Raja Bhutan Jelajahi Pelosok, Pastikan Rakyat Aman dari Covid-19
Selama 14 bulan terakhir, Raja Bhutan berkeliling ke penjuru negeri untuk ”menemani” rakyatnya menghadapi pandemi. Negara kecil ini terjepit antara China dan India. Kasus yang tak terkendali bisa mengancam keberadaannya.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·3 menit baca
Berjalan kaki, naik mobil, hingga naik kuda, Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck (41) berkeliling ke pelosok Bhutan untuk memastikan negaranya terlindungi dari wabah Covid-19. Selama 14 bulan, sang Raja hadir bersama rakyatnya sehingga mereka merasa tidak sendirian melawan pandemi.
Bhutan memang negara kecil, dengan penduduk sekitar 700.000 jiwa. Namun, lokasinya terjepit antara dua ”raksasa”, China dan India, yang terhantam wabah virus korona jenis baru.
Raja Jigme, mengenakan topi baseball dan jubah tradisional Bhutan, gho, sambil menyandang tas punggung, berjalan melintasi hutan belantara, mendaki gunung-gunung, dan menjelajahi desa-desa di pelosok. Setelah perjalanan, dia akan tinggal di sebuah hotel di ibu kota Thimpu untuk karantina sesuai protokol Covid-19.
Dampaknya fantastis. Sejauh ini hanya tercatat satu korban meninggal akibat Covid-19.
”Saat Raja berjalan bermil-mil dan mengetuk pintu untuk membuat rakyat waspada terhadap pandemi, kata-katanya yang tulus sangat dihormati dan dianggap serius,” kata Perdana Menteri Bhutan Lotay Tshering kepada kantor berita Reuters, Jumat (25/6/2021).
”Kehadiran Yang Mulia jauh lebih kuat dibandingkan dengan hanya surat edaran untuk masyarakat. Kehadirannya meyakinkan rakyat bahwa mereka tidak sendirian melawan pandemi,” lanjutnya.
Tshering, praktisi urolog, kerap menemani Raja dalam perjalanan di wilayah dekat perbatasan India. Beberapa pekan lalu, Raja berjalan selama lima hari melintasi jalur pendakian hingga ketinggian 4.343 meter untuk secara khusus berterima kasih kepada para tenaga kesehatan di desa terpencil.
Bhutan menjadi monarki konstitusional tahun 2008 saat Raja melepaskan kekuasaan absolut. Namun, kesetiaan kepada keluarga kerajaan masih mendominasi lanskap sosial politik negara itu.
Kantor kerajaan menolak permintaan wawancara untuk media. Namun, media sosial Raja menunjukkan pekerjaan dan perjalanannya selama pandemi.
”Ketakutan terbesar raja kami, pandemi akan menyebar seperti kebakaran hutan, dan negara kami bisa tersapu,” kata pejabat senior kerajaan.
Seperti sebagian besar rakyatnya, Raja Jigme telah menerima satu dosis vaksin. ”Raja telah bepergian ke wilayah perbatasan yang berisiko tinggi berkali-kali untuk memonitor setiap langkah dijalankan dengan benar dan menjamin praktik terbaik diterapkan dalam sumber daya terbatas,” kata Rui Paulo de Jesus, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di Bhutan.
PM Tshering mengatakan, Bhutan tengah mengombinasikan vaksin karena mereka kekurangan suplai vaksin. Sekitar 90 persen penduduk sudah menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca. Tenggat penyuntikan dosis kedua vaksin setelah jarak 12 pekan jatuh pada bulan ini. Pemerintah masih berupaya mengatasi kekurangan suplai vaksin ini.
Negara di wilayah timur Himalaya ini juga hanya memiliki rasio satu dokter untuk melayani setiap 2.000 penduduk. Maka, perbatasan negeri indah ini kini ditutup kembali untuk orang asing, seperti yang terjadi di masa lampau hingga tahun 1970-an. Pembatasan sosial ketat diberlakukan di sejumlah wilayah, sementara penyaringan dan pengujian untuk Covid-19 terus ditingkatkan. (REUTERS)