Untuk sebagian orang Indonesia, Etiopia dikenal lewat musik dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dulu, pada awal kelahiran Islam, kala sebagian wilayah negara itu dipimpin Raja Najasyi yang beragama Kristen, sejumlah sahabat Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Mekkah ke sana.
Berselang beberapa abad, kala Haile Selassie memerintah Etiopia, Indonesia kembali mendengar soal Etiopia melalui Bob Marley. Musisi Jamaika itu membuat beberapa lagu dan komentar soal raja terakhir Etiopia yang dinyatakan sebagai keturunan ke-255 Nabi Sulaiman tersebut.
Namun, gambaran paling melekat pada orang Indonesia soal negara itu didapat dari lagu Iwan Fals, ”Ethiopia”. Sampai sekarang, masih banyak orang Indonesia menganggap Etiopia seperti digambarkan dalam lagu itu, kelaparan di negeri panas.
Saat ini Etiopia sudah banyak berubah. Negara itu tengah membangun bendungan yang dinyatakan terbesar di wilayah yang dilewati Sungai Nil, sungai terpanjang di dunia dan mengaliri 11 negara. Saat selesai, bendungan itu akan berupa bangunan setinggi 150 meter dan panjang 1.800 meter.
”Kami membangun dengan dana sendiri. Pemerintah dan rakyat Etiopia tidak memakai uang asing untuk membiayai proyek 5 miliar dollar AS ini,” kata Duta Besar Etiopia untuk Indonesia Admasu Tsegaye.
Proyek bernama Grand Ethiopian Renaissance Dam itu jadi kebanggaan bangsa yang punya 13 bulan dalam kalendernya itu. Selain karena dibangun tanpa dana asing, bendungan itu juga akan menjadi salah satu penanda kemampuan bangsa tua yang sudah ada sebelum Masehi itu. ”Nama bendungan ini mencerminkan keinginan kami untuk bangkit kembali,” katanya.
Tenaga listrik
Dibangun sejak 2011, bendungan itu diharapkan rampung pada 2020. Saat selesai, bendungan di Etiopia utara itu akan menghasilkan listrik 6 gigawatt. ”Sebagian akan dipakai di dalam negeri, sebagian lagi kami ekspor,” ujarnya.
Hampir 30 juta penduduk di sekitar lokasi bendungan belum punya akses pada listrik. Bendungan itu akan menyediakan akses tersebut.
Negara itu juga butuh listrik untuk menarik investasi. Dengan limpahan energi, banyak peluang usaha terbuka. Sisa daya dari kebutuhan di sana akan diekspor. Negara itu memang sudah menjual listrik ke sejumlah tetangganya.
Direktur Afrika pada Kementerian Luar Negeri Daniel Tumpal mengatakan, Afrika merupakan wilayah potensial. Penduduk usia muda akan menjadi porsi terbanyak dalam struktur demografi benua itu. Hal tersebut mengindikasikan pasar
Afrika masih terbuka.
Masalahnya, masyarakat Indonesia masih punya persepsi buruk soal benua itu. Kementerian Luar Negeri berusaha mengubah itu. Salah satu caranya dengan menyelenggarakan Indonesia-Africa Forum 2018, pekan depan, di Bali.
”Banyak peluang di Afrika,” ujar Tumpal. (KRIS R MADA)