NATO Akan Bahas Ancaman Rusia dan Kebangkitan Militer China
KTT NATO pada awal pekan depan, antara lain, membahas tentang meningkatnya ketegangan dengan Rusia dan kebangkitan militer China yang dianggap menjadi ancaman nyata.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
BRUSSEL, JUMAT — Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi pada Senin, 14 Juni, di Brussel, Belgia. Para petinggi NATO, Jumat (11/6/2021) atau empat hari menjelang pertemuan, mengharapkan dukungan dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan perbaikan hubungan NATO dengan AS, anggota terkuat aliansi tersebut.
Selama empat tahun kepemimpin presiden AS sebelumnya, Donald Trump, NATO berulang kali dilecehkan. Hubungan AS dengan NATO sempat renggang. Trump, yang menyebut aliansi 29 negara (tanpa menyertakan AS) itu sebagai ”barang usang”, hendak mengurangi dukungan finansial untuk aliansi. Selain itu, Trump juga berusaha untuk menarik pasukan NATO AS dari Jerman.
Setelah empat tahun kehilangan pamor karena faktor Trump, Biden sudah memberikan sinyal untuk memperbarui hubungan dengan 30 anggota NATO. Biden menawarkan kerja sama yang erat dan sudah membatalkan keputusan Trump untuk menarik pasukan AS keluar dari Jerman.
Pertemuan awal, pekan depan, selain memulihkan kembali hubungan baik NATO-AS, juga menyambut pemimpin baru AS Presiden Joe Biden. Namun, agenda yang tidak kalah penting ialah soal meningkatnya ketegangan dengan Rusia dan kebangkitan militer China.
Dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) mendatang di tengah pembatasan Covid-19, tidak akan ada penerbangan jet tempur untuk menandai pertemuan. Negara-negara sekutu akan menyetujui reformasi untuk dunia multipolar pasca-Perang Dingin di mana kebangkitan militer China menjadi ancaman baru karena terus memodernisasi persenjataannya. China bahkan terang-terangan mengatakan, penguatan kehadiran AS di Laut China Selatan merupakan ancaman nyata.
”Hal pertama, Biden perlu menyatakan kembali komitmen kepada pertahanan kolektif NATO,” kata Jamie Shea, mantan pejabat NATO yang menghadiri KTT 2018, saat Trump mempertimbangkan untuk keluar dari aliansi.
”tu hanya menunjukkan betapa mudahnya bagi AS untuk meninggalkan aliansi itu,” kata Shea, yang saat ini bekerja di lembaga pemikir Friends of Europe.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, beberapa waktu lalu, menyebutkan, KTT kali ini sebuah kesempatan unik untuk memperkuat NATO sebagai perwujudan abadi dan ikatan erat antara Eropa dan AS.
Dia menyebut beberapa isu yang menjadi topik KTT, yakni ”tindakan agresif Rusia, ancaman terorisme, serangan dunia maya, dampak keamanan dari perubahan iklim, serta kebangkitan China”.
NATO, yang berdiri pada 1949 untuk menahan ancaman militer dari Uni Soviet, bergantung pada kepemimpinan AS. Ancaman Trump pada 2018 untuk menarik pasukan NATO AS keluar dari Jerman telah menggoyangkan rasa percaya diri NATO. Namun, dalam kunjungan ke kantor aliansi di Brussels, Maret lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, NATO telah ”menemukan” lagi dirinya yang lebih baik.
Komitmen AS terhadap aliansi NATO tidak tergoyahkan. Sikap Pemerintah AS di masa kepemimpinan ini berkebalikan dengan Trump yang pernah menganggap NATO sebagai aliansi yang sudah ketinggalan zaman. Bahkan, Trump pernah mempertimbangkan mundur dari aliansi yang beranggotakan 30 negara itu. (REUTERS/AFP)