Pencabutan Sanksi Awali Persiapan Pertemuan Biden-Putin
Hasil pertemuan Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Rusia Sergei Lavrov membawa sinyal positif bagi pertemuan pemimpin kedua negara bulan depan. Sekalipun perbedaan tak terhindarkan, AS-Rusia juga punya kepentingan sama.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
MOSKWA, KAMIS — Sekalipun belum menemukan titik temu pada sejumlah isu, pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dan Menlu Rusia Sergey Lavrov di Eslandia memberikan sinyal teduh. Pencabutan sanksi oleh Amerika Serikat atas pembangunan pipa gas di Laut Baltik dari Rusia ke Jerman menjadi tanda awal yang positif.
Pertemuan kedua menteri tersebut berlangsung di sela-sela rapat delapan negara Dewan Arktika di Reykjavik, Eslandia, Rabu (19/5/2021). Hal ini sekaligus dimaksudkan sebagai pertemuan pendahuluan untuk menyiapkan pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin bulan depan.
”Ada pemahaman tentang kebutuhan untuk mengatasi situasi tidak sehat dalam hubungan antara Moskwa dan Washington,” kata Lavrov. Meskipun begitu, dia mengatakan, ada banyak kemacetan dalam hubungan kedua negara.
Hubungan bilateral kedua negara dipandang banyak pihak dalam posisi yang sangat rendah saat ini, bahkan apabila dibandingkan dengan masa Perang Dingin. Saling usir anggota misi diplomatik antara Amerika Serikat dan Rusia hingga pernyataan Biden yang menyebut Putin sebagai pembunuh adalah beberapa indikator yang memperlihatkan ketegangan hubungan kedua negara.
Selain itu, AS dan Rusia bersitegang di banyak hal, mulai dari penempatan militer Rusia di perbatasan Ukraina, tuduhan upaya pembunuhan tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, hingga pemenjaraannya saat ini hingga konflik di Timur Tengah.
Pertemuan Blinken dan Lavrov tersebut jika dibandingkan dengan pertemuan Blinken dengan delegasi China di Alaska beberapa waktu lalu jauh lebih kalem dan lancar. Bahasa yang digunakan Blinken dan Lavrov pun lebih menenangkan.
Pada awal pembicaraan, Blinken mengungkapkan pandangannya bahwa jika para pemimpin Rusia dan AS dapat bekerja sama secara kooperatif, dunia dapat menjadi tempat yang lebih aman. Namun, pada saat yang sama, Blinken juga menarik garis tegas soal kerja sama itu.
”Bukan rahasia bahwa kami memiliki perbedaan seperti yang juga diungkapkan oleh Presiden Biden dengan Presiden Putin. Namun, jika Rusia bertindak agresif terhadap kami, mitra kami, sekutu kami, kami akan merespons,” katanya.
Blinken juga menegaskan kembali bahwa Washington menginginkan hubungan yang dapat diprediksi dan stabil dengan Moskwa. Tindakan untuk mencabut sanksi adalah satu hal yang bisa dipandang sebagai upaya membuat kedua negara bisa bekerja sama.
”Presiden Biden telah menunjukkan hal itu, baik dalam perkataan maupun perbuatan, bukan untuk tujuan eskalasi, bukan untuk mencari konflik, melainkan untuk membela kepentingan kami,” kata Blinken.
Lavrov menekankan pentingnya membangun dan memelihara jembatan dialog. Dia mengatakan siap membangun kembali puing-puing yang tersisa, termasuk memastikan berfungsinya misi diplomatik AS dan Rusia di setiap negara pasca-pengusiran.
Sebagai lanjutan dari pertemuan Blinken-Lavrov, Pemerintah AS dan Rusia akan mengutus penasihat keamanannya untuk menyiapkan pertemuan puncak dalam waktu dekat. AS mengutus Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan untuk bertemu dengan Ketua Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev.
Meski banyak permasalahan atau bahkan, seperti yang dikatakan Lavrov, sebagai puing-puing dalam hubungan kedua negara, AS dan Rusia memiliki peluang untuk berjalan beriringan. Tidak lama setelah dilantik sebagai Presiden AS ke-46, Biden dan Putin telah sepakat untuk memperpanjang traktat pengendalian senjata nuklir AS-Rusia (New START) hingga tahun 2026.
Tidak hanya itu, kedua negara juga kini tengah urun rembuk untuk menyelesaikan perundingan nuklir Iran, JCPOA. Rusia bersama beberapa negara Eropa dan China memfasilitasi perundingan tidak langsung program nuklir Iran dengan AS.
Kedua negara juga memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas di kawasan Asia Timur, khususnya di Semenanjung Korea serta di Afghanistan pasca-keluarnya pasukan AS dan koalisi dari negara itu pada September 2021.
William Courtney, Direktur Eksekutif RAND Business Leader Forum, dikutip dari laman lembaga analis RAND, mengatakan, pertemuan akan berlangsung alot dalam beberapa hal, terutama yang terkait konflik dan perang. Namun, di sisi lain, kedua pemimpin bisa membalikkan situasi hubungan kedua negara dengan kerja sama di bidang pendidikan dan budaya, pertukaran beberapa tahanan, hingga peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan serta kerja sama penanggulangan masalah iklim.
Heather Conley, Kepala Program Eropa di CSIS, dikutip dari The Washington Post, mengatakan, tujuan Kremlin pada pertemuan puncak nanti adalah untuk mengingatkan Washington bahwa hubungannya dengan Beijing tumbuh lebih kuat dari hari ke hari kecuali ada sesuatu yang baru dalam hubungan dengan AS selama Biden memimpin ”Negeri Paman Sam” itu. (AP/AFP)