, dalam riset mereka mengindikasikan, separuh perusahaan global berencana mendesain ulang ruang kantor mereka tahun ini.
Perusahaan Ajinomoto merombak besar-besaran desain kantor pusat Amerika Utara di Chicago. Saat karyawan kembali bekerja pada Mei, mereka menemukan gedung dengan lorong-lorong yang lebih lebar dan panel kaca di antara kubikel. Untuk menjaga kesehatan mental, perusahaan mengubah ruangan kantor menjadi lebih rileks dengan kursi sandar dan musik lembut. Petugas kebersihan datang dua kali sehari untuk membersihkan segala sesuatu.
Di Jepang, perusahaan Fujitsu, Juli ini, mengumumkan akan mengadopsi cara kerja “normal baru” seturut cara bekerja dari rumah tampaknya lebih disukai. CEO Fujitsu, Takahito Tokita, kepada Nikkei Asia, mengatakan, apa yang dimulai sebagai respons paksaan atas pandemi Covid-19 kini menjadi komitmen jangka panjang yang akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Meski hampir semua perusahaan di dunia terpengaruh pandemi, dampaknya barangkali terasa lebih besar di Jepang. Negara ini dikenal dengan jam kerja panjang di kantor, bahkan hingga tengah malam. Cara kerja ini memunculkan kata "karoshi", meninggal karena tekanan pekerjaan.
Pada Januari 2021, survei yang dibuat oleh Ashita-Team, perusahaan teknologi sumber daya manusia, menemukan, sebanyak 74 persen responden yang bekerja untuk perusahaan kecil dan menengah mengatakan ingin terus bekerja dari rumah. Meski demikian, mereka pesimistis bahwa perubahan itu akan tahan lama.
Penyebabnya tidak hanya lantaran pekerja nantinya akan terbiasa dengan naik turunnya kasus Covid-19. Akan tetapi, manajer--terutama yang berusia lebih tua dan alergi pada operasional teknologi--lebih memilih komunikasi tatap muka, kata CEO Ashita-Team, Hiroyuki Akahane.
Perkantoran modern, menurut TIME, diciptakan setelah Perang Dunia II dengan mengadopsi sistem militer, yakni hierarki ketat, diciptakan oleh pria untuk pria dengan asumsi ada istri yang menangani pekerjaan rumah. Namun, setelah bertahun-tahun perubahan terjadi secara bertahap, muncul kesadaran bahwa model ini sudah usang.
Jutaan orang yang telah menghabiskan waktu di rumah saja sepanjang 1,5 tahun ini mulai mengevaluasi prioritas mereka: berapa lama waktu yang ingin mereka habiskan di kantor?