Emisi karbon harus diturunkan, penggunaan energi bersih ditingkatkan, dan industri bersih yang ramah lingkungan terus didorong. Hanya dengan cara ini, kenaikan suhu bumi dapat ditekan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Alam seperti tak sabar beraksi. Pasca-Konferensi Tingkat Tinggi Adaptasi Iklim, akhir Januari 2021, bencana terjadi. Gletser Himalaya mencair menjadi banjir bandang.
Sebagian gletser Nanda Devi di Himalaya patah dan meluncur turun, Minggu (7/2/2021). Airnya menerjang Sungai Dhauli Ganga, Rishi Ganga, dan Alaknanda; menghancurkan pembangkit listrik; dan menjebak para pekerja. Dilaporkan, 26 orang tewas dan lebih dari 170 orang hilang (Kompas, 8/2/2021).
Menurut penelitian dalam Science Advances (19 Juni 2019), gletser yang mencair pada periode 2000-2016 meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan periode 1975-2000. Padahal, gletser adalah penyangga hidrologi dataran tinggi Tibet dan menjadi sumber air penduduk India, China, Tibet, Nepal, Bhutan, Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan.
Dalam KTT Adaptasi Iklim—berlangsung 25-26 Januari 2021—para pemimpin dunia bersepakat mengatasi perubahan iklim akibat pemanasan bumi ini. Ketergantungan manusia selama lebih dari 200 tahun terhadap energi fosil membuat polutan makin banyak terjebak di atmosfer, menghalangi sinar matahari keluar dari bumi. Akibatnya, bumi semakin panas. Kenaikan suhu mengubah tekanan udara, mengubah siklus iklim, membahayakan pertanian dan cadangan pangan.
Kenaikan suhu bumi tidak hanya mencairkan gletser di Himalaya, tetapi juga kutub utara dan selatan. Dampak yang seketika adalah banjir bandang, seperti di India. Mencairnya gunung es di kutub menaikkan muka air laut, bisa menenggelamkan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Tahun lalu, cuaca ekstrem di seluruh dunia mengakibatkan gelombang panas di Siberia, kebakaran hutan di Australia dan Amerika Serikat, serta hujan badai dan banjir di Asia.
Dalam pelbagai pertemuan perubahan iklim, disepakati bahwa kenaikan suhu bumi tidak boleh lebih dari 1,5 derajat celsius abad ini. Apabila kenaikan suhu tetap 2 derajat celsius, pada 2100 seluruh es di bumi akan habis. Apabila emisi karbon tidak segera dipotong, dua pertiga es penutup bumi akan mencair. Namun, dengan kenaikan suhu 1,5 derajat celsius pun, sebenarnya sepertiga es bumi tetap hilang.
Yang jelas, upaya harus dilakukan. Emisi karbon harus diturunkan, penggunaan energi bersih ditingkatkan, dan industri bersih yang ramah lingkungan terus didorong. Dalam KTT Adaptasi Iklim, para peserta juga sepakat mengeksplorasi upaya pemberdayaan kota; membangun pertanian yang tahan kekeringan, salinitas, dan banjir; serta mempertahankan pesisir menghadapi kenaikan muka air laut.
Sayangnya, masih ada masalah pendanaan. Dalam Adaptation Gap Report 2020, Program Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan (UNEP) menyebut, paling tidak butuh dana 300 miliar dollar AS untuk mengantisipasi peningkatan risiko perubahan iklim. Memang tidak ada cara lain. Seperti halnya menghadapi pandemi, semua negara harus bergandengan tangan mengatasi perubahan iklim. Mau negara kaya atau miskin, semua tinggal di planet yang sama. Rumah kita bersama.