Peluang Kerja Sama Bilateral dengan Negara-negara Asia Tengah Besar
Potensi dan peluang pengembangan kerja sama antara Indonesia-Kazakhstan besar. Selain ekonomi dan teknologi, kerja sama dapat diperluas dalam hal budaya dan kajian tentang Islam.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara Asia Tengah memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia dari yang selama ini disadari. Jarak yang jauh dan minimnya transportasi langsung ke sana masih menjadi kendala utama. Akan tetapi, apabila ditelusuri lebih dalam, ada berbagai upaya dengan memanfaatkan teknologi digital untuk menjalin relasi.
Sebenarnya, di bidang pendidikan sudah ada kerja sama antara Indonesia dan Asia Tengah. Misalnya, Universitas Airlangga dan Universitas Padjadjaran ada kerja sama penelitian, antara lain di bidang pertanian dengan Kazakhstan,” kata Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan dan Tajikistan Rahmat Pramono dari Nursultan, ibu kota Kazakhstan dalam diskusi daring bertajuk ”Diplomasi Indonesia di Asia Tengah”, pada (15/6/2021) malam.
Ia menjelaskan bahwa pamor Indonesia di Kazakhstan dan Tajikistan masih kalah dibandingkan dengan Malaysia. Kedua negara ini lepas dari Uni Soviet pada tahun 1991, tepatnya di tanggal 9 September untuk Tajikistan dan 16 Desember untuk Kazakhstan. Indonesia mengakui kedaulatan mereka secara bersamaan pada tanggal 28 Desember 1991. Berdasarkan data Kedutaan Besar Indonesia di Nursultan, baru ada 12 mahasiswa Kazakhstan dan Tajikistan yang mengambil kuliah pascasarjana di Indonesia.
Kazakhstan adalah negara terbesar di Asia Tengah dan memiliki letak dikurung oleh negara-negara lain sehingga tidak memiliki lautan. Mereka memiliki falsafah politik luar negeri multifaktor, yaitu berusaha terlibat di kancah global sebanyak mungkin tanpa tergabung pada blok-blok tertentu. Sebagai contoh, Kazakhstan adalah anggota Organisasi Kerja Sama Islam, Konfederasi Negara Independen (CIS), dan Uni Ekonomi Eurasia. Meskipun begitu, Rusia masih berusaha untuk mempertahankan pengaruhnya ke negara-negara bekas Soviet.
Sejauh ini hubungan Indonesia dengan Kazakhstan yang merupakan ekonomi terkuat di Asia Tengah masih sebatas diplomasi politik dan ekonomi. Kazakhstan mengimpor, antara lain, minyak sawit, barang-barang elektronik, dan perlengkapan bangunan dari Indonesia. Di negara ini juga ada 150 orang Indonesia yang tinggal di sana. Mereka bekerja sebagai kru maskapai penerbangan kargo, juru masak di hotel, sejumlah mahasiswa, terapis di spa, dan ada juga yang menikah dengan warga lokal.
Rahmat menjelaskan, salah satu aspek ekonomi yang tengah dijajaki oleh Indonesia adalah memperbesar impor gandum dari Kazakhstan. Negara ini menghasilkan gandum bermutu bagus yang diharapkan bisa dibeli juga oleh Indonesia agar ada diversifikasi impor, tidak hanya dari Australia.
”Dari sisi kajian yang lebih mendalam, memang ada kesulitan karena hampir semua literatur memakai bahasa Rusia. Makanya akademisi ataupun diplomat Indonesia yang hendak mempelajari Asia Tengah harus punya kemampuan berbahasa Rusia dulu,” tutur Rahmat.
Selain itu, Indonesia juga belum banyak memberi beasiswa kepada mahasiswa dari negara-negara ini. Rahmat, yang pernah menjadi duta besar di Kuala Lumpur, Malaysia, mengungkapkan bahwa pemerintah negara itu banyak memberi beasiswa untuk mahasiswa dari Asia Tengah. Umumnya adalah untuk kajian Islam. Malaysia juga menawarkan biaya hidup yang relatif terjangkau bagi mereka.
Meskipun begitu, juga ada cara kreatif untuk membangun relasi kedua negara di luar aspek politik. Salah satu contohnya adalah selebritas media sosial Dayana yang terkenal di Indonesia. Menurut Rahman, Kedubes Indonesia di Nursultan tengah memediasi pembuatan perjanjian kerja sama antara sebuah perusahaan kopi Indonesia dengan Dayana. Harapannya, ketenaran dia di jagad maya bisa membantu kopi Indonesia supaya lebih dikenal. Warga Kazakhstan lebih akrab dengan kopi yang diimpor dari Brasil.
Salah satu narasumber, dosen kajian Islam Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, mengusulkan agar ada program kerja sama khusus studi agama antara Indonesia dan Kazakhstan. Islam di Indonesia lebih dinamis dibandingkan dengan Islam yang ada di Timur Tengah ataupun Asia Tengah. Hendaknya, kekuatan Indonesia yang memiliki organisasi, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bisa menjadi daya tarik agar mahasiswa Kazakhstan banyak datang ke sini.
”Gus Dur ketika masih menjadi presiden mengatakan bahwa Indonesia masih belum serius memandang negara-negara berkembang yang penduduknya mayoritas beragama Islam, seperti di Afrika dan di Asia Tengah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Sekolah Pascasarjana untuk Diplomasi Universitas Paramadina Shiskha Prabawaningtyas mengatakan potensi kerja sama di bidang keamanan internasional juga besar. Sejumlah usulan yang dibahas di dalam diskusi itu untuk memperkuat hubungan antarindividu adalah mendatangkan para pelatih olahraga dari negara-negara Asia Tengah. Mereka terkenal serius dalam membina prestasi atlet-atlet. Pada Asian Games 2018 Kazakhstan memboyong 18 medali emas. Di atas mereka ada Uzbekistan yang membawa pulang 20 medali emas.
Dosen hubungan internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Bambang Susanto, mengatakan, Indonesia sejatinya sudah akrab dengan Asia Tengah sejak 1950-an ketika Presiden Soekarno terkenal dekat dengan Soviet. Sayangnya, hubungan itu tidak dikembangkan lebih jauh.
”Asia Tengah sangat penting dalam ketahanan energi global karena mereka memiliki minyak bumi dan gas alam dalam jumlah besar. Selain itu, mereka juga ’diperebutkan’ oleh Rusia, China, dan Iran dalam sisi pengaruh politik. Indonesia bisa masuk ke dalam isu ini agar kita juga menjadi pengaruh di Asia Tengah,” tuturnya.