Sedikitnya 80 orang belum ditemukan setelah bencana banjir dan tanah longsor menerjang kota Atami, Jepang, Sabtu pagi.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
TOKYO, SENIN —Tim pencari dan penyelamat Jepang masih berusaha mencari sedikitnya 80 korban bencana tanah longsor yang terjadi dua hari lalu di kota Atami, Jepang, 90 kilometer dari ibu kota Tokyo. Bencana tanah longsor itu menghancurkan bangunan serta mengubur jalanan dengan batu-batuan dan lumpur yang pekat nan tebal. Akibatnya, tiga orang tewas. Bencana ini mengingatkan betapa Jepang rentan terhadap bencana alam, seperti gempa, letusan gunung berapi, dan gelombang tsunami.
”Kami akan tetap secepatnya mencari korban yang mungkin masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan,” kata Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Senin (5/7/2021).
Salah seorang korban selamat yang berusia 75 tahun tidak menduga bencana tanah longsor seperti ini akan menerjang kampung halamannya. Saat tanah longsor terjadi, ia sempat melihat rumah tetangga depannya tersapu dibawa tanah longsor dan sampai sekarang nasib penghuninya belum diketahui. ”Rasanya seperti kiamat,” ujarnya.
Bencana tanah longsor terjadi pada Sabtu pagi setelah hujan lebat selama 24 jam. Sedikitnya 130 bangunan di Atami yang berpenduduk 36.000 jiwa itu tersapu tanah longsor. Kota yang terletak di lereng curam yang mengarah ke teluk itu selama ini menjadi lokasi wisata mata air panas yang populer. Banjir bandang yang membawa lumpur dan puing-puing bangunan mengalir deras di sepanjang sungai hingga sejauh dua kilometer dan mengarah ke laut.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato meminta masyarakat untuk tetap waspada karena kondisi permukaan tanah yang rentan longsor lagi. Hujan yang ringan saja akan bisa menyebabkan tanah longsor. Imbauan serupa diutarakan juru bicara pemerintah kota Atami, Hiroki Onuma, yang tengah mempersiapkan mitigasi tanah longsor meski hujan sudah berhenti. ”Situasinya tidak terduga,” ujarnya.
Dari siaran-siaran televisi di Jepang terlihat situasi kota yang terendam lumpur hitam yang dalam. Kendaraan-kendaraan terkubur lumpur serta banyak bangunan miring dan tercabut dari fondasinya karena disapu banjir lumpur. Juru bicara pengelolaan bencana Atami, Hiroki Onuma, mengatakan, tim pencari dan penyelamat sudah dibantu dengan tentara, polisi, dan pemadam kebakaran untuk mencari para korban.
”Ketika saya membuka pintu, semua orang panik lari ke jalan dan banyak polisi berteriak meminta warga segera evakuasi. Jadi, di tengah hujan yang deras, saya langsung lari tanpa membawa apa pun,” cerita Kazuyo Yamada, salah seorang korban yang selamat.
Sebelum tanah longsor menerjang rumahnya, Yamada mengaku mendengar suara gemuruh keras seiring dengan tanah yang longsor dengan kecepatan tinggi. Wilayah yang paling parah terkena tanah longsor adalah Izusan yang menjadi pusat sumber air panas, pertokoan, dan kuil.
Untuk mengantisipasi bencana tanah longsor lanjutan, pemerintah sudah mengimbau warga untuk mengungsi ke daerah lain di sekitar Atami. Badan Meteorologi Jepang memperkirakan hujan lebat masih akan terjadi dan kemungkinan tanah longsor juga masih tinggi. Curah hujan di Atami selama 48 jam terakhir ini dilaporkan lebih tinggi dibandingkan biasanya sepanjang Juli. Para korban yang selamat di Atami mengaku mereka belum pernah mengalami hujan sederas ini sepanjang hidup mereka.
Para ilmuwan memperkirakan perubahan iklim telah membuat musim hujan di Jepang semakin intensif karena atmosfir yang lebih hangat menampung lebih banyak air. Bencana seperti ini bukan kali pertama terjadi di Jepang. Lebih dari 20 orang tewas akibat banjir bandang di Hiroshima pada 2018. Tahun lalu puluhan orang tewas dalam bencana serupa. Proses pencarian dan penyelamatan korban pada waktu itu tak mudah karena adanya pandemi Covid-19. Pada tahun 2017 juga pernah terjadi banjir bandang dan tanah longsor di Kyushu hingga menewaskan 40 orang.
Kota wisata
Oleh karena Atami merupakan kota wisata dan tempat berlibur, banyak apartemen dan rumah yang tidak berpenghuni karena disewakan untuk wisatawan. Pemilik apartemen atau rumah di sana biasanya tinggal di daerah lain. Banyak juga rumah yang kosong karena kemungkinan penghuninya sedang mengunjungi teman atau keluarga di daerah lain.
Naoto Date, aktor Jepang yang sedang berlibur di rumah ibunya di Atami, terbangun kaget mendengar sirene bahaya saat masih tidur. Ia dan ibunya selamat dan kini berada di tempat pengungsian. ”Sedih melihat kampung halaman saya hancur. Saya tahu daerah rumah ibu saya itu rawan bencana, tetapi tidak pernah membayangkan akan bisa sampai seperti ini,” kata Date, yang tinggal di Tokyo.
Gubernur Shizuoka Heita Kawakatsu menduga, tanah longsor ini juga disebabkan adanya proyek pembangunan yang tengah berlangsung di hulu sungai. Dari rekaman kamera tanpa awak terlihat gundukan tanah di sekitar area pembangunan itu telah tersapu bersih. Sejumlah media Jepang menyebutkan itu proyek pembangunan pemukiman yang sudah ditinggalkan karena terkendala pembiayaan.
Kawasan Izusan merupakan salah satu dari 660.000 lokasi di Jepang yang teridentifikasi sebagai daerah yang rawan terkena longsor dan masuk daftar resmi peta bahaya pemerintah. Namun, data ini tidak dipublikasikan. Kondisi diperparah lagi dengan kesadaran masyarakat yang rendah. Awal Juli menjelang akhir musim hujan kerap kali terjadi banjir mematikan dan tanah longsor yang dipicu hujan deras. Menurut para ahli, ini memburuk karena pemanasan global. (REUTERS/AFP/AP)