Mantan Presiden Afrika Selatan Divonis Penjara 15 Bulan karena Mangkir dari Pengadilan
Mantan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma diganjar hukuman 15 bulan penjara karena sikapnya yang dinilai hakim melecehkan pengadilan. Saat ini Zuma tengah menghadapi banyak kasus, termasuk dugaan korupsi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JOHANNESBURG, RABU – Jacob Zuma (79), presiden Afrika Selatan periode 2009-2018, dijatuhi hukuman 15 bulan kurungan oleh mahkamah konstitusional negara tersebut. Vonis itu tidak terkait 16 gugatan korupsi yang berbeda-beda, melainkan akibat kelakuan Zuma yang dinilai majelis hakim kurang ajar dan melecehkan proses pengadilan.
”Vonis ini menunjukkan hukum tidak pandang bulu. Semua orang, terlepas dari status sosialnya, harus bertanggung jawab atas kesalahan yang mereka lakukan,” kata anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusional Afsel, Sisi Khampepe, seperti dilansir dari surat kabar Mail and Guardian hari Selasa (29/6/2021).
Zuma digugat atas 16 tuduhan korupsi yang berbeda-beda. Kasus ini terjadi tidak hanya ketika ia menjabat presiden Afsel, tetapi sejak ia masih menjadi wakil presiden pada tahun 1999. Beberapa kasus yang dituduhkan kepadanya ialah korupsi dengan meminta mahar ataupun suap kepada para pengusaha. Salah satu pengusaha yang terseret kasus ini adalah keluarga Gupta yang memiliki konglomerasi pertambangan, media, dan teknologi informasi.
Keluarga Gupta dikenal dekat dengan Zuma. Bahkan, bukan rahasia umum kalau sejumlah menteri dalam kabinet Zuma merupakan titipan mereka. Di samping itu, ada pula kasus tahun 1999 mengenai keganjilan pembelian senjata dari sebuah perusahaan Perancis. Dilaporkan kerugian negara akibat transaksi tersebut mencapai 3 miliar poundsterling atau Rp 60,2 triliun.
Namun, Zuma hanya menghadiri sidang satu kali, yaitu pada tahun 2019. Setelah itu, ia mangkir dengan berbagai alasan, dari kondisi kesehatan hingga menolak bekerja sama dengan komisi penyelidik dengan alasan para hakim dan komisi bias terhadap dirinya. Zuma berpendapat, aparat penegak hukum bersekongkol untuk menjerumuskan dirinya.
”Tidak ada bukti hakim beserta aparat penegak hukum melakukan hal-hal di luar peraturan pengadilan. Oleh sebab itu, kami memberi Zuma waktu lima hari untuk menyerahkan diri ke kantor polisi. Jika masih menolak, ia akan dijemput paksa,” kata Khampepe.
Pribadi yang kompleks
Para pendukung Zuma mengajukan keberatan. Sejumlah unggahan di media sosial justru menyalahkan pengadilan dan Presiden Afsel Cyril Ramaphosa. ”Masak tokoh anti-apartheid diperlakukan tidak terhormat, sementara sejumlah elite politik kulit putih rasialis dibiarkan begitu saja?” demikian bunyi salah satu cuitan di Twitter. Sejumlah pendukung menyuarakan akan datang ke kediaman Zuma untuk menjadi pengawal pribadi guna menghalangi polisi menangkapnya.
Meskipun tersandung kasus korupsi, Zuma tetap memiliki pendukung yang setia. Kiprahnya sebagai anak kampung yang bisa maju ke kancah politik membuat ia digemari oleh penduduk Afsel di perdesaan atau dari kalangan ekonomi bawah. Sejak remaja, Zuma sudah aktif mengikuti berbagai gerakan anak muda melawan apartheid dan para kolonialis kulit putih.
Ia pernah dipenjara selama 10 tahun di Pulau Robben. Di sana ia bertemu dengan Nelson Mandela yang menjadi Bapak Pembebasan Afsel dari Apartheid. Setelah bebas dari Pulau Robben pada tahun 1975, Zuma bergabung dengan divisi intelijen partai politik Komisi Nasional Afrika (ANC) dan melarikan diri ke pengasingan di Swaziland (sekarang Eswatini), kemudian ke Mozambik. Ia kembali ke tanah airnya pada tahun 1994 setelah pemerintahan apartheid runtuh.
Presiden Afsel Cyril Ramaphosa berjanji menuntaskan masalah korupsi di negara yang dipimpinnya. Vonis terhadap Zuma yang merupakan seniornya di ANC dianggap sebagai preseden yang baik. Bahkan, sejumlah pejabat partai ini, seperti Jackson Mthembu, mengeluarkan pernyataan bahwa ANC khilaf mencalonkan Zuma sebagai presiden pada tahun 2009.
Zuma memenangi pemilu presiden pada tahun 2009. Akan tetapi, rekam jejaknya sebagai pemimpin negara tidak bagus. Ekonomi menurun dan korupsi merajalela. Ia juga terkenal otoriter di kalangan partai ANC. Berbagai jabatan strategis diberikan kepada politisi yang mendukungnya. Adapun pihak oposisi di dalam partai ”dibuang” ke luar negeri, beberapa bahkan dipecat dari ANC.
Ketika Nelson Mandela wafat dan dimakamkan pada tahun 2013, rakyat Afsel secara terang-terangan mencemooh Zuma ketika ia tiba di upacara pemakaman. Saat hendak memberi pidato penghormatan terhadap Mandela di hadapan perwakilan dari 90 negara, ia disambut dengan seruan mengejek. Sebaliknya, Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon mendapat sambutan hangat dari rakyat Afsel.
Zuma kemudian selalu mendapat sambutan cemooh setiap kali tampil di depan publik. Wajahnya menjadi bulan-bulanan satir politik serta berbagai meme warganet yang mengejek perilaku korup serta kebijakan politiknya yang tidak pro-rakyat.
Pada tahun 2018, partai ANC pun mengajukan mosi tidak percaya dan Zuma dimakzulkan dari tampuk kepemimpinan negara. Ia digantikan oleh Ramaphosa. (AFP/REUTERS)