Membangun Kekuatan Politik Palestina Pascaperang Gaza
Pascaperang Gaza, banyak pihak melihat betapa pentingnya memperkuat posisi politik Palestina atas Israel. Komunitas regional dan internasional menggerakkan mesin diplomasi untuk misi tersebut.
Masyarakat regional dan internasional kini sedang hendak memanfaatkan perang Gaza selama 11 hari (10-20/5/2021) untuk mendorong rekonsiliasi Hamas-Fatah dan selanjutnya membentuk pemerintah persatuan nasional Palestina.
Mesir, Jordania, dan Qatar kini memimpin gerakan masyarakat regional atau dunia Arab untuk mendorong terbentuknya pemerintah persatuan nasional Palestina.
Di kancah internasional, Perancis, Jerman, dan Rusia saat ini juga sedang menggalang upaya terbentuknya pemerintah persatuan nasional Palestina.
Perancis dan Jerman seperti dilansir stasiun televisi Al Jazeera hari Sabtu (22/5/2021) mulai mempelajari untuk membuka komunikasi dengan Hamas.
Menurut stasiun televisi Al Jazeera mengutip pejabat tinggi Eropa, Jerman dan Perancis mulai melihat Hamas bagian dari solusi Palestina. Karena itu, harus ada komunikasi dengan Hamas, meskipun secara tidak langsung, melalui Mesir atau Qatar.
Masyarakat internasional dan dunia Arab kini melihat hanya dengan terbentuknya pemerintah persatuan nasional Palestina, gencatan senjata di Jalur Gaza bisa lebih efektif terjaga, proyek pembangunan kembali Jalur Gaza bisa lebih mulus, dan semakin membuka peluang digerakkan kembali proses perdamaian Timur Tengah antara Israel dan Palestina.
Dunia Arab dan masyarakat internasional menginginkan saluran bantuan kemanusiaan ke Palestina dan dana pembangunan kembali Jalur Gaza melalui satu pintu, yaitu pemerintah persatuan nasional Palestina.
Hal itu supaya pengawasan dan kontrol atas dana yang masuk dari mancanegara lebih mudah sehingga dana tersebut tersalurkan secara benar dan sampai ke tangan yang berhak.
Selama ini bantuan dana yang disalurkan untuk Palestina lewat dua pintu, yaitu melalui pemerintah Palestina di Tepi Barat dan pemerintah Hamas di Jalur Gaza.
Pada 19 Mei lalu, Presiden Abdel Fatah el-Sisi mengumumkan, Mesir akan menyalurkan dana 500 juta dollar AS untuk proyek pembangunan kembali Jalur Gaza.
Pada 26 Mei lalu, Qatar juga mengumumkan akan mengalokasikan dana 500 juta dollar AS untuk proyek pembangunan kembali Jalur Gaza. Tentu cepat atau lambat, akan disusul banyak negara lain yang akan mengumumkan alokasi dana untuk proyek restrukturisasi Jalur Gaza yang banyak mengalami kehancuran infrastruktur selama perang Gaza 11 hari.
Selain itu, jika terbentuk pemerintah persatuan nasional Palestina, posisi Palestina secara politik akan semakin kuat dalam menghadapi Israel apabila nanti bisa dimulai perundingan damai Israel-Palestina. Apa pun kesepakatan yang dicapai dalam perundingan dengan Israel bisa lebih mudah mendapat dukungan dari faksi-faksi Palestina, khususnya Fatah dan Hamas, apabila terbentuk pemerintah persatuan nasional Palestina.
Dalam konteks ini, kini ada gerakan diplomasi regional cukup intensif untuk menjaga gencatan senjata di Jalur Gaza dan sekaligus upaya membangun kembali Jalur Gaza serta menggerakkan kembali proses perdamaian Timur Tengah di bawah pemerintah persatuan nasional Palestina.
Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani hari Selasa (25/5/2021) menemui Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi di Kairo. Selain membahas hubungan bilateral Qatar-Mesir, Menlu Qatar dan Presiden Mesir juga mendiskusikan situasi dunia Arab secara umum dan isu Palestina secara khusus.
Mesir dan Qatar sama-sama berjasa mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza dan berkepentingan untuk menggerakkan kembali perundingan damai Israel-Palestina melalui payung pemerintah persatuan nasional Palestina sehingga tidak pecah perang Gaza lagi.
Pada Rabu (26/5/2021), Presiden El-Sisi juga menerima Menlu AS Antony Blinken di Kairo yang saat itu sedang mengadakan lawatan ke Timur Tengah. Sebelum tiba di Mesir, Blinken juga mengunjungi Israel, Palestina, dan Jordania.
Pada hari Rabu itu pula, Presiden El-Sisi melakukan pembicaraan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel lewat Zoom membahas berbagai isu, khususnya isu Palestina.
Presiden El-Sisi menyampaikan kepada Merkel mengenai upaya Mesir saat ini untuk segera dapat memulai perundingan damai Israel-Palestina serta proyek pembangunan kembali Jalur Gaza sekaligus terus menjaga genjatan senjata di Jalur Gaza.
Baca juga : PBB Gulirkan Penyelidikan atas Dugaan Tindak Kejahatan dalam Perang Gaza
Baca juga : Hamas Janji Tak Akan Ambil Dana Bantuan Rekonstruksi Gaza
Baca juga : Israel Menentang Pemulihan Hubungan AS-Palestina
Seperti diketahui, Mesir, Jerman, Perancis, dan Jordania tergabung dalam forum Muenchen yang dibentuk di kota Muenchen, Jerman, pada Februari 2020 untuk menggerakkan perundingan damai Israel-Palestina atas dasar solusi dua negara.
Mesir secara resmi telah mengundang pemimpin Hamas, Ismail Haniyah, yang kini berdomisili di Qatar untuk segera mengunjungi Mesir, membahas isu pembentukan pemerintah persatuan nasional, gencatan senjata, dan pembangunan kembali Jalur Gaza.
Menurut harian Asharq Al Awsat edisi Sabtu (29/5/2021), Mesir sedang melakukan koordinasi dengan AS, Jordania, Jerman, dan Perancis untuk menggerakkan kembali perundingan damai Israel-Palestina atas dasar solusi dua negara.
Menlu Jordania Ayman Safadi mengungkapkan telah berkoordinasi dengan para menlu Uni Eropa di Lisabon, Portugal, pekan lalu, tentang upaya menggerakkan kembali perundingan damai Israel-Palestina sebagai syarat bisa dimulai proyek pembangunan kembali Jalur Gaza. Upaya regional dan internasional mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina itu dalam upaya membangun keseimbangan kekuatan di panggung politik Palestina.
Ibarat burung, agar Palestina bisa terbang dengan dua sayap, bukan terbang dengan satu sayap saja, sehingga kebersamaan dalam perjuangan tetap terjaga di panggung politik Palestina. Hamas, yang pascaperang Gaza berada di atas angin, cukup memahami aspirasi regional dan internasional itu. Faksi Hamas yang meraih popularitas dan simpati rakyat Palestina pascaperang Gaza tetap menginginkan gerakan perjuangannya bagian integral dari perjuangan rakyat Palestna.
Meletusnya perang Gaza itu tak lebih dari aksi solidaritas Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza atas aksi provokasi aparat keamanan Israel di kompleks Masjid al-Aqsa selama bulan Ramadhan lalu dan upaya penggusuran Israel atas warga Arab Palestina dari distrik Sheikh Jarrah di Jerusalem Timur.
Pascaperang Gaza, Hamas pun sesungguhnya memiliki peluang besar memimpin gerakan perlawanan Palestina terhadap Israel, menggantikan faksi Fatah dan pemerintah otoritas Palestina (PA) pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.
Namun, Hamas sebaiknya tetap menjaga kebersamaan dalam perjuangan dengan faksi-faksi Palestina lainnya, khususnya faksi Fatah. Meski demikian, rakyat Palestina dan dunia Arab harus menjaga kekuatan militer Hamas sebagai alat penekan terhadap Israel dalam perundingan mendatang, sehingga Israel tidak semena-mena dan menganggap remeh Palestina karena dianggap tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Kekuatan militer Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza harus dijadikan alat penekan oleh tim perunding Palestina nanti agar Israel bersedia memberi konsesi dengan menerima berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur.
Di mata rakyat Palestina, bahkan bangsa Arab, hanya Hamas yang berani melawan Israel dengan kekuatan militer saat ini. Hamas pun dalam perang Gaza lalu juga membuktikan memiliki kekuatan militer yang akan memaksa Israel membuat kalkulasi baru. Hamas dan faksi-faksi Palestina di Jalur Gaza cukup membuat cengang Israel dan masyarakat internasional karena mampu menembakkan ratusan roket dalam satu hari ke kota Tel Aviv dan sekitarnya.
Menurut militer Israel, Hamas dan faksi-faksi Palestina di Jalur Gaza telah menembakkan sebanyak 4.070 roket dari berbagai jenis ke pelbagai sasaran di Israel, termasuk kota Tel Aviv, selama 11 hari perang Gaza. Menurut hasil riset Universitas Ben Gurion di Negev, Hamas diperkirakan memiliki sekitar 14.000 rudal/roket dari berbagai jenis.
Harian Israel, Haaretz, edisi Kamis (27/5/2021) mengakui, Hamas telah membuat kejutan besar dalam kemampuan memproduksi rudal di tengah blokade total atas Jalur Gaza sejak tahun 2007 atau selama 14 tahun. Bahkan, Mesir di bawah pemerintahan Presiden El-Sisi telah menghancurkan ratusan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Jalur Gaza dan Semenanjung Gurun Sinai, Mesir. Ratusan terowongan tersebut sebelum ini diduga menjadi akses penyelundupan barang apa pun dari Jalur Gaza ke Mesir dan sebaliknya.
Di tengah keterjepitan Jalur Gaza yang luar biasa itu, Hamas dan faksi-faksi Palestina justru mampu membangun kekuatan militer yang mencengangkan dengan memproduksi aneka jenis rudal dan pesawat tanpa awak (drone) dalam jumlah sangat besar. Kekuatan militer Hamas ini yang harus dikapitalisasi untuk menekan Israel sehingga terwujud proses perdamaian Timur Tengah, dengan tercapainya cita-cita rakyat Palestina, yakni berdirinya negara Palestina di atas tanah 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur.