Pejabat medis, mengutip para saksi mata di tempat kejadian, mengonfirmasi bahwa sedikitnya 51 orang tewas. Jumlah korban kemungkinan bisa bertambah.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
ADDIS ABABA, KAMIS — Pejabat medis Etiopia, Rabu (23/6/2021) waktu setempat, melaporkan, sedikitnya 51 orang tewas akibat serangan udara di Region Tigray, Etiopia utara. Serangan ke kota Togoga itu terjadi setelah pertempuran baru berkobar dalam beberapa hari terakhir di utara Mekele, ibu kota Region Tigray.
Seorang pejabat biro kesehatan di Tigray mengatakan kepada AP, selain 51 orang tewas, ada lebih dari 100 orang terluka, lebih dari 50 orang kritis, dan sedikitnya 33 orang hilang. Pejabat itu enggan dikutip namanya karena takut akan mendapat pembalasan.
Juru bicara militer Etiopia, Kolonel Getnet Adane, tidak mengonfirmasi juga tidak menyangkal insiden tersebut. Dia hanya mengatakan, serangan udara adalah taktik militer yang umum terjadi dan pasukan pemerintah tidak menargetkan warga sipil. Serangan terjadi pada Selasa (22/6/2021).
Menurut sejumlah informasi, dalam serangan itu, ada bom yang menghantam pasar pada pukul 13.00 waktu setempat. Menurut seorang wanita yang menyaksikan kejadian itu, suami dan putrinya berusia 2 tahun terluka. ”Kami tidak melihat pesawat itu, tetapi kami mendengarnya,” katanya. ”Ketika bom meledak, semua orang berhamburan keluar. Beberapa saat kemudian kami kembali dan menyelamatkan para korban luka.”
Wanita yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan, pasar saat itu sedang penuh sesak pengunjung. Dia tidak melihat adanya angkatan bersenjata di daerah itu. Menurut dia, ada banyak sekali korban tewas akibat serangan udara itu.
Pejabat medis, mengutip para saksi mata di tempat kejadian, mengonfirmasi bahwa sedikitnya 51 orang tewas. Jumlah korban kemungkinan bisa bertambah. Belum ada konfirmasi resmi dari pemerintah pusat, pejabat lokal, atau kelompok pegiat kemanusiaan, termasuk Palang Merah
Seorang juru bicara Perdana Menteri Abiy Ahmed dan kepala satuan tugas pemerintah di Tigray tidak menanggapi permintaan komentar.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan prihatin dengan laporan tentang jatuhnya korban jiwa dari kalangan sipil dalam serangan di pasar di Togoga, Tigray. Washington juga mendesak otoritas berwenang Etiopia untuk memberikan akses medis untuk semua korban.
”Kami juga menyerukan penyelidikan sesegera mungkin dan independen. Kami juga meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas serangan ini,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price dalam sebuah pernyataan.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan kepada wartawan di New York, Sekjen PBB Antonio Guterres sangat khawatir dengan laporan terkait jatuhnya korban sipil. ”Kami sudah meminta akses ke daerah itu untuk menilai dan melihat situasi agar bisa memberikan bantuan,” kata Dujarric. ”Situasi di daerah itu tetap sangat tidak stabil.”
Serangan udara di Region Tigray itu terjadi ketika para pejabat Etiopia sedang menghitung surat suara dari hasil pemilihan parlemen nasional dan regional yang diadakan minggu ini di tujuh dari 10 wilayah negara itu. Pemungutan suara tidak digelar di Tigray. Sejak November tahun lalu, militer bertempur melawan pasukan loyalis Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), bekas partai yang berkuasa di Tigray.
Kekhawatiran akan keamanan dan masalah surat suara juga menyebabkan penundaan pemungutan suara di dua wilayah lainnya. Penduduk melaporkan, pasukan TPLF telah memasuki beberapa kota di utara Mekelle dalam tiga hari terakhir.
Pejabat dan dua petugas kesehatan lainnya di Togoga mengatakan, tentara Etiopia memblokade jalan utama dari Mekelle ke kota lain dan mencegah ambulans mencapai tempat kejadian. Banyak korban luka parah tidak tertolong. Getnet membantah kalau militer memblokir ambulans.
Seorang dokter yang tinggal di tempat kejadian mengatakan, situasi di Togoga ”mengerikan”. Dia membagikan foto-foto orang yang terluka parah dan dalam kondisi sekarat.
”Kami mendengar teriakan dan tangisan dari rumah-rumah, satu keluarga kehilangan empat anggotanya,” katanya. ”Semua rumah di sekitar pasar diratakan, apel dan tomat berserakan di mana-mana.”
”Banyak orang yang terluka meninggal sebelum kami bisa menolong mereka. Saya merasa sangat putus asa,” kata dokter tersebut. (REUTERS/AP/AFP)