Korban Meninggal Tembus 4 Juta, WHO Ingatkan Pelonggaran Pembatasan
Lima negara teratas berdasarkan jumlah kematian mencakup sekitar 50 persen dari seluruh jumlah kematian akibat Covid-19 di dunia. Mereka adalah AS, Brasil, India, Rusia, dan Meksiko.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat jumlah kematian akibat Covid-19 secara global pada Rabu (7/7/2021) telah menembus angka empat juta jiwa. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan agar negara-negara sangat berhati-hati dalam pertimbangannya mencabut kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Tingkat vaksinasi Covid-19 yang relatif tinggi tidak menurunkan peluang lonjakan kasus terkonfirmasi, terutama setelah merebaknya varian Delta.
”Dunia berada pada titik berbahaya dalam pandemi ini,” kata Tedros. Ia menyebut angka empat juta itu terlalu rendah dari jumlah sebenarnya. Tedros juga mengecam negara-negara kaya karena menimbun vaksin Covid-19 dan peralatan pelindung. Ia menuduh mereka bertindak ”seolah-olah pandemi sudah berakhir” dengan melonggarkan pembatasan.
Merujuk pada analisis tim Reuters, kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia melewati tonggak suram, empat juta jiwa pada pertengahan Juni lalu. Sebelumnya, angka dua juta kematian tercatat setelah satu tahun, tetapi kali ini, angka dua juta kedua tercatat hanya dalam kurun 166 hari. Di saat jumlah kasus baru dan kematian di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris, menurun, beberapa negara lain justru mengalami kekurangan vaksin dan lonjakan kasus karena merebaknya varian Delta.
Lima negara teratas berdasarkan jumlah kematian—mencakup sekitar 50 persen dari seluruh jumlah kematian akibat Covid-19 di dunia—adalah AS, Brasil, India, Rusia, dan Meksiko. Adapun Peru, Hongaria, Bosnia, Ceko, dan Gibraltar memiliki tingkat kematian tertinggi apabbila disesuaikan dengan populasi.
Lonjakan kasus-kasus baru Covid-19 telah memaksa penguncitaraan (lockdown) di Kota Ho Chi Minh, Vietnam, dan Yangon, Myanmar. Dua kota itu dihuni total tidak kurang dari 15 juta jiwa.
Lonjakan kasus-kasus baru Covid-19 telah memaksa otoritas di Kota Ho Chi Minh, Vietnam, dan Yangon, Myanmar, menerapkan kebijakan pembatasan ketat. Dua kota itu dihuni total tidak kurang dari 15 juta jiwa. Di Sydney, Australia, pemerintah setempat juga menerapkan kebijakan serupa. Sebanyak lima juta penduduk Sydney diwajibkan tetap tinggal di rumah mereka satu pekan lebih lama sekalipun sudah mengalami lockdown selama dua pekan terakhir.
Kebijakan itu diambil setelah otoritas kesehatan setempat mengidentifikasi 27 kasus baru tengah pekan ini. ”Masih menakutkan bahwa virus itu ada di luar sana,” kata Menno De Moel (44), salah satu warga yang berada di pusat vaksinasi di Sydney, tempat dia mendapatkan dosis pertama vaksin Covid-19. ”Semoga ini akan menjadi lockdown terakhir, tetapi di sisi lain apa pun yang diperlukan, perlu dilakukan.”
Lebih dari 18 bulan sejak virus korona tipe baru muncul di China, dunia masih terus berjuang untuk memulihkan diri. Selain di kehidupan bermasyarakat, bisnis, aneka adaptasi juga berlaku di dunia olahraga. Banyak kegiatan dan pertandingan harus dimainkan tanpa penonton, ditunda dan atau dibatalkan sama sekali.
Di tengah gelaran Euro 2020 yang akan mencapai babak final akhir pekan ini, perhatian warga global juga tertuju pada penyelenggaraan Olimpiade 2020 di Tokyo. Pesta olahraga dunia itu sudah dimundurkan sejak tahun lalu akibat pandemi. Hanya 16 hari sebelum Olimpiade Tokyo akan dimulai, para pejabat membatalkan estafet obor untuk menghentikan kerumunan orang. Sejumlah media lokal di Jepang menyarankan kekhawatiran tentang lonjakan kasus Covid-19 akan mendorong penyelenggara menggelar perhelatan itu secara tertutup.
Pertimbangan matang
Kepala Bagian Kedaruratan WHO Michael Ryan mendesak negara-negara agar sangat berhati-hati ketika mencabut pembatasan Covid-19. Hal itu semata agar mereka ”tidak kehilangan keuntungan yang telah dibuat dan diraih sejauh ini”. Ryan mengomentari rencana Inggris, tuan rumah Euro 2020, yang bersiap mengakhiri banyak pembatasan Covid-19 pada 19 Juli.
Ryan mengatakan, meskipun setiap negara harus memutuskan sendiri, setiap orang harus bertanggung jawab untuk melindungi diri mereka sendiri dan orang lain. Sikap kehati-hatian juga dibutuhkan semata-mata agar rumah sakit tidak kewalahan oleh gelombang pandemi lainnya. ”Gagasan bahwa semua orang dilindungi, dan itu ’Kumbaya (hadirlah ke sini)’ dan semuanya kembali normal, saya pikir saat ini (itu) adalah asumsi yang sangat berbahaya di mana pun di dunia, dan itu masih merupakan asumsi berbahaya di Eropa,” katanya kepada wartawan selama pertemuan virtual dari Geneva.
Menjelang pelonggaran pembatasan wilayah, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, situasi epidemiologis dapat dibantu oleh kedatangan musim panas dan liburan sekolah. Namun, menurut Ryan, dia yakin para ilmuwan Inggris ”sangat menyadari ancaman yang dihadirkan varian baru, terutama varian Delta” dan akan melakukan pelonggaran dengan hati-hati. WHO juga mendesak negara-negara, termasuk AS dan Swiss yang memvaksinasi anak-anak berusia 12-15 tahun, menyumbangkan vaksin pada program Covax. Bantuan itu penting untuk meningkatkan akses bagi petugas kesehatan dan orangtua di negara-negara berpenghasilan rendah. (AP/AFP/REUTERS)