Etiopia Lanjutkan Proyek Bendungan Sungai Nil, Mesir-Sudan Protes
Etiopia melanjutkan proyek pembangunan bendungan raksasa di Sungai Nil pada Juli ini. Langkah ini memicu protes keras dari Mesir dan Sudan sebab belum ada kesepakatan tentang proyek di sungai lintas negara itu.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
KAIRO, SENIN — Etiopia kembali melanjutkan proyek pembangunan bendungan atau dam raksasa, Grand Ethiopian Renaissance. di Sungai Nil. Langkah ini membuat Mesir dam Sudan kembali protes. Kedua negara menganggap proyek itu melanggar hukum dan norma internasional tentang proyek-proyek pembangunan di daerah aliran sungai lintas negara.
Kementerian Perairan Mesir, Senin (5/7/2021), mengeluarkan pernyataan tertulis menolak proyek itu. Bendungan Grand Ethiopian Renaissance yang akan menjadi pembangkit listrik tenaga air terbesar di Benua Afrika itu menjadi sumber ketegangan hubungan diplomatik antara Ethiopia dan negara-negara hilir, seperti Mesir dan Sudan selama hampir 10 tahun terakhir ini.
Mesir dan Sudan khawatir bendungan itu akan membatasi akses air bagi rakyat mereka. Kedua negara itu mendorong Etiopia menandatangani kesepakatan yang mengikat untuk pengisian dan pengoperasian bendungan.
Kedua negara juga mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menangani perkara pelik ini. Menurut rencana, DK PBB akan rapat pada Kamis mendatang atas permintaan Tunisia yang mewakili Mesir dan Sudan. Namun, DK PBB diduga tak akan bisa banyak membantu.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, dalam suratnya kepada PBB, mengatakan, proses perundingan bendungan ini mandek karena terbentur jalan buntu. Etiopia dinilai keras kepala sehingga merusak upaya menggapai kesepakatan. Etiopia tetap bersikeras melanjutkan proyek bendungan tahap kedua mulai Juli ini, dengan atau tanpa ada kesepakatan.
Sungai Nil yang merupakan salah satu sungai terpanjang di dunia, sekitar 6.000 kilometer, menjadi sumber air dan bahan baku pembangkit listrik yang penting bagi puluhan negara di Afrika Timur. Mesir, yang juga bergantung pada Sungai Nil untuk memenuhi 97 persen kebutuhan irigasi dan air minumnya, menganggap bendungan itu sebagai ancaman.
Sementara Sudan berharap proyek bendungan akan bisa mengelola banjir tahunan. Namun, Sudan juga khawatir bendungan itu akan dikendalikan hanya oleh Etiopia.
Bendungan raksasa sepanjang 145 meter itu mempunyai kapasitas air hingga 74 miliar meter kubik. Proses pembangunannya sudah dimulai sejak 2011. Tahap pengisian bendungan sudah dimulai sejak tahun lalu.
Per Juli 2020, Etiopia mengumumkan bahwa pengisiannya sudah mencapai target 4,9 miliar meter kubik. Ini cukup untuk menguji dua turbin pertama bendungan guna mengetahui efektivitas produksi energinya. Harapannya, bendungan akan bisa menyimpan tambahan air sebanyak 13,5 miliar meter kubik tahun ini.
Mesir dan Sudan menginginkan agar kesepakatan trilateral mengenai operasional bendungan itu tercapai terlebih dulu sebelum memulai proses pengisian. Namun, Etiopia menganggap proses pengisian itu bagian tak terlepaskan dari pembangunan sehingga tidak mungkin ditunda. Sudan mengaku bahwa pengisian itu menyebabkan kekurangan air di Sudan pada waktu itu. Komplain ini dibantah Etiopia.
Menteri Perairan Sudan Yasser Abbas, April lalu, memperingatkan, jika Etiopia masih melanjutkan pengisian bendungan, Sudan akan mengajukan gugatan terhadap perusahaan pengembang bendungan dari Italia dan Pemerintah Etiopia. Gugatan hukum itu akan menyoroti dampak lingkungan dan sosial serta bahaya bendungan yang belum dipertimbangkan secara memadai. (REUTERS/AFP/LUK)