Menolak Masuk Bui, Mantan Presiden Afsel Berlindung di Balik Blokade Massa Pendukung
Presiden Afrika Selatan (2009-2018) Jacob Zuma (79) menolak menyerahkan diri ke polisi sampai batas waktu terakhir sebagaimana perintah Mahkamah Agung, yakni Minggu (4/7/2021). Ia berlindung di balik massa pendukung.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JOHANNESBURG, SENIN — Presiden Afrika Selatan periode 2009-2018 Jacob Zuma (79) menolak menyerahkan diri ke polisi sampai batas waktu terakhir sebagaimana perintah Mahkamah Agung, yakni Minggu (4/7/2021). Zuma bersikukuh bahwa dirinya tidak bersalah. Oleh karena itu, ia memilih bertahan di kediamannya di kota Nkandla, Provinsi Kwa-Zulu Natal, dengan massa pendukung sebagai barikade manusia.
”Pertama, saya tidak bersalah untuk tuduhan mangkir dari pengadilan. Hukuman penjara 15 bulan ini tujuannya murni politik. Kata mereka (pengadilan dan oposisi), ini untuk memberi contoh kepada rakyat, padahal sebenarnya untuk mendiskreditkan saya,” kata Zuma pada keterangan pers di kediamannya, Senin (5/7/2021).
Hukuman 15 tahun penjara pada masa pandemi Covid-19, menurut Zuma kepada media The South African, melanggar hak asasi manusia. Alasannya, itu sama saja dengan hukuman mati. Afrika Selatan melarang hukuman mati sejak 1994. Oleh sebab itu, Zuma berdalih bahwa vonis penjara atas dirinya bertentangan dengan konstitusi dan serangkaian undang-undang negara tersebut.
Pekan lalu, Zuma dijatuhi vonis 15 bulan penjara oleh pengadilan tertinggi Afrika Selatan karena mangkir dari persidangan kasus dugaan korupsi. Ia hanya satu kali menghadiri persidangan. Selebihnya, ia mangkir dengan berbagai alasan, mulai dari masalah kesehatan sampai terang-terangan menyatakan bahwa pengadilan bias terhadap dirinya.
Zuma digugat dalam berbagai kasus dugaan korupsi dalam rentang waktu kejadian yang panjang. Rentang kejadian pertama terjadi pada 1999.
Pengadilan memberi waktu lima hari kepada Zuma untuk menyerahkan diri ke polisi terdekat. Batas waktu terakhir jatuh pada (4/7/2021). Jika ia tidak kunjung menyerahkan diri, pengadilan memerintahkan polisi untuk menjemput paksa mantan presiden itu.
Sementara itu, ratusan pendukung berkerumun di kediaman Zuma di Nkandla. Mereka membentuk barikade manusia guna menghalangi kedatangan polisi dan aparat penegak hukum lainnya. Sebagian membawa poster dan spanduk yang menyatakan bahwa Zuma tidak bersalah dan meminta Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa untuk mengundurkan diri.
Ramaphosa adalah yunior Zuma di partai politik Komisi Nasional Afrika (ANC). Ia termasuk kelompok yang melengserkan Zuma atas tuduhan korupsi. Ketika diangkat menjadi presiden, Ramaphosa bersumpah akan membasmi segala bentuk suap dan korupsi dari ”Negara Pelangi” tersebut.
”Kalau mau menangkap Bapak Zuma, langkahi dulu mayat kami. Jika pemerintah tetap memaksakan kehendak, akan kami buat negara ini tidak bisa diatur,” kata Sibongiseni Bhengu, salah satu pendukung yang sejak Minggu pagi berjaga-jaga di luar pagar rumah Zuma.
Para pendukung Zuma datang dari berbagai penjuru Afrika Selatan. Liputan stasiun-stasiun televisi setempat menunjukkan polisi memblokade semua jalan menuju Nkandla untuk mencegah lebih banyak pendukung Zuma memasuki kota itu. Tak mau menyerah, banyak pendukung yang meninggalkan mobil mereka di tengah jalan dan berjalan kaki menuju rumah Zuma. Mereka sebagian besar tidak memakai masker. Oleh karena itu, Pemerintah Afrika Selatan mengumumkan bahwa massa itu berisiko menyebarkan Covid-19.
Polisi, kejaksaan, dan pengadilan dilaporkan tidak bisa masuk ke rumah Zuma akibat blokade massa pendukung tersebut. Maka, termin penangkapan tidak bisa dinegosiasikan.
Sementara di media sosial, rakyat memprotes polisi yang tidak bisa membubarkan massa. Polisi dianggap lemah karena massa jelas-jelas berisiko menyebabkan Covid-19.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi eNCA, pengamat politik Sanusha Naudi menjelaskan, penangkapan Zuma sebenarnya ujian bagi polisi. Namun, kenyataannya, polisi masih tampak sungkan terhadap mantan presiden itu.
Keputusan penahanan Zuma sudah sesuai dengan hukum. Hal itu sekaligus menjadi satu-satunya cara agar ia menghadiri sidang korupsi yang dijadwalkan 12 Juli nanti. (AP/AFP/DNE)