Pekerja Anak di Dunia Meningkat Drastis akibat Pandemi Covid-19
Jumlah pekerja anak secara global mencapai 160 juta jiwa pada awal 2020, meningkat sekitar 8,4 juta jiwa dalam empat tahun terakhir. Pandemi Covid-19 dikhawatirkan menambah pekerja anak lebih banyak lagi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
ADDIS ABABA, KAMIS — Laporan bersama Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef), Kamis (10/6/2021), menunjukkan, jumlah pekerja anak di seluruh dunia naik pesat untuk pertama kalinya dalam dua dekade terakhir. Rata-rata 1 dari 10 anak di dunia saat ini harus bekerja dan sangat rawan kehilangan masa kanak-kanak mereka.
Laporan itu mencatat jumlah pekerja anak secara global mencapai 160 juta jiwa pada awal 2020, meningkat sekitar 8,4 juta jiwa dalam empat tahun terakhir. Kenaikan itu terdata sudah dimulai sebelum pandemi Covid-19 melanda. Kondisi itu juga menandai pembalikan dramatis dari tren penurunan sebelumnya. Dalam catatan kedua lembaga itu, jumlah pekerja anak secara global sudah menyusut 94 juta jiwa antara tahun 2000 dan 2016.
Merujuk pada laman ILO, pekerja anak sering didefinisikan sebagai pekerjaan yang merampas masa kanak-kanak, potensi, dan martabat anak-anak, serta yang berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental mereka. Ini mengacu pada kewajiban kondisi kerja yang secara mental, fisik, sosial, atau moral berbahaya bagi anak-anak.
Selain itu adalah aneka kondisi yang mengganggu sekolah mereka. Artinya, mereka dihadapkan pada kondisi yang merampas kesempatan mereka untuk bersekolah. Kondisi itu mewajibkan mereka untuk meninggalkan sekolah sebelum waktunya atau mengharuskan mereka untuk mencoba menggabungkan kehadiran di sekolah dengan pekerjaan yang terlalu panjang dan berat. Apakah bentuk-bentuk ”pekerjaan” tertentu dapat disebut pekerja anak bergantung pada usia anak, jenis dan jam kerja yang dilakukan, kondisi di mana pekerjaan itu dilakukan, serta tujuan yang dikejar oleh setiap negara.
Saat krisis Covid-19 mulai meningkat, hampir 1 dari 10 anak di seluruh dunia harus terjerembab dalam kondisi sebagai pekerja anak. Disebutkan bahwa wilayah sub-Sahara Afrika adalah wilayah yang paling parah terkena dampaknya. PBB menegaskan, krisis yang berkepanjangan akibat pandemi Covid-19 mengancam akan mendorong jutaan anak lagi menuju nasib yang sama.
Diingatkan bahwa terdapat kekhawatiran besar jumlah anak pekerja baru bisa menembus 50 juta jiwa dalam dua tahun depan. Hal itu memungkinkan terjadi jika tindakan drastis penanggulangan tidak segera diambil.
Muncul kekhawatiran besar bahwa jumlah anak pekerja baru bisa menembus 50 juta jiwa dalam dua tahun depan. Hal itu memungkinkan terjadi jika tindakan drastis penanggulangan tidak segera diambil. Tindakan masif yang direkomendasikan adalah mencegah penambahan jumlah keluarga jatuh ke dalam kemiskinan.
”Kami kehilangan pijakan dalam perjuangan untuk mengakhiri pekerja anak,” kata Kepala Unicef Henrietta Fore kepada wartawan. Ia menekankan bahwa ”krisis Covid-19 membuat situasi yang buruk menjadi lebih buruk”. ”Sekarang, memasuki tahun kedua karantina wilayah global, penutupan sekolah, gangguan ekonomi, dan anggaran nasional yang menyusut, keluarga dipaksa untuk membuat pilihan yang memilukan."
Laporan bersama itu juga menyebutkan, jika proyeksi terbaru dari peningkatan kemiskinan karena pandemi terwujud, 9 juta anak lainnya akan terdorong menjadi pekerja anak pada akhir tahun 2022. Bahkan, menurut spesialis statistik Unicef, Claudia Cappa, yang ikut menulis laporan tersebut, pemodelan statistik menunjukkan bahwa jumlahnya berpotensi lima kali lebih tinggi. ”Jika cakupan perlindungan sosial turun dari tingkat saat ini, sebagai akibat dari langkah-langkah penghematan dan faktor lainnya, jumlah anak yang menjadi pekerja anak bisa bertambah 46 juta jiwa pada akhir tahun depan,” katanya.
Anak laki-laki
Laporan tentang kondisi pekerja anak secara global diterbitkan setiap empat tahun. Dalam laporan terbaru itu tergambar bahwa anak-anak yang berusia 5-11 tahun menyumbang lebih dari separuh dari angka global pekerja anak. Anak laki-laki secara signifikan lebih mungkin terpaksa menjadi pekerja anak. Terhitung 97 juta dari 160 juta pekerja anak pada awal 2020 adalah anak-anak laki-laki.
Namun, laporan itu menyebutkan bahwa kesenjangan jender menyempit setengahnya ketika pekerjaan rumah tangga yang dilakukan setidaknya 21 jam per minggu dihitung. Hal yang lebih mengkhawatirkan khususnya adalah peningkatan signifikan yang terlihat pada anak-anak usia 5-17 tahun. Mereka harus melakukan apa yang disebut sebagai pekerjaan berbahaya yang rawan memengaruhi perkembangan, pendidikan, atau kesehatan mereka.
Jenis-jenis aktivitas atau pekerjaan yang masuk dalam klasifikasi itu adalah kegiatan pertambangan atau dengan mesin berat. Para pekerja anak banyak yang harus bekerja lebih dari 43 jam sepekan. Kondisi seperti itu mengakibatkan mereka praktis tidak dapat bersekolah. Laporan ILO dan Unicef menunjukkan, sekitar 79 juta anak dianggap melakukan pekerjaan berbahaya seperti itu pada awal 2020, naik 6,5 juta anak dari empat tahun sebelumnya.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa sebagian besar pekerja anak terkonsentrasi di sektor pertanian. Secara persentase cakupannya mencapai 70 persen dari angka total global atau sekitar 112 juta anak. Sekitar 20 persen pekerja anak lainnya harus bekerja di sektor jasa dan 10 persen lainnya di industri.
Peningkatan terbesar pekerja anak terlihat di sub-Sahara Afrika. Pertumbuhan populasi, krisis yang berulang, kemiskinan ekstrem, dan langkah-langkah perlindungan sosial yang tidak memadai mendorong tambahan 16,6 juta anak menjadi pekerja anak sejak 2016 di kawasan itu. Hampir 25 persen anak berusia 5-17 tahun di sub-Sahara Afrika sudah menjadi pekerja anak dibandingkan dengan 2,3 persen di Eropa dan Amerika Utara.
PBB memperingatkan bahwa guncangan ekonomi tambahan dan penutupan sekolah akibat krisis Covid-19 berarti anak-anak yang sudah menjadi pekerja anak dapat bekerja lebih lama dan dalam kondisi yang memburuk. Kemungkinan masih banyak anak lagi yang berisiko dipaksa menjadi pekerja anak pun bertambah. Anak bisa dipaksa atau terpaksa menjadi pekerja untuk membantu orangtua atau kerabat mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. (AFP/REUTERS)